Sasa kembali masuk ke sekolah seperti biasanya, namun suasana di sekolah yang tidak biasa. Banyak orang yang melihat ke arahnya, berbisik-bisik penuh tanya tentang kebenaran dari gosip yang beredar di base sekolahnya.
Juno Elvaro mengaku menjadi pacar Erisa Katrina. Begitulah tulisan yang memenuhi base sekolah saat ini. Sasa mengedar dengan wajah penuh tanya, dia sendiri tidak tahu mengapa rumor itu bisa beredar karena kemarin Sasa pulang lebih dahulu sebab Juno memanggil taksi.
Saat Sasa berjalan masuk ke dalam sekolah, matanya menangkap sosok yang saat ini menjadi topik hangat seluruh sekolah bersamanya. Juno berjalan tidak jauh di depan Sasa, spontan membuat Sasa mempercepat langkahnya ingin menghampiri Juno, menanyakan tentang apa yang terjadi kemarin hingga rumor tidak masuk akal seperti ini bisa beredar.
"Kak Juno!"
"Sa!"
Baru saja Sasa ingin berlari menyusul Juno, Eri memanggilnya dari belakang membuat Sasa menoleh dan meralat langkahnya. Saat Sasa melihat ke arah Juno, laki-laki itu sudah pergi jauh.
"Kamu lihat apa?" Tanya Eri mendekati Sasa yang memandang Juno berjalan masuk ke dalam gedung sekolah. Lama kelamaan tubuh Juno menghilang terhalang tembok.
"Sa?"
"Gak lihat apa-apa" ucap Sasa melanjutkan langkahnya, sedangkan Eri berjalan di sampingnya sembari melirik ke Sasa. Ingin bertanya tentang rumor yang beredar, namun raut wajah Sasa yang kurang baik membuat Eri menahan keinginannya untuk bertanya. Alhasil, Eri menahan pertanyaan itu hingga jam mata pelajaran ketiga.
"Perhatian! Pak Gio minta pr bahasa di kumpul!" Ketua kelas 10-3 berdiri di depan kelas, lalu satu persatu teman-teman kelas Sasa berjalan menuju ke depan kelas, mengantarkan pr mereka untuk dikumpulkan oleh ketua kelas.
Eri memandang panik orang-orang yang mengumpulkan pr itu. Setahu Eri, tidak ada tugas rumah yang diberikan oleh guru bahasanya. Tapi, darimana orang-orang itu mendapatkan pr tiba-tiba?
"Sa, p-pr apa?" Tanya Eri ke Sasa, namun Sasa tidak menjawab. Gadis itu menatap orang-orang kosong sembari menopang dagu. Pikiran Sasa terhanyut dalam pertanyaan bagaimana rumor tentang nya bisa beredar seperti itu? Sasa penasaran sampai tidak fokus pada kelasnya hari ini.
"Sa. Sa? pr kita apa?"
"Enggak, semuanya gak bener, Ri" ucap Sasa dengan nada lantang membuat semua orang memperhatikan ke arahnya.
"Rumor tentang aku pacarnya Kak Juno, semua itu gak bener. Aku? Pacar Kak Juno" Sasa terkekeh geli, sedangkan Eri menatapnya dengan wajah bingung. Tiba-tiba sekali Sasa membahas hal yang tidak Eri tanyakan.
"Kamu tau sendiri gimana dia memperlakukan kita pertama kali. Kemarin, dia nolongin aku karena merasa bersalah. Katanya dia mau tanggungjawab atas luka memar yang pertama, makanya dia nolongin aku"
"G-gitu ya?" Ucap Eri menepuk bahu Sasa, lalu memberi kode kepada Sasa lewat lirikan mata ke arah mereka yang kini melihat ke arah Sasa. Sasa menoleh, memandang barisan orang-orang yang mendengarkannya sedari tadi. Saat Sasa melirik, mereka langsung kembali melakukan kegiatan masing-masing. Padahal, Sasa tahu setelah ini mereka akan mulai menyebar perkataan Sasa dan membuat rumor yang baru.
Sasa mendengus, lalu menepuk kepalanya pelan. Bodoh sekali, pikirnya. Sasa tidak sadar berbicara dengan nada lantang demi membuat Eri percaya, bahwa Sasa tidak sebodoh itu untuk menjadikan seorang Juno yang ketus dan kasar sebagai pacarnya.
