Selamat Membaca
🌿🌿🌿🌿🌿
Suara-suara dari banyaknya orang seolah saling berbisik dan bersahutan memenuhi setiap sudut area yang menjadi tempat bertukar beli ini.
Berbagai barang yang dibutuhkan oleh hampir semua orang nyaris ada dan tersedia di tempat ini.
Meski di tempat ini sering ada aroma khas yang terkadang kurang begitu nyaman, tak membuat tempat ini jadi sepi pengunjung.
" Berapa ini semua totalnya bu?. " tanya bu Aini.
" Total semuanya sembilan puluh ribu bu. " sahut sang ibu pedagang.
Lantas bu Aini mengeluarkan selembar uang seratus ribuan dari dompetnya sebelum akhirnya uang itu ia serahkan pada sang ibu pedagang.
Dengan menyaksikannya Naya jadi tersenyum, akhirnya semua kue buatannya bersama ibunya laku keras di pasar.
Naya percaya jika ini semua terjadi juga karena rezeki yang Tuhan berikan pada anak yang masih di dalam kandungannya.
Semenjak memutuskan untuk pergi dari kampung halamannya dan tinggal di daerah ini, Naya bersama ibunya memutuskan untuk menjual kue dengan menitipkannya ke pedagang di pasar, meski kue yang dibuat hanya dua macam kue saja namun semua kuenya selalu laku habis terjual, dan sekarang Naya mendampingi ibunya untuk membeli bahan-bahan untuk pembuatan kue berikutnya.
" Ini bu kembaliannya sepuluh ribu ya. " sang ibu pedagang itu mengembalikan uang kembalian milik bu Aini, dan uniknya pandangannya malah tertuju pada perut besar Naya.
" Kehamilanmu sudah sangat besar nak, sepertinya sebentar lagi kamu akan segera melahirkan, apa suamimu tidak khawatir membiarkan istrinya yang hamil begini sering pergi ke pasar?. " begitulah kata sang ibu pedagang karena merasa cukup kasihan dengan keadaan Naya.
Dengan diam Naya hanya tersenyum kecil, mungkin ibu pedagang yang sudah menjadi langganannya ini merasa kasihan dengan keadaannya, jangankan apakah suaminya Arland merasa khawatir dengan keadaannya ya sedang mengandung seperti ini bahkan ia sendiri tak tahu jika saat ini dirinya sedang mengandung anaknya, tapi ya sudahlah, ibu pedagang ini sama sekali tak tahu dengan apa yang sudah dialaminya.
" Ya sudah bu terima kasih, kalau begitu saya dan putri saya mau lanjut beli yang lainnya dulu, mari. " bu Aini mulai mengakhiri obrolan ini agar tak lanjut pada hal yang lebih dalam lagi.
Dengan senatural mungkin Aini mencoba menggiring sang putri Naya untuk melangkah ke pedagang yang lainnya, sebenarnya mau senatural apapun keduanya bertingkah tetap saja bisa dilihat jika keduanya sedang menghindar.
Sementara di posisi lain nampak orang-orang mulai datang berkerumun, meski tak semuanya yang melakukan namun berkumpulnya mereka terkesan sangat menonjol di tengah banyaknya orang yang mengunjungi pasar ini.
" Bu, itu ada apa ya?. " Naya memandang ke orang-orang yang berkerumun itu.
" Ibu juga tidak tahu Nay apa yang mereka kerumuni, mungkin ada orang penting yang datang ke pasar ini. " sahut Aini hanya menurut praduganya saja.
Naya mengangguk saja, mungkin memang benar jika ada orang penting yang datang ke pasar ini, tapi siapakah orangnya dirinya sama sekali tak tahu, apa lagi orang-orang sedang berkerumun di sana, jadi siapa yang mereka kerumuni sama sekali tak bisa dilihat dengan jelas.
Sementara di sini di area di mana banyak orang berkerumun sudah disibukkan dengan handphone pintar mereka, mereka sibuk merekam dan mengambil gambar dari sosok yang datang ke pasar hari ini.
Sebagian orang sudah tahu akan sosok penting ini, tapi tak sedikit juga orang yang masih belum mengenalnya.
Dengan didampingi oleh sang supir pribadi pak Rahmat, Arland sedang berbincang serius dengan beberapa petugas yang bertanggung jawab di pasar ini.
Sungguh suatu penghormatan jika seorang yang terhormat seperti Arland bisa sampai berada di pasar seperti ini meski padahal kediaman pribadinya sangat jauh.
" Segala persiapannya untuk melakukan renovasi tempatnya di pasar ini telah kami siapkan tuan, adakah hal yang lainnya lagi yang perlu kami siapkan?. " seru sang petugas pasar karena merasa semua hal yang diperlukan telah ada.
" Jika memang semuanya sudah siap, aku mau minggu depan lokasi pasar ini harus dimulai direnovasi. " sahut Arland dengan tegas.
" Baik tuan Arland, sesuai yang tuan Arland suruh, akan ada para pekerja profesional yang akan merenovasi pasar ini. " begitulah sahutan sang petugas pasar dengan sangat yakin.
Dan mereka masih terus membahas hal penting mengenai lokasi pasar yang cukup luas ini agar bisa direnovasi menjadi pasar yang lebih baik dan menarik lagi.
Ya, sudah semenjak sekitar dua bulan yang lalu Arland telah resmi menjadi pemilik tanah di mana pasar ini didirikan, karena ingat jika sudah sangat banyak warga sekitar yang menggantungkan nasibnya di pasar ini membuat Arland mengurungkan niatnya untuk menggusur pasar.
Mungkin sulit untuk dijelaskan, seorang yang begitu keras kepala seperti Arland mau juga menggunakan hatinya untuk mengurungkan ambisinya, bisa dikatakan ini adalah pertama kalinya bagi seorang Arland bersedia mengalah.
Niat awalnya adalah untuk menguasai tanah di mana pasar ini didirikan karena lokasinya yang strategis, tapi siapa sangka keinginan itu sudah berubah menjadi sebuah sedekah, sedekah yang dapat membuat ekonomi warga yang telah menggantungkan nasibnya di pasar ini menjadi lebih baik.
Arland masih terus mendengarkan keluhan dan saran dari beberapa orang yang memang sudah sangat tahu akan seluk beluk pasar ini, sampai-sampai pria blasteran itu lupa jika sudah membiarkan supir pribadinya pak Rahmat yang sudah berumur tetap berdiri.
Untungnya pak Rahmat adalah orang yang sabar dan bisa mengerti, dan pak Rahmat juga sudah tahu bagaimana kebiasaan tuan Arlandnya.
Sebenarnya bukan masalah bagi pak Rahmat jika harus berdiri seperti ini, karena semenjak awal pandangannya sudah dimanjakan oleh banyakny dagangan yang tertata di hampir setiap sudut pasar ini.
" Itu banyak sayur-sayuran, sepertinya enak kalau dibawa pulang dan dimasak bi Ijah. "
Pak Rahmat tergiur akan banyaknya sayuran hijau yang tertata di sana, apa lagi semua sayuran itu telah dikerumuni oleh banyak perempuan.
" Ya ampun, bagaimana kalau semua sayuran itu habis?. " pak Rahmat merasa khawatir jika sampai tak kebagian sayuran yang dijual itu.
Satu persatu sayuran hijau itu telah berada di genggaman para ibu-ibu pembeli, dan satu ikat sayuran ukuran besar yang begitu menarik perhatiannya telah dipegang oleh seorang wanita yang tengah mengandung.
" Sayuran itu, ya ampun, kenapa dipegang dia semu... " batin pak Rahmat jadi tak lanjut bicara.
Wanita hamil yang memegang sayuran itu mengapa seperti tak asing. Pandangan pak Rahmat jadi tertuju pada sosok wanita hamil yang memegang satu ikat penuh sayuran, wanita hamil itu seperti orang yang dirinya kenal, tapi karena hanya dari bagian belakang tubuhnya yang bisa pak Rahmat lihat membuatnya masih tak terlalu yakin dengan sosok yang dilihatnya.
" Wanita itu, di mana aku pernah melihatnya?. "
Dengan masih berada diantara orang-orang yang mengerumuninya membuat pak Rahmat sebisa mungkin memperhatikan wanita hamil itu, entahlah, pak Rahmat merasa seperti mengenali wanita hamil itu.
Deg...
Antara tak menyangka dan merasa ragu itulah yang dirasakan pak Rahmat.
" Wanita itu kok seperti nyonya Naya?. "
Pak Rahmat merasa jika wanita yang hamil itu adalah nyonya Nayanya mantan istri dari tuan Arlandnya.
" Benarkah itu nyonya Naya?, tapi mana mungkin nyonya Naya ada di tempat ini?. "
Pak Rahmat merