Kenyataan Budi yang dengan sengaja mengh*ina wajah Suci, membuat Suci meragukan rencana Budi yang akan menceraikan Nurma, selaku syarat dari rujuknya hubungan mereka.
“Sebenarnya apa alasan mas Budi masih ingin mempertahankan hubungan kami, jika kepadaku saja, dia sudah mati rasa bahkan jij*ik? Karena andai semua ini demi Binar, andai mas Budi juga sama sepertiku yaitu membuat Binar memiliki keluarga sempurna, harusnya mas Budi juga mulai belajar menghargai sekaligus menerimaku lagi, kan? Kok aku jadi enggak yakin ya. Aku enggak yakin mas Budi beneran akan menceraikan Nurma. Tapi ya sudahlah, dijalani dulu saja. Tinggal nunggu keputusan Binar. Biar Binar tahu sendiri karena andai aku yang kasih pengertian, atau andai orang lain yang kasih tahu dan Binar enggak lihat bukti kejadiannya secara langsung, Binar pasti enggak percaya. Yang ada, Binar bisa marah bahkan benci ke aku andai aku nekat kasih tahu,” batin Suci tetap memeluk sekaligus mengel*oni Binar.
Berbeda dengan Budi yang tak mau dekat-dekat dengan Suci andai itu tidak karena terpak*sa, Binar nyaman-nyaman saja di dekat Suci. Malahan sebelum tidur tadi, Binar yang memeluk Suci penuh sayang, tak segan men*cium kening, maupun bagian wajah Suci yang lain dan sampai detik ini masih ditutup cadar.
“Ya Allah, hamba benar-benar pasrah. Hamba ikhlas. Sungguh Maha Sempurna Engkau atas skenario hidup yang Engkau ciptakan untuk hamba. Dan hamba juga percaya, bahwa Engkau telah menyiapkan skenario terbaik untuk mas Budi!” batin Suci yang berangsur meninggalkan Binar dengan hati-hati.
Binar sudah tidur dan Suci siap kembali bekerja. Namun sebelum pergi, Suci sengaja pamit kepada Budi. Di seberang sana, Budi tampak sibuk dengan ponsel.
“M-mas ...,” panggil Suci lirih.
Namun dengan cepat, Budi yang masih sibuk dengan ponselnya dan tak sedikit pun melirik Suci, berkata, “Aku lagi sibuk mau urus travel, Ci. Kamu kan tahu, ada tiga mobil yang dipegang orang, terus aku juga pengin mulai narik!”
“Iya ... aku cuma mau pamit kerja, kok,” ucap Suci yang hanya dibalas gumaman oleh Budi.
“Sikap dan cara mas Budi begini, bikin rencana kami terasa makin mustahil. Mustahil mas Budi menceraikan Nurma. Andaipun sampai iya, sepertinya mas Budi juga akan kembali mendua apalagi ucapan mas Budi yang bilang mati rasa ke aku memang beneran sudah enggak bisa diubah. Enggak apa-apa, Ci. Beneran enggak apa-apa. Kamu tinggal tunggu semuanya terungkap dan Binar tahu secara langsung. Sudah ikhlas saja, tebar tuai benar-benar ada!” batin Suci. Demi Binar, Suci berusaha memasang wajah bahagia. Selain itu, Suci juga berusaha memaafkan Budi, memulai semuanya dari awal.
Memaafkan bukan berarti mencintai Budi dengan segenap jiwa, layaknya sebelumnya, sebelum hubungan mereka disertai Nurma. Benar-benar bukan untuk itu. Karena berulang kali disakiti membuat Suci mati rasa, Suci tak lagi percaya kepada cinta bahkan janji manis dari lawan jenis. Kini, hidup Suci tak lebih dari berjuang demi anak dan sebisa mungkin main cantik. Suci tidak akan memberontak lagi. Suci akan tetap diam tanpa menuntut apa pun. Namun dalam diamnya, Suci juga sengaja menyiapkan masa depan lebih baik, khususnya untuknya dan Binar.
Seharian ini, Suci sengaja menahan lapar lantaran ia tak berani masuk ke kantin. Suci ingat betul ucapan Budi yang mengatainya jij*ik. Terlebih pada kenyataannya, Suci juga menci*um aroma menjij*ikkan yang dimaksud dari wajahnya sendiri. Suci tak mau, mereka yang di kantin malah terganggu akibat kedatangannya.
Hanya saja, ternyata Ojan datang membawa nampan berisi jatah makan untuk Suci. Ojan tak datang sendiri karena pria penyuka warna pink dan memiliki level energik di atas rata-rata manusia normal, datang dikawal Sepri.
“Mbak Suci, dari tadi kok makanannya enggak diambil?” sapa Ojan dengan ceria kemudian meletakan nampan berisi jatah makan lengkap dengan minum untuk Suci, di meja perawat.dan kebetulan tidak ditinggali Suci.
Karena demi menjaga jarak dari pekerja lain agar tidak terganggu oleh aroma menjij*ikkan dari wajahnya, Suci terus menyibukkan diri. Bersih-bersih menjadi pilihan Suci. Tak lupa, Suci juga rutin menyemprot cadarnya agar aroma dari wajahnya agak terhalau.
“Kamu kenapa, sih, Mbak? Itu lantai sudah bersih, loh! Bersih banget malahan. Mengkilap!” tegur Sepri yang langsung merasa stres lantaran Suci tidak mau diam kemudian istirahat.
“Kinclong mirip gigi aku yang selalu aku gosok sehari sembilan kali. Biar aroma mulutku juga wangi. Jadi pas panggil janda, aroma mulutku yang mengikat mereka!” ucap Ojan dengan cerianya.
“Mengikat bagaimana, sampai sekarang saja belum ada janda yang benar-benar kamu ikat! Ciiiiiihh!” timpal Azzam yang kebetulan baru datang.
Suci yang menenteng ember pel berikut pel-nya, langsung menahan tawanya. Sebab Suci sangat hafal, suasana akan langsung ramai penuh gelak tawa andai kebersamaan Ojan dan Sepri sudah disertai Azzam, kekasih Sundari—adik Sepri. Namun, Suci memilih pamit karena malam ini juga, Binar diizinkan pulang. Keadaan Binar benar-benar sudah sangat baik. Dan Suci bermaksud siap-siap. Walau baru masuk ruang rawat Binar, Suci sudah langsung dilirik sebal oleh Budi. Seolah, menampakkan diri di hadapan Budi saja merupakan kesalahan fatal yang telah Suci lakukan.
Binar sudah bangun dan tengah duduk sila sambil menerima suapan buah dari Budi. Selain itu, Budi juga melakukannya sambil memegangi ponsel yang tengah Binar gunakan untuk menonton kartun kesukaan bocah itu.
“Mamah!” sapa Binar ceria.
Suci sudah langsung tersenyum ceria menatap putrinya. “Iya, Sayang ... Mamah siap-siap dulu yah, soalnya malam nanti setelah Mamah beres kerja, kita pulang. Mumpung belum ada pasien lagi, Mamah beres-beres di sini dulu,” ucap Suci sudah langsung mengeluarkan ransel dari lemari kecil di sebelah Binar. Tempat biasa ia duduk terjaga di sana untuk Binar.
“Asyikkkkk, aku seneng banget! Makasih Mamah, ... makasih Papah. Aku sayang banget ke Mamah Papah!” sergah Binar yang terus tersenyum lepas. Senyum lepas yang langsung menular pada kedua orang di sana. Meski ketika tatapan Suci dan Budi tak sengaja bertemu, Budi langsung menepisnya dengan lirikan yang sangat sinis.
***
Pulang ke rumah, kuasa Binar membuat Budi selalu bersama Suci dan Binar. Nurma apalagi ibu Syamsiah tak memiliki kesempatan dan jadi kesal sendiri.
Malam ini Suci dan Binar termasuk Budi, bermalam hanya beralas tikar karakter. Sebab setelah kasur di sana Suci angkut, ternyata tetap dibiarkan tanpa kasur dan digantikan dengan tikar. Kendati demikian, Binar tetap bahagia karena kebahagiaan Binar memang bersumber dari kebersamaan orang tuanya.
“Itu mereka lagi ngapain? Itu mereka beneran enggak terpisahkan mirip pengantin baru? Sumpah, ya. Ini enggak bisa dibiarin. Aku harus bertindak! Aku enggak mau kehilangan mas Budi apalagi sekarang mas Budi sudah sampai block nomor hapeku! Mas Budi juragan travel dan selama ini, hidupnya selalu berkecukupan, beda dengan papahnya anak-anak yang hanya jaya pas di awal-awal!” batin Nurma. Tak beda dengan suasana kamar di kamar Suci, di kamar Nurma juga belum ada kasus pengganti. Kasur di sana hanya diganti menggunakan tikar karakter yang sudah lusuh dan beraroma pesing karena sudah terbiasa diompoli oleh Al dan El. Karena meski sudah sekolah, Al dan El masih langganan ngompol setiap tidurnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Kamiem sag
aku syukurnya punya suami tampam pintar juga cukup kaya baik setia taat aturan negara dan agama
sekiranya berada diposisii Suci dgn anak pukimak seperti Binar aku tetap cerai dan buat Binar kusuruh milih mo ikut siapa ? anak dibela setengah hidup pun belum tentu berbakti
jadi utk Suci nikmati deritamu krn itu pilihanmu
2025-01-28
0
𝔸ℤℤ𝔸
𝗝𝗲𝗻𝗴𝗸𝗲𝗹𝗶𝗻 𝗯𝗴𝘁 𝘀𝗶 𝗯𝗶𝗻𝗮𝗿
2024-06-03
0
Jeni Safitri
Ini binar emang anak bangke, anak egois watak bpknya ini 😅😅😅 q yakin nanti dia juga akan dapat suami mirip bapaknya biar dia merasakan apa yg di rasakan ibunya, disana dia baru nyadar apa yg selama ini di rasakan ibunya
2024-01-23
3