Semua kejadian yang kemarin Sasa alami, Sasa ceritakan semuanya pada Eri. Eri mengangguk paham, lalu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di kelas dan alasan mengapa rumor itu beredar.
"Jadi, kemarin Kak Juno datang ke kelas"
"Apa? Kak Juno? Ngapain?" Tanya Sasa beruntun mendengar penuturan dari Eri.
"Kamu kan gak masuk jam terakhir, Kak Juno datang buat izinin kamu. Kamu tau sendiri guru matematika kita pertanyaan nya banyak, dan gak suka orang izin di jam masuk dia" Eri menjelaskan dengan serius membuat Sasa mengangguk. Lalu, Sasa terdiam dan menepuk kepalanya, karena dia benar-benar melupakan hal lain, selain hal yang menyangkut peristiwa di lapangan basket.
"Ah, aku lupa. Bu Henny"
"Iya. Terus, waktu ditanya mau izinin siapa, Kak Juno bilang mau izinin Erisa Katrina"
"Kak Juno tau nama panjang aku? Dari mana?"
"Shhttt, kamu diam dulu. Aku belum siap ngomong" Ucap Eri meletakkan jari telunjuknya di depan mulutnya. Meminta Sasa untuk diam sebentar karena dia belum selesai menjelaskan. Sasa mengangguk paham, lalu meminta Eri untuk melanjutkan ceritanya.
"Untuk itu aku gak tau. Tapi, setelah itu Ibu Henny nanya gini, kamu siapanya Erisa, gitu. Terus, Kak Juno gak jawab lama. Pas ditanya kamu kakaknya? Tapi Kak Juno gak jawab juga, terus nunduk ke bawah. Nah, pas ibu Henny bilang, kamu pacarnya? Kak Juno lihat ke arah Ibu Henny, terus bilang"
"Bukan. Saya cuma kakak kelasnya. Tapi, Ibu Henny gak percaya. Ibu Henny kekeuh nanya kamu pacarnya apa bukan, gitu. Terus, karena udah lama juga berdiri di kelas kita. Kak Juno ngangguk aja terus bilang gini"
"Kalau itu bisa buat Sasa izin dari kelas nya ibu. Iya, benar. Saya pacarnya Sasa"
Sasa mematung, terkejut mendengar cerita Eri. Kepala Sasa terus saja mempertanyakan alasan Juno, mengapa dia melakukan itu dan apa tujuannya? Hanya untuk meminta izin untuk Sasa rasanya itu terlalu berlebihan.
Bolos sekali juga tidak masalah bagi Sasa, akan lebih buruk jika rumor seperti ini beredar. Orang-orang akan mulai mengusik Sasa sama seperti sewaktu dia di sekolah menengah pertama dulu. Memikirkan nya saja Sasa sakit kepala.
"Tapi kamu tenang aja, Sa. Yang buat rumor ini beredar pesat bukan karena kamu yang jadi pacarnya Kak Juno. Tapi, karena Kak Juno yang jadi pacar kamu. Gosip tentang dia yang bunuh pacarnya dulu balik jadi pembahasan, orang-orang iba sama kamu, bukan Kak Juno"
"Gimana pun, orang-orang harus tau kebenaran nya, Ri. Biar mereka gak sembarangan ngomong. Kita harus ketemu Kak Juno buat nyelesain ini semua" ucap Sasa khawatir pada Juno. Bukan khawatir sebagai pacar seperti yang orang-orang bilang, tapi khawatir sebagai manusia yang peduli pada manusia lain yang dicerca manusia lain tanpa tahu kebenaran nya. Setidaknya, jika mereka bukan saksi dan hanya tahu masalah orang lain sebatas rumor, lebih baik diam saja, bukan?
Tapi, manusia sifat manusia memang begitu kan? Sok tahu saat mereka tidak tahu apa-apa.
"Buat apa? orang-orang juga udah tau kamu bukan pacarnya Kak Juno? Asal kamu tau aja ya, Sa. Kelas kita penyebar gosip paling cepat setelah kelas 10-6. Jadi, kamu diem aja. Paling juga sekarang orang-orang lagi ngegosipin Kak Juno yang enggak-enggak, tapi kamu ngapain peduli? Dia juga gak baik sama kamu. Lagipula, kalau kamu ketemu Kak Juno sekarang, menurut kamu apa yang orang pikirin?"
"Sasa yang gatel, Sasa yang godain Juno. Jadi, Juno itu korban, bla, bla, bla. Apalagi kenyataan kalau kamu yang nemuin Kak Juno duluan dari awal"
Sasa terdiam, ingin mendebat Eri, namun perkataan Eri tidak semuanya salah. Sasa yang menemui Juno pertama kali untuk meminta tanda tangan, seluruh penghuni kelas 12-2 tahu itu. Sasa juga yang menghadang Juno di kantin waktu itu, seluruh siswa yang berada di kantin tahu akan hal itu. Dan, Sasa juga yang datang ke kelas 12-2 untuk membawakan bekal Juno.
Hancur, udah. Bodoh lah, Sasa membatin mengacak-acak rambutnya kesal. Jadi, saat ini pilihan akhirnya adalah menjadikan Juno sebagai kambing hitam.
"Bodoh banget, beneran"
"Sa? udah" ucap Eri menepuk punggung Sasa yang berulang kali mengantukkan kepalanya ke atas meja.
"Gak apa-apa, aku cuma perlu diam kan, Ri? He'eh, iya. Aku harus nyelamatin diriku lebih dulu" Sasa mengangguk, lalu merogoh tasnya dan mengambil buku bersampul coklat dari dalam sana. Dan, memberikannya kepada Eri.
"Ini apa?"
"Apanya yang apanya? Pr bahasa lah. Sebentar lagi bel istirahat, kamu salin cepat ya, Ri" ucap Sasa menepuk bahu Eri, lalu beranjak pergi keluar dari dalam kelas. Setelahnya bel berbunyi, ketua jelas 10-3 yang bernama Cio itu mendekati Eri. Cio berdiri di depan meja Eri sembari menjulurkan tangan kanannya. Menagih pr Eri yang seharusnya sudah selesai.
"Mana, Ri?"
"Belum siap. Sebentar ya, aku tulis dulu" ucap Eri membuka buku Sasa, lalu menggeser kertas itu dengan mata yang membulat. Pr novel cerita rakyat, tulisan itu terpampang sebagai judul dari tugas rumah mereka. Eri menggeser lembaran kertas itu panik, menghitung jumlah lembaran tugas yang Sasa punya. Ada lima lembar kertas dengan tulisan penuh membuat Eri hampir menangis.
"Cio, bentar ya?"
"Banyak ya?" Tanya Cio membuat Eri mengangguk dengan mata yang berkaca-kaca. Dengan lesu, Eri membuka bukunya, lalu menulis kalimat demi kalimat.
Cio melirik jam tangannya, lalu menarik kursi Sasa yang berada di sebelah kursi Eri, lalu duduk di sana.
"Gak apa-apa, Ri. Sini, aku bantu"
•~•~•
Di kursi kantin kini Sasa dan Eri duduk dengan plastik besar berisi jajanan yang berada di atas meja mereka sekarang. Sasa melihat Eri yang menunduk lesu dengan tangan yang memerah. Wajah Eri tidak lebih lecek dari plastik yang berada di depan mereka.
"Capek ya, Ri?"
"Banget. Kamu gak lihat tangan aku merah banget"
Eri menunjukkan tangannya ke Sasa. Sasa tersenyum merasa bersalah, lalu memberikan sebungkus cemilan yang dia beli pada Eri.
"Maaf, aku lupa kasih tau kamu"
"Maaf buat apa. Salah aku yang lupa ada pr, lagian tadi Cio bantuin bikin pr"
"Ketua? Jadi gimana? Ketua tau kalau kamu suka sama-"
"sshhhtt, jangan berisik ya, Sa" Eri memotong kalimat Sasa, membuat Sasa sontak menutup mulutnya. Hampir saja rahasia Eri yang terjaga hampir tujuh tahun terbongkar dalam waktu sedetik. Iya, Eri menyukai Cio saat mereka belajar di sekolah dasar yang sama.
"cerita coba cerita!"
"Ya, gak ada. Cio cuma duduk di samping aku terus-" Eri menutup wajahnya, membayangkan saat tadi Cio membantunya menulis di bukunya. Tulisan Cio yang rapi, jam tangan hitam yang menyatu dengan kulit Cio yang sawo matang, dan bau kolonye milik Cio yang menyegarkan, Eri ingat semuanya membuat pipinya kembali bersemu.
Sama seperti kata pepatah, saat hal buruk menimpa mu, pasti ada hal baik setelahnya.
"Heyyoo, Aerina!" Ucap Sasa menggoda Eri, mencubit dagu Eri pelan sembari terkekeh geli dengan wajah bersemunya.
Mereka tidak sadar sedari tadi seseorang berdiri tidak jauh dari mereka. Laki-laki itu berdiri di meja pemesanan, memperhatikan kedua gadis yang tengah bercanda itu dengan tatapan dalam. Bibirnya tertarik sedikit, dia tersenyum begitu tipis saat Sasa mengucap kata yang begitu familiar di telinganya.
Heyyo?
Juno menggelengkan kepalanya. Tidak, dia tidak ingin lagi membayangkan Sazza pada gadis itu. Juno mengalihkan pandangannya ke penjual yang memberikan sebuah plastik berisi roti keju dan susu fullcream pesanannya. Juno membayar pesanan itu, lalu berjalan pergi dari kantin kelas 10.
Bukan tanpa alasan Juno datang ke kantin ini, Juno ingin membeli roti keju dan susu fullcream yang secara kebetulan habis di kantin kelas 12, ingin turun ke kantin kelas 11, namun lebih jauh dari kantin kelas 10 yang berjarak satu lantai dari kelas Juno. Alhasil, Juno datang ke kantin ini.
Belum sempat Juno melewati pintu keluar, seseorang menubruk tubuh Juno. Suara aluminium yang jatuh ke lantai menarik perhatian semua orang, tidak terkecuali Sasa dan Eri yang melihat ke arah Juno.
Seragam Juno kotor dan basah terkena bumbu kacang dari bekas makanan laki-laki yang menubruknya. Juno menoleh, melihat ke arah laki-laki itu. Juno berdecih begitu menyadari bahwa laki-laki itu adalah laki-laki yang bermasalah dengannya kemarin. Fahreza Lintang.
"Oh, sorry" ucap Fahreza diakhiri kekehan halus, lalu Fahreza menepuk-nepuk dada Juno yang dipenuhi bumbu kacang bekas makanannya.
Juno menghempaskan tangan Fahreza, lalu mendorong tubuh Fahreza untuk menyingkir dari hadapannya. Bukannya takut, Juno benci terlibat masalah dengan orang yang sama sekali tidak dia kenal.
Baru selangkah Juno ingin meninggalkan tempat itu, kaki Fahreza menyekal kaki Juno hingga laki-laki itu tersungkur dan terjatuh ke lantai.
Sasa yang melihat kejadian itu beranjak, namun Eri menahannya. Menahan Sasa untuk terlibat dalam masalah Juno yang nantinya merugikan diri Sasa sendiri.
"Tunggu dulu. Biar orang lain yang nolong"
Tidak berhenti di situ, Fahreza mengambil sebotol kecap dari atas meja kantin. Membuka tutupnya, lalu menumpahkan isi botol itu ke wajah Juno. Juno menghela napasnya, meredam amarah nya untuk tidak meledak di tempat itu. Juno bangkit, mengambil plastik kresek isi makanan yang dia beli, lalu kembali mencoba untuk pergi dari sana.
Namun, dua siswa laki-laki mendorong tubuhnya saat dia berbalik, tidak mengizinkan Juno untuk pergi dari sana sebelum mereka melakukan apa yang ingin mereka lakukan pada Juno.
"Ini apa?"
Juno kembali berbalik, berbicara berhadapan dengan Fahreza yang tertawa kecil. Menganggap Juno debu kecil yang harus dia singkirkan.
"Kenapa? Lo takut? Makanya, jangan berani pas gue lengah doang. Sekarang, coba lawan" ucap Fahreza sembari mendorong pelan bahu Juno menggunakan telunjuk nya.
"Lo, gak, lebih, dari, sampah" lanjut Fahreza menunjuk ke arah wajah Juno. Juno menghela napas, namun amarahnya tidak kunjung hilang.
"Iya, benar. Aku sampah, jadi kenapa? Orang yang nyari sampah, gak lain dari tukang sampah kan?"
"Lo, mau mati?" Fahreza menarik kerah Juno, wajahnya merah padam. Terlihat seperti manusia tempramental yang kehilangan kesabaran hanya dalam sedetik. Bibir Juno tertarik sebelah, dia menyeringai menyadari betapa bodoh orang di depannya ini. Manusia yang melawan hanya karena tersulut emosi tidak lebih dari manusia bernafsu binatang kan?
"Coba bunuh. Lagipula, aku udah lama mati"
"Kata orang yang bunuh orang lain lebih dulu. Gue tau, kejadian empat tahun lalu. Karena lo, Sazzara mati"
Mata Juno yang sayu dan tidak punya kehidupan itu berubah tajam seperti elang. Nama yang seharusnya tidak dibawa dalam masalah yang tidak tahu dasarnya di mana membuat emosi Juno yang diredam lama, meledak begitu saja. Juno melepas cengkraman tangan Fahreza dari kerahnya, lalu Juno mendorong tubuh Fahreza kuat hingga laki-laki itu jatuh ke lantai.
Saat tubuh Fahreza tersungkur dan tergeletak di lantai, Juno menarik tubuh Fahreza kembali, memukul wajah laki-laki itu dengan tinjunya. Sekali, dua kali, tiga kali, hingga seseorang menarik tubuh Juno dari belakang. Membuat laki-laki itu tercampak. Dua orang siswa antek-antek Fahreza memukuli Juno bergantian, lalu Fahreza yang wajahnya penuh benyok juga bangkit. Menendang dan menonjok Juno penuh emosi. Benar seperti yang Juno perkirakan, Fahreza tidak lebih dari binatang yang haus akan kekerasan.
Kepanikan terjadi, namun tidak ada yang berniat melerai, mereka hanya berteriak saat salah satu dari mereka terjatuh, lalu kembali menonton seperti kejadian itu adalah film bagus yang tidak boleh terlewatkan.
Sasa melepaskan tangan Eri yang menggenggam erat lengan kemejanya dan berjalan mendekati tiga orang laki-laki yang memukuli Juno sembari membawa piring aluminium yang tadi Fahreza jatuhkan.
Tanpa berpikir panjang, Sasa memukul tiga orang laki-laki itu menggunakan piring aluminium itu, lalu menendang tulang kering dan mendorong tubuh mereka menjauh dari Juno yang tergeletak di lantai penuh luka.
Sasa menghampiri Juno, memandang wajah yang penuh luka memar itu sembari meringis.
"Kak, kak. Gak apa-apa?" Tanya Sasa membantu Juno bangkit, namun Juno menghempaskan tangan Sasa yang ingin membantunya.
"Pergi. Jangan bodoh"
Kening Sasa berkerut, bukannya menjauh Sasa kembali mendekatkan tubuhnya pada Juno. Membantu laki-laki itu untuk bangkit dengan wajah kesal.
"Apa ini? Lo bilang dia bukan pacar adiknya?"
"Bodoh, singkirin dia!"
"Sekali tangan kalian nyentuh aku, kalian semua mati" ucap Sasa dengan wajah marah. Bukan nya mendengarkan, Fahreza meludah, mengeluarkan darah segar yang keluar dari luka sobek di pinggir bibirnya.
"Apa-apa adik kecil ini. Mati kata lo? Apa itu mati? Lo pernah rasain?" Tanya Fahreza mendekati Sasa, lalu menarik kerah bajunya.
"Minggir, sebelum lo yang gue buat mati. Gue tau, dia bukan pacar lo. Jadi jangan sok-sok an berkorban nyawa buat dia"
"Singkirin tangan lo" Juno mencengkram tangan Fahreza yang menarik kerah Sasa.
"Jadi kalau dia pacar aku, aku boleh berkorban nyawa? Kalau gitu. Iya, dia pacarku"
"Kak Juno pacarku, jadi berhenti lakuin ini semua"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments