..."Ketakutan dalam diri seseorang bisa menjadi kelemahan maupun kekuatan bagi orang tersebut." ...
...----------------...
Rintik halus air hujan yang semula lembut kini berubah menjadi semakin deras. Gumpalan-gumpalan yang terlihat seperti kapas putih itu pun berubah warna menjadi sangat hitam dan gelap. Pantulan-pantulan yang terlihat menakutkan itupun semakin membunyikan gelegar bunyi yang sangat menyeramkan bagi siapapun yang mendengarnya, terutama bagi seorang gadis cantik yang terduduk gelisah dalam mobilnya bersama dengan seorang pria tampan tersebut.
Devandra memperhatikan Hazel sedari tadi yang sangat gelisah bahkan keringat yang mengucur dari pelipis gadis itu membuat Devandra menepikan mobilnya untuk mengecek keadaan gadis disebelahnya itu.
Sementara Hazel semakin tidak tenang dalam duduknya, matanya semakin terpejam dengan kedua tangan yang mulai menutupi kedua telinganya.
Kilatan gemuruh petir semakin terdengar di telinga Hazel. Kini Hazel tidak bisa menahan ketakutan dan rasa sakit yang dialami tubuhnya itu, tangannya berusaha menutupi telinganya yang semakin berdengung nyaring dan matanya yang mulai mengeluarkan cairan bening karena menahan rasa sakit yang selalu menyerang kepalanya disaat seperti ini.
Kondisi Hazel yang seperti itu pun membuat Devandra semakin cemas, pasalnya sedari tadi dia berusaha menenangkan Hazel tapi Hazel tetap merintih kesakitan sembari menutupi kedua telinganya seolah tidak ingin mendengarkan suara apapun sekarang.
"Zel, hey liat gue!!!"
Devandra mencoba meraih tangan Hazel yang menutupi telinganya dengan erat itu. Ia sungguh bingung apa yang harus ia lakukan saat ini terhadap Hazel yang semakin histeris dan menggaduh kesakitan sekarang.
"Mommyyyy hiksss"
Hazel semakin merasa kepalanya sangat sakit, bak kaset kusut yang selalu mencoba memainkan sebuah film maka seperti itulah ingatan Hazel. Hanya kilasan hitam putih dan bunyi decitan yang semakin memekakan telinganya.
Sementara Devandra mencoba berbagai macam cara untuk menenangkan Hazel, disisi lain ada kedua gadis yang sama cemasnya terhadap Hazel. Melihat hujan turun dengan deras diiringi petir yang menggelegar dan angin yang berhembus kencang membuat Riri dan Vania sangat khawatir pada Hazel.
Mereka mencoba menghubungi ponsel Hazel dan menunggu panggilan tersebut tersambung sesegera mungkin. Mereka sangat tahu dalam keadaan seperti ini, Hazel tidak akan bisa mengontrol dirinya dan akan membuat Hazel berakhir dengan keadaan tidak sadarkan diri.
Mendengar suara getaran ponsel didalam tas Hazel membuat Devandra langsung mengambil tas tersebut. Panggilan dari seseorang yang juga ia kenal membuat Devandra langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Hallo zel lo dimana?? kita jemput lo sekarang ya?? "
Suara gadis yang terdengar sangat cemas itu sangat Devandra kenali. Vania, yang berada diseberang sambungan telepon itu itu pun mendengar suara rintihan dan tangisan Hazel yang membuat Ia dan Riri semakin Khawatir.
"Zel, lo denger gue kan?? Tenangin diri lo zel"
Devandra memutuskan untuk bicara sekarang, ia tidak bisa menimbangkan apapun lagi sekarang. Kondisi Hazel lebih penting dari apapun.
"Vania, ini gue Devandra"
Hening sejenak tapi kemudian suara Vania mendominasi sambungan telfon tersebut. Vania memberi arahan pada Devandra apa yang harus ia lakukan pada Hazel sekarang dan hal itu di dengarkan oleh Devandra dengan seksama hingga panggilan tersebut dimatikan dengan sengaja oleh Vania untuk memberikan waktu kepada Devandra untuk memberi pertolongan pada Hazel.
"Dengerin gue Dev karena ini satu-satunya cara nenangin Hazel.
Pertama, cari earphone ! Cari di tas Hazel, dia selalu bawa earphone kemanapun, kalau udah ketemu pakaikan di telinga Hazel dan sambungkan ke handphone lo.
Putar musik di handphone lo, pastiin itu bakal terdengar di telinga Hazel lewat earphone yang lo pasangin di telinganya"
Kata-kata dan arahan dari Vania membuat Devandra dengan segera mencari earphone berwarna putih gading tersebut didalam tas Hazel. Setelah Devandra menemukannya, ia pun menyambungkan earphone tersebut ke ponsel miliknya dan dengan segera memasangkannya di telinga Hazel.
Devandra sedikit kewalahan saat memasangkan earphone tersebut karena Hazel terus berontak untuk menutupi telinganya.
Kini earphone itu sudah terpasang dan Devandra sudah memutarkan sebuah musik klasik untuk Hazel dan membuat tangan Hazel kini mencengkram kepalanya. Dengungan di telinga Hazel memang sudah tergantikan dengan suara musik klasik yang ia sukai, tapi itu tidak membuat rasa sakit di kepalanya juga hilang.
"Kedua, sebisa mungkin alihkan pandangan Hazel dari hujan dan jangan biarin Hazel mukulin kepalanya.
Hazel akan tenang saat dia nggak liat hujan dan kilatan petir, setelah tenang nanti Hazel pasti akan jatuh pingsan jadi lp jangan panik dan tolong bawa Hazel pulang saat itu."
Kini Devandra memikirkan cara apa untuk menutupi hujan agar Hazel tidak bisa melihat keadaan dibalik kaca jendela mobilnya ini.
Devandra memegang tangan Hazel yang bersiap akan memukul kepalanya sendiri, hal itu membuat Hazel semakin merintih kesakitan.
Devandra meringis melihat keadaan gadis yang ia puja selama ini sangat berantakan dengan mata yang penuh dengan air mata, bibir yang memucat dan terus merintih kesakitan sambil memanggil Mommy dan Daddy nya sedari tadi, dan jangan lupakan wajah gadis itu pun semakin memucat.
Devandra memikirkan satu cara dan dengan segera ia membawa Hazel masuk kedalam dada bidangnya. Ia memeluk Hazel dengan erat sambil mengelus rambut halus panjang tersebut.
Butuh waktu sepuluh menit agar tangisan dan rintihan gadis dalam pelukannya ini berhenti. Entah mengapa melihat Hazel yang seperti ini membuat hati Devandra ikut merasakan sakit. Ini pertama kalinya dia melihat Hazel serapuh ini dan itu sama sekali tidak Devandra sukai.
"Gue disini, gue janji setelah ini akan terus ada disisi lo"
Itu bukan hanya kalimat penenang yang dilontarkan Devandra untuk Hazel tapi itu sebuah janji yang akan Devandra penuhi mulai sekarang.
Satu rahasia kelemahan yang gadis itu tutupi dari semua orang kini sudah terlihat oleh Devandra dan itu menandakan bahwa gadis yang ia peluk ini tidak semata hanyalah gadis rapuh yang berpura-pura untuk bersikap kuat tidak tersentuh.
Tubuh Hazel meluruh dipelukan Devandra. Devandra tahu bahwa Hazel kini tidak sadarkan diri seperti apa yang telah Vania katakan di panggilan tadi. Devandra melepaskan pelukannya dan mencoba mendudukan Hazel dengan nyaman di kursi mobil tersebut.
Ia memeriksa ponsel nya dan melihat arah lokasi rumah Hazel yang telah dikirimkan Vania di pesan miliknya. Ia mulai menyalakan mobil dan melihat Hazel sejenak sebelum ia mengemudikan mobil tersebut ke kediaman keluarga Hazel.
...----------------...
Mobil merah itu kini terpakir sempurna dan langsung dikelilingi oleh para pelayan dari rumah tersebut. Riri dan Vania juga kini sudah berada di samping mobil tersebut. Devandra keluar dari mobil dan berpindah membuka pintu mobil disampingnya. Ia bersiap untuk menggendong Hazel ala bridal style.
Sejenak Devandra melihat semua orang yang kini menatap khawatir pada gadis yang ada dalam gendongannya tersebut. Devandra tahu bahwa ada hal lain yang membuat Hazel mengalami trauma seperti itu dan ia yakin bahwa semua orang yg kini ada di sekelilingnya tahu akan sesuatu yang terjadi pada Hazel, termasuk Riri dan Vania yang notabennya adalah sahabat dari Hazel.
Kini Devandra sudah berada didalam sebuah kamar yang didominasi warna putih dan biru tersebut. Wangi bunga dan buah tercium kedalam penciuman Devandra saat memasuki kamar milik gadis cantik ini. Menyukai Hazel selama satu tahun ini tidak membuat Devandra mengetahui segalanya tentang Hazel bahkan apa yang ia sukai pun Devandra tidak tahu.
Sikap Hazel yang misterius dan tidak ingin tersentuh oleh siapapun membuat Devandra sulit mencari tahu tentang gadis ini, tapi hari ini iya bertekad akan mencari segala hal tentang Hazel.
Ia membaringkan Hazel di ranjang besar miliknya. Seorang dokter sudah bersiaga untuk memeriksa keadaan Hazel. Beberapa pelayan telah turun kebawah dan hanya tersisa Riri, Vania, kepala pelayan dan juga Devandra.
Kini dokter telah selesai memeriksa keadaan Hazel setelah menyuntikkan sebuah cairan ke lengan Hazel.
Ketiga orang yang ada didalam kamar tersebut hanya berdiam diri dan menatap Hazel. Vania terlebih dulu menoleh kearah Devandra dan disusul oleh Riri setelahnya.
"Thanks lo udah bawa Hazel pulang dan berhasil nenangin Hazel"
Devandra diam dan mengangguk sebagai jawabannya, Riri yang menyadari sejak tadi Devandra hanya diam pun menyenggol lengan Vania dan memberi isyarat akan sesuatu. Vania pun menganggukan kepalanya seolah tahu apa yang dimaksud oleh Riri.
"Hal ini tolong jangan lo kasih tau siapapun dan kalau bisa lo lupain kejadian ini"
Mendapat kalimat seperti itu dari Vania membuat Devandra menoleh menatao kedua gadis di hadapan nya ini.
"Apa yang sebenarnya terjadi sama Hazel? Kenapa dia terlihat ketakutan karena hujan dan petir?"
Riri dan Vania kini saling bertatapan dan membuat Devandra semakin menatap keduanya. Hal itu membuat kedua gadis itu tidak tahu harus berkata apa pada pria didepan mereka ini.
Devandra tahu keterdiaman Riri dan Vania menambah fakta bahwa telah terjadi hal yang menyakitkan bagi Hazel.
"Gue tau lo berdua tau semuanya dan gue cuma ingin lo berdua cerita semuanya ke gue tentang Hazel"
Sembari menunggu kedua gadis ini bicara, Devandra melangkahkan kakinya dan duduk diranjang disebelah Hazel. Ia menatap kedua bingkai foto yang mencuri perhatiannya.
foto dengan latar gadis kecil dengan ketiga orang yang berbeda tapi sama-sama terlihat kehangatan dari kedua bingkai tersebut.
Dia memegang salah satu bingkai foto tersebut dan melihat kearah bingkai yang satunya.
ada satu wanita dewasa tapi dengan kedua pria dewasa yang berbeda. Kegiatan yang dilakukan Devandra tidak lepas dari kedua pandangan Riri dan Vania.
"pasti lo bertanya-tanya siapa wanita dewasa yg sama di kedua bingkai tersebut kan?"
Kini giliran Riri yang berbicara dan mendekati ranjang yang sama. Kini ia mengambil satu bingkai yang ada diatas meja disamping ranjang tersebut.
"Bingkai foto yang lo pegang itu berisi Hazel kecil dengan kedua orangtua kandungnya."
"Wanita yang sama dikedua bingkai foto itu sebenarnya adalah dua wanita yang berbeda. "
Devandra semakin terlihat bingung dengan kalimat yang dikeluarkan oleh Riri. Vania hanya membiarkan Riri untuk menjelaskan nya pada Devandra. Vania bergerak kearah seberang Devandra dan kini duduk disamping Hazel.
"Mereka berdua adalah saudari kembar. Foto yg lo pegang itu adalah Hazel kecil bersama tante Kayra dan Om Markus yang merupakan kedua orangtua kandung Hazel."
Riri menghembuskan nafasnya dengan berat, menceritakan hal ini hanya membuat dirinya juga merindukan kedua sosok manusia tersebut. Kedua manusia yang sudah memberi kehidupan baru untuk dirinya dan Vania, kedua manusia baik hati yang memberikan pendidikan dan segala kebutuhan mereka juga membiarkan mereka bersahabat dengan putri mereka yang sangat berharga.
"Sementara foto yang saat ini gue pegang adalah foto Hazel kecil dengan Tante Kayla dan Om Mikhayla yang merupakan Aunty dan Uncle dari Hazel dan saat ini beralih menjadi kedua orangtua Hazel"
Devandra hanya terdiam mendengar setiap kalimat dan kata yang diucapkan oleh Riri. Banyak sekali pertanyaan didalam otaknya kini tapi ia tahan hingga Riri selesai menceritakannya.
Kedua mata Riri kini tampak basah karena airmata menggenang dipelupuk matanya.
Tidak jauh berbeda dengan Riri, Vania yang disebelah Hazel pun terlihat menundukan wajahnya dalam sehingga semua itu menjadi tanda tanya bagi Devandra.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments