Kecemburuan

Bel pulang berbunyi, Eri beranjak dari kursinya ditemani Denada yang menggandeng lengan kirinya. Mereka berdua keluar dari dalam kelas, hendak pergi menuju cafe dekat sekolah untuk mengerjakan tugas praktikum sesuai janji mereka kemarin. Denada, Eri, dan salah satu teman sekelas mereka Kia, mereka berada di dalam satu kelompok sesuai permintaan Denada pada Cio.

"Bentar, Nad. Kunci motor aku" Eri merogoh saku, kemudian rok seragamnya. Mencari-cari kunci motor miliknya yang entah kemana. Mereka berdua kini berdiri di parkiran, tepatnya di depan motor Scoopy berwarna pink putih milik Eri.

"Di tas kali, kamu taruh di mana emangnya, Ri?"

Eri membongkar isi tas nya, mencari benda kecil itu, namun benda itu tidak berada di dalam tas nya. Eri memasukkan kembali buku-buku nya, lalu berbalik badan untuk kembali ke kelas. Mungkin saja kunci motor itu ada di sana.

"Nad, aku balik ke kelas dulu ya? Kayak nya kunci motornya ketinggalan di kelas"

"Yah, gimana sih, Ri? Ya, udah. Aku tunggu, kalau kamu lama aku tinggal" jawab Denada yang wajahnya terlihat kesal membuat Eri lantas bergegas melangkah kembali menuju ke kelas nya.

Saat sampai di kelas, Eri kembali mencari benda kecil itu. Kunci motor dengan gantungan boneka beruang itu akhirnya Eri temukan di bawah laci meja nya. Eri tersenyum, segera mengambil kunci itu agar Denada tidak perlu menunggu lama.

Namun, siluet dua orang yang berdiri di dekat tangga lantai dua membuat langkah Eri terhenti. Siluet itu milik dua orang yang Eri kenal. Sasa yang berdiri di depan Cio sembari memberikan sesuatu.

"Ini, punya kamu"

"Tapi, sebenarnya gak apa-apa loh, Sa. Gak perlu-"

"Makasih banyak, Cio. Aku masih harus ngerjain tugas praktikum" potong Sasa tersenyum kecil, lalu meletakkan plastik kresek hitam itu di tangan Cio dan berjalan pergi menaiki tangga menuju ke lantai dua, karena tidak ingin Juno menunggu lama. Sedangkan, Cio menggelengkan kepala kecil saat melihat ke dalam plastik hitam itu.

Padahal, gak perlu dibalikin cepat-cepat, batin Cio kemudian melangkah pergi meninting plastik itu menuju ke ruang OSIS.

Eri yang berdiri tidak jauh dari mereka mematung, kepalanya mulai menebak-nebak apa yang Sasa berikan pada Cio. Apakah Sasa menggoda Cio dengan memberikan sesuatu? Membuat hati Eri rasanya semakin membara, terbakar api kecemburuan yang dia hidupkan sendiri.

Aku gak pernah berpikir kamu bakalan selicik ini, Sa. Lihat aja, kamu bakalan dapat balasannya.

•~•~•~

Jam istirahat, berbeda dengan siswa normal biasanya yang menikmati makan siang dan bersenda gurau dengan teman. Celine, bersama teman-temannya. Ah, apa lebih pantas dipanggil dengan anak buahnya? Mereka berkumpul di gudang belakang sekolah sembari menikmati sepuntung rokok yang mereka hisap hingga asapnya mengepul di dalam ruangan itu.

Mata Eri terbelalak saat melangkah masuk ke dalam gudang kosong itu. Bukan hanya pemandangan Celine yang menghisap rokok yang membuat Eri terkejut, namun seorang siswi yang menjadi samsak tinju seorang siswi lain, namun tidak ada yang menolong siswi itu membuat tubuh Eri bergetar. Kakinya tertahan untuk melanjutkan langkah, namun Denada menarik tangannya membuat Eri mau tidak mau kembali melangkah memasuki gudang itu untuk menghampiri Celine.

Celine? Nama yang tidak asing, bukan? Iya, Celine yang kalian pikir adalah Celine yang itu. Gadis kelas sebelas yang membuat keributan hanya karena bola Sasa tidak sengaja menumpahkan cola miliknya hingga mengotori baju nya. Celine yang juga dikenal sebagai pacarnya Fahreza, walaupun sekarang hubungan mereka telah berakhir.

"Ah, kalian udah datang?"

Celine bangkit, membuang puntung rokoknya ke tanah, lalu menginjaknya. Celine menghampiri Eri dan Denada yang melangkah mendekatinya.

"Mana, siapa yang mau balas dendam?" Tanya Celine kepada Denada dan Eri. Eri spontan memundurkan langkah, namun Denada kembali mendorong tubuhnya.

"Dia kak, namanya Eri. Mau balas dendam sama anak kelas 10-3, namanya Erisa Katrina, kak. Atau-"

"shhhttt- Lo diem" ucap Celine meletakkan jari telunjuknya di bibirnya membuat Denada sontak terdiam. Kemudian, Celine menepuk bahu Denada sembari tersenyum.

"Good girl. Jadi, coba jelasin sendiri. Siapa tadi nama lo? Eri ya. Kayak nya gue kenal deh"

Tubuh Eri membeku, tidak bisa digerakkan sama sekali. Jantungnya berdegup kencang, keringat dingin keluar dari pelipisnya. Eri ketakutan, aura jahat Celine begitu mengintimidasi hingga rasanya mulutnya tidak bisa terbuka, bahkan untuk mengucap sepatah kata.

"Kenapa diem aja? Beneran mau balas dendam, nih? Atau-"

"Jangan nakutin dia, Lin"

Seseorang tiba-tiba muncul dari belakang Celine. Seorang gadis berpakaian rapi mendekati Eri, lalu meletakkan tangannya di bahu Eri. Eri melirik gadis itu sekilas, lalu kembali menunduk. Gadis itu, gadis yang Eri kenal. Tidak. Bahkan Sasa juga mengenal gadis itu.

Kak Farah, juga bagian dari circle Kak Celine?

"Biar aku jelasin ya, Eri. Aku, Denada, Celine, semuanya saat ini diposisi yang sama dengan kamu. Orang-orang yang disakitin sama Sasa. Cowok yang kamu suka, Cio. Digoda sama Sasa kan?" Tanya Farah membuat Eri sontak mengangguk.

"Sama kita juga. Denada suka sama Heli dan Sasa menggoda Heli sampai-sampai ikut campur dalam masalah nya di kantin waktu itu. Celine? Mungkin kasus dia beda. Karena kejadian di kantin ketahuan sampai ke OSIS, Fahreza dipecat dari jabatannya dan harus pindah sekolah sesuai perjanjian dia sama orang tuanya. Dan, mereka harus putus karena Fahreza gak mau lanjutin hubungan mereka"

"Lebih parah masalah aku, Sasa cari perhatian dan sekarang dekat dengan Juno. Laki-laki yang aku suka"

Semua orang yang berada di sana menatap Farah, namun mereka menunduk saat Celine menatap tajam ke arah mereka. Tentu saja, fakta yang keluar dari mulut Farah sendiri, sedikit mengejutkan. Berbeda dengan Denada dan Celine yang sudah biasa mendengarkan kebucinan Farah pada Juno, orang-orang yang baru berada di sana seperti Eri akan menganggap Farah sebagai gadis gila yang menyukai laki-laki jahat.

"Intinya, kita berada di posisi yang sama. Jadi, kamu benaran mau balas dendam kan, Eri?"

Eri melirik canggung, lalu kembali menatap ke arah bawah. Karena sudah terlanjur memilih jalur ini, tidak ada lagi yang perlu dipikirkan. Eri mengangguk setuju membuat Denada, Celine, dan Farah tersenyum sumringah.

"Pilihan yang tepat, Eri. Jadi, kapan kita mulai?"

•~•~•~

Bel istirahat berbunyi membuat Sasa bergegas memasukkan buku pelajaran nya ke dalam laci, lalu mengambil totebag bekalnya dari gantungan di bawah mejanya, hendak menuju ke kelas Juno. Namun, belum sempat Sasa beranjak Eri menghampirinya membuat Sasa mematung, menatap ke arah wajah temannya yang hampir sebulan tidak berbicara padanya.

Eri berdiri di sebelah meja Sasa dengan wajah yang pucat, pelipisnya dibasahi keringat dingin membuat Sasa yang melihat itu spontan bertanya.

"Kamu kenapa, Ri? Kamu sakit?"

"Enggak, bukan itu. Sa, maafkan aku kalau aku ngediemin kamu selama ini. Aku salah" Ucap Eri menatap lurus, sedangkan jari tangan nya tidak berhenti bermain, menimbulkan bunyi 'klik' yang membuat Sasa tidak bisa fokus menatap wajah Eri.

"Ja-jadi, yang mau aku bilang. I-itu"

"kenapa, Ri? Kamu ada masalah?"

Mendengar itu, Eri mengangguk. Lalu, menarik tangan Sasa untuk berdiri dari kursinya.

"Temenin aku, sebentar. Nanti aku traktir roti keju"

Setelah mengucapkan kalimat itu, Eri menarik lengan Sasa membuat gadis itu mengikuti langkah Eri. Mereka menelusuri koridor, hingga sampai di bangunan sepi yang Sasa tidak tahu ada bangunan seperti ini di sekolah.

Bagian depan bangunan ini berwarna biru putih, dinding nya terlihat retak. Dan, bagian dalam bangunan ini gelap dan berabu. Seperti tidak pernah dirawat selama ini.

Naluri Sasa memang tidak bisa berbohong, rasanya perasaan Sasa tidak enak saat memasuki tempat ini membuatnya menahan tangan Eri yang menarik lengan nya.

"Ri, balik aja yuk? Udah mau bel masuk"

"Sebentar, ikut aku sebentar. Kita udah hampir sampai"

"Tapi, Ri. Tempat ini kelihatan bahaya, kalau sampai terjadi sesuatu gimana?"

Eri melepaskan lengan Sasa perlahan, lalu melirik sinis ke arahnya.

"Kamu masih sama, egois. Suka memikirkan diri sendiri, kalau kamu gak mau ikut. Ya, udah. Aku pergi sendiri aja" ucap Eri melangkah pergi memasuki bangunan kosong itu. Melihat Eri yang tampak terdesak, Sasa mengikuti langkahnya dari belakang hingga mereka sampai di salah satu ruangan, dan beberapa orang menunggu mereka di sana.

"Eri, welcome!" sambut Denada mendekati Eri, kemudian merangkul pundak Eri dan mereka berdua berjalan menghampiri Celine dan Farah yang berdiri di sana.

Sasa yang melihat itu memundurkan langkah, saat dia hendak pergi pintu ruangan itu ditutup oleh dua orang siswi yang tidak Sasa kenal. Celine tertawa kecil melihat wajah panik Sasa.

"Buru-buru mau ke mana, Sa? Ketemu pacar lo? Ah, iya. Ini jam makan siang, seharusnya lo di kelas Juno kan? Cari perhatian dengan bawain Juno bekal makan siang"

Celine mendekati Sasa yang alisnya bertaut. Tentu saja, saat ini Sasa mulai bertanya-tanya di dalam benak nya, darimana mereka tahu semua hal yang Sasa lakukan.

"Ri, kamu-"

"shhhtt, bukan Eri" ucap Denada mendekati Sasa, lalu menarik rambut Sasa ke belakang.

"Kamu lupa, Sa. Ada aku? Kamu pikir aku gak tau apa yang kamu lakukan selama ini? Kamu juga sering ke kelas Kak Heli. Kamu kasih apa Kak Heli sampai mau ngasih kamu uang? Kamu jual diri?"

"Stop, lepasin" ucap Sasa dengan nada rendah, namun bukannya melepaskan Denada semakin menarik rambutnya membuat Sasa meringis. Merasakan kulit kepalanya seperti ingin copot. Di sisi lain, Eri memundurkan langkah, menonton Sasa yang sekarang di dorong tubuhnya ke lantai oleh Celine.

"Kalau lo gak ada, kehidupan sekolah gue gak bakalan hancur kayak sekarang! Fahreza gak bakalan pindah. Sial, bahkan beli rokok aja sekarang gue mikir dua kali. Semua karena lo! cowok yang harusnya jadi bank gue, sekarang udah pergi"

Celine menarik rambut Sasa lagi, lalu melihat wajah Sasa yang sinis, dan walaupun saat ini dia merasakan sakit yang teramat di kepalanya.

"Berhenti tatap gue dengan tatapan kayak gitu, sebelum gue tusuk bola mata lo"

"Gak mau. Kenapa? Mau tusuk sekarang?"

Sasa menantang Celine membuat gadis itu mengarahkan pulpen yang berada di dalam saku kemejanya ke arah bola mata Sasa.

"Cukup! Celine"

Farah menghela napas, menginterupsi Celine yang jika tidak dihentikan sudah pasti berbuat nekad. Farah mendekati Celine, mengambil pulpen itu dari tangan Celine dan membuangnya jauh.

"Oi, mau berpihak sama dia sekarang?"

"Enggak, tuh" ucap Farah menuangkan cairan putih dari dalam kotak kecil berwarna biru ke atas kepala Sasa. Cairan itu adalah susu fullcream yang biasanya Juno belikan untuk Sasa setiap kali ke kantin sewaktu jam istirahat.

"Minum, kamu suka ini kan"

Saat susu itu sudah tidak bersisa dari dalam kotaknya, Farah melempar kotak susu itu ke atas kepala Sasa. Sasa menunduk, mengepal erat tangannya dengan air mata yang sudah banjir. Bukan karena sedih, namun karena emosi tidak bisa melawan mereka. Sasa kalah jumlah, jika dia bertindak salah mereka hanya akan semakin menyerang Sasa brutal.

"Ayo balik ke kelas. Bel masuk udah bunyi dari tadi"

Farah berucap, lalu menghela napas panjang, kemudian melangkahkan kaki meninggalkan Sasa yang terduduk lesu di lantai dengan rambut dan seragam acak-acakan. Dan tubuh yang basah karena diguyur susu fullcream.

Mereka semua mengikuti langkah Farah, meninggalkan gadis itu di dalam gudang kosong itu. Tidak terkecuali Eri yang menatap Sasa datar dan melangkah pergi.

"Kamu puas?" ucap Sasa membuat langkah Eri berhenti di ambang pintu.

"Sebenarnya, kenapa kamu melakukan ini, Ri? Aku salah apa?"

"Diam. Jangan berlaku seolah-olah kamu korban" ucap Eri berbalik badan, melihat ke arah Sasa yang terduduk lesu di lantai gudang.

"Kamu, berusaha goda Cio kan? Kamu benci aku, tapi kamu balas dendam dengan cara deketin Cio. Cara itu, cara yang paling licik yang pernah aku lihat, Sa"

"Maksud kamu apa, Ri? Kapan aku deketin Cio?"

"Stop. Jangan pura-pura bodoh, aku jijik, Sa" setetes air mata jatuh dari pelupuk Eri.

"Aku jijik setiap kali lihat wajah kamu, aku jijik setiap kali kamu ngomong sok lembut di depan Cio, aku jijik setiap kali kamu pura-pura lemah di depan Cio. Aku jijik sama kamu"

"Iya, salahkan aku, Ri. Jadikan aku kambing hitam untuk rasa cemburu kamu. Tapi ingat, orang yang sekarang berpihak sama kamu gak bakalan berada di sisi kamu terus. Sama seperti kamu yang ngelakuin hal ini ke aku, jangan berpikir orang lain gak akan melakukan hal yang sama ke kamu "

Sasa menghela napasnya, mengusap kasar air mata yang jatuh ke pipinya. Kepercayaan, pertemanan yang mereka mulai dari kepercayaan kini berakhir dengan kebencian. Hanya karena perasaan yang membuat Eri kini buta, tidak melihat kebenaran yang seharusnya bisa dia lihat sendiri.

Eri bungkam, tidak ingin lagi menyambut kalimat dari Sasa. Yang tersisa hanya isakan mereka berdua dan suara langkah kaki Eri yang menjauh meninggalkan Sasa yang menangis di dalam gudang sendirian.

•~•~•~

Di dalam kelas yang selalu kosong saat jam istirahat, Juno duduk sembari menatap ke arah kotak bekal yang dia letakkan di atas meja.

Kotak bekal berisikan roti lapis keju yang Juno buat sendiri dari rumah. Bukan tanpa alasan, roti lapis ini Juno buat sebagai tanda terima kasih karena Sasa terus membawakan bekal untuk Juno.

Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit, gadis itu tidak kunjung terlihat hingga bel masuk berbunyi. Juno kembali menyimpan roti lapis keju itu ke dalam laci mejanya. Kepalanya berisik, bertanya-tanya alasan mengapa gadis itu tidak datang ke kelasnya. Padahal, ini sudah hampir dua minggu Sasa melakukan hal yang sama. Apakah gadis itu memilih untuk menyerah tiba-tiba karena sudah tidak tahan dimusuhi satu sekolah? Tidak heran, siapa juga yang akan bertahan saat seluruh sekolah memusuhinya.

Ada rasa mengganjal di hati Juno, namun laki-laki itu memilih mengabaikannya. Saat Juno hendak memasang earphone di telinganya, suara pembicaraan dari teman sekelasnya menarik perhatian Juno.

"La, kamu tau Celine kan? Iya, itu. Beneran udah gila. Tadi, aku lewat gudang belakang, mau ambil bola di gudang olahraga. Kamu tau mereka lagi ngapain?"

"Ngapain emang? pacaran?"

"Enggak, ini mah lebih parah. Celine lagi ngehajar anak kelas sepuluh, matanya hampir ditusuk sama Celine. Karena gak mau dikira ikutan, aku langsung lari. Takut aku dibawa-bawa"

"Siapa yang dia hajar? Kamu kenal gak?"

"Ituuu, pacarnya Juno"

Mendengar itu, Juno refleks bangkit dan berlari keluar dari kelas. Juno berlari sekuat tenaga menuju ke gudang belakang sekolah seperti yang temannya katakan. Jantung Juno berdegup kencang, khawatir jika sesuatu yang benar-benar fatal terjadi pada Sasa. Kepala Juno tidak bisa berpikir, yang jadi tujuan Juno sekarang hanya Sasa.

Bayangan jika benar-benar terjadi sesuatu pada Sasa, namun Juno tidak ada di sana membuat laki-laki itu takut. Seluruh tubuhnya bergetar, jika hal itu menjadi fakta Juno benar-benar tidak bisa melanjutkan hidupnya. Juno tidak bisa membiarkan Sasa bernasib sama dengan Sazza.

Kaki Juno berhenti tidak jauh dari bangunan kosong itu berada, matanya menangkap gadis yang dia cari tengah terduduk sembari menggelamkan kepalanya di lutut.

Juno melangkah perlahan mendekati gadis itu. Sasa yang mendengar suara langkah kaki mendongak, lalu menoleh ke arah Juno yang melangkah mendekatinya.

"Kak Juno, datang" ucap Sasa dengan setetes air mata yang mengalir di pipi nya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!