Selamat Membaca
🌿🌿🌿🌿🌿
Rasa sakit yang begitu luar biasa ini seperti meremukkan tubuhnya, rasanya setiap bagian persendiannya seolah ingin luruh dari tempatnya.
Ternyata seperti ini rasa sakitnya saat akan segera melahirkan, rasanya benar-benar seperti ingin merenggut nyawanya.
" Ayo bu tetap semangat, mungkin sedikit lagi kepala bayinya akan terlihat. "
" Eeergh...
Naya terus berjuang dengan mengikuti aba-aba dari sang dokter.
" Ayo bu tarik napas lagi lalu keluarkan. "
" Eeergh... "
" Iya bu bagus, tetap semangat ibu Naya. " begitulah dokter wanita itu yang terus memberikan semangatnya untuk Naya.
Di ruangan bersalin ini hanya ada empat orang wanita, Naya bersama sang dokter dan juga kedua suster yang turut andil dalam membantu proses persalinannya.
Memang terlihat sangat miris, disaat sedang berjuang melahirkan anaknya, Naya sama sekali tak didampingi oleh seorang suami, tak ada tangan suaminya yang siap menggenggam tangannya sebagai penyambung kekuatan, hanya pegangan besi dari ranjang kasurnya inilah yang bisa sepasang tangannya itu genggam dengan erat agar bisa mendapatkan kekuatan.
" Ayo bu tinggal sedikit lagi, ini kepala bayinya sudah mulai terlihat, ayo tarik napas lalu keluarkan. "
" Eeergh... "
" Iya terus, lebih kuat lagi ibu Naya. "
" Eeergh... eeergh... "
" Iya ayo bu lagi, bayinya sudah mau keluar. "
" Eeergh... eeergh... "
" Eeergh... eeergh... "
" Oekk... oekk... oekk... "
Dan suara tangisan bayi pun akhirnya terdengar begitu menggema memenuhi ruangan persalinan ini.
" Oekk... oekk... oekk... "
Bayinya menangis seolah seperti menyapa semua orang yang turut menyaksikan kelahirannya.
" Oekk... oekk... oekk... "
" Selamat bu, bayinya laki-laki. " ucap sang dokter lalu ia pun meletakkan bayi mungil yang masih merah itu di atas dada Naya.
" Oekk... oekk... oekk... "
Tangisannya terdengar begitu kencang, bayi mungil itu menangis seolah ingin mengadu pada ibunya.
Bisa melihat dan mendengar tangisan bayi mungilnya membuat Naya begitu sangat terharu, bahkan tanpa disadarinya Naya menjatuhkan air matanya.
Benarkah dengan apa yang ada di depan kedua matanya, bayi kecil ini adalah anaknya, anak yang lahir dari rahimnya.
Naya tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun, rasa bahagia dan terharu telah bercampur aduk menjadi satu.
Dan bertepatan dengan lahirnya sang bayi mungil ini, terdengar di luar sana adanya suara azan subuh yang berkumandang.
" Oekk... oekk... oekk... "
" Ibu dengar itu?, di luar sana sedang azan subuh bu, sepertinya alam juga turut bahagia dengan kelahiran anak ibu. " seru dokter.
" Iya, di luar sedang azan, ini bukan sebuah kebetulan, sepertinya si kecil bisa membawa keberuntungan untuk ibunya. " begitulah seruan suster juga meski yang diucapkannya belum tentu benar.
Sebuah keberuntungan atau tidak, sama sekali bukan hal yang utama, yang pasti Naya begitu sangat bahagia karena bayi kecilnya ini telah lahir, akhirnya dirinya menjadi seorang ibu, mungkin karena sudah pasti bayinya ini lahir tanpa adanya seorang ayah sehingga Tuhan pun tetap turut memperdengarkan suara azan dengan cara yang lain.
" Oekk... oekk... oekk... "
" Baiklah bu, jika seperti itu bayinya akan kami bersihkan dulu. " seru sang dokter.
Dengan tersenyum Naya hanya mengangguk pelan, meski sebenarnya dirinya begitu sangat ingin menggendong bayi mungilnya tetapi apalah daya, tubuhnya rasanya masih begitu sangat lemas.
" Oekk... oekk... oekk... "
Bayi laki-laki itu masih menangis, tapi ia harus dibersihkan sebelum akhirnya diserahkan kembali pada ibunya.
*****
Ditimang-timang dan terus ditimang-timang seolah tiada lelah, karena cucu yang dinantikannya selama ini telah lahir membuat bu Aini tiada hentinya menggendong sang cucu, meski cucunya begitu sangat kecil namun bu Aini malah mengayunnya dengan lembut dalam gendongan hangatnya.
" Cucuku-cucuku, kamu tampan sekali ya nak, mirip siapa sih? cup... cup... " begitulah bu Aini yang merasa bangga akan ketampanan cucu mungilnya.
Wanita berumur yang telah menjadi seorang nenek itu banyak mengajak berbicara sang cucu, meski cucunya itu masih terpejam karena tidur namun tetap saja ia mengajak cucunya berbicara.
Kini, di ruangan perawatan ini hanya menyisakan mereka bertiga setelah sang dokter bersama dengan kedua susternya keluar dari ruangan ini.
Naya yang menyaksikan dua sosok yang ada di depannya hanya bisa diam, iya diam, diam karena merasa sedih.
Berulang kali ibunya mengatakan jika cucu kecilnya itu sangat tampan, dan ibunya berseru mirip siapa cucunya itu, tidakkah ibunya itu sadar dengan apa yang diserukannya, bukankah cucu mungilnya itu sangat mirip dengan ayahnya.
" Nay, terus putramu ini mau diberi nama siapa?, jangan kasih cucu ibu dengan nama yang jelek ya?. " seru bu Aini yang baru sadar jika cucunya masih belum memiliki nama.
Bu Aini mulai melangkah menuju kursi, nampaknya wanita yang baru menjadi seorang nenek itu sudah mulai lelah berdiri, dan akhirnya ia pun memilih duduk dengan masih menggendong cucunya.
" Bu, Naya mau nanti sore kita pulang dari rumah sakit. " seru Naya.
" Pulang?... jangan nak, kamu masih memerlukan perawatan, ada-ada saja kamu ini. " bu Aini menolaknya.
" Tapi bu, semakin lama di rumah sakit akan membuat biayanya semakin membengkak, nanti uang ibu bisa habis. " Naya benar sangat khawatir akan hal ini.
Melihat kekhawatiran putrinya membuat bu Aini jadi menggeleng iba, sebegitu khawatirnya kah putrinya ini sampai-sampai tak melihat keadaannya yang masih belum sehat.
" Sudahlah nak, kamu jangan terlalu khawatir, soal biaya itu urusan ibu, kalau uang ibu habis ya ibu akan bekerja lagi, sekarang yang ibu inginkan adalah kamu segera sehat. " itulah penjelasan Aini agar putrinya ini tak lagi merasa khawatir, sebagai orang tua tunggal Aini telah memikirkan semuanya.
Sungguh Naya merasa pilu yang mendengarnya, ibunya yang sudah tak lagi muda ini masih akan terus berjuang demi kebaikannya.
Jujur sebenarnya Naya ingin sekali menjatuhkan air matanya, tetapi itu tak mungkin, tak mungkin dirinya menangis di depan ibunya dalam keadaan seperti ini, nanti yang ada akan membuat ibunya menjadi sedih.
Sebagai seorang anak Naya merasa kurang berguna, karena hingga detik ini masih belum melakukan hal yang berarti apapun yang bisa dijadikan balas jasa.
" Kamu belum menjawab pertanyaan ibu Nay, putramu ini kamu beri nama siapa?, namanya harus yang bagus. " tanya bu Aini lagi.
" Arta, Arta Putra Arland. " sahut Naya.
Deg...
" Nak, ada nama ayahnya?. " Aini jadi merasa khawatir.
" Iya bu, Naya berharap jika suatu hari nanti mas Arland bisa mendapatkan ingatannya kembali, dan ketika dia sudah mengingatnya dia akan tahu jika telah memiliki seorang putra, yaitu Arta. " dengan sangat yakin Naya memberikan nama itu pada bayi kecilnya.
Bu Aini tak tahu harus menjawab bagaimana, jika Naya memberikan nama untuk putranya dengan begitu sangat mirip dengan nama ayah kandungnya maka itu adalah keputusan Naya.
Naya masih sangat berharap jika Arland kembali mendapatkan ingatannya, bahkan meski dirinya telah menjadi mantan istrinya.
Arland telah kembali mendapatkan ingatannya, Naya tak tahu jika ayah dari putranya itu telah sembuh dari amnesianya. Dan jika keduanya kembali bertemu belum tentu keadaan akan kembali membaik.
*****
Langit pagi yang datang menyapa terlihat cerah berseri seolah ingin menyampaikan jika hari ini ada sesuatu yang sangat menggembirakan.
Seperti hatinya saat ini yang merasa sangat gembira. Dengan melangkah santai Arland mulai melewati lorong kantor perusahaannya.
Arland melangkah dengan santai sehingga menjadi pusat perhatian oleh hampir semua karyawannya.
" Selamat pagi tuan Arland. "
" Selamat pagi tuan Arland. " dengan ramah para karyawan itu menyapa kedatangan tuan besarnya.
" Selamat pagi. " sahut Arland dengan kedua sudut bibirnya yang nampak tersenyum.
Dan Arland pun jadi menghentikan langkahnya.
" Bagaimana?, masih semangat untuk bekerja kan?, aku harap kalian semua masih semangat ya. " dengan ramah Arland memberikan semangat untuk para bawahannya.
Dan usai mengucapkan kalimat masih semangat itu Arland kembali lanjut melangkah, pria itu melangkah dengan senyuman kecil yang hampir semua orang di lorong kantor ini bisa melihatnya.
Dengan penuh wibawa Arland terus melangkah, saat ini suasana hatinya benar-benar sangat gembira, entah apa yang terjadi namun yang pasti Arland merasa bahagia.
Semua orang yang berjejer di lorong kantor ini jadi menatap tak percaya, mereka tak percaya jika sosok yang menyapa dengan tersenyum ramah itu adalah tuan Arland.
Ada apa dengan tuan Arland, mengapa menjadi sangat ramah seperti ini, tidak mungkin kan jika tuan Arland kembali amnesia dan berubah menjadi lebih baik.
Bersambung..........
❤❤❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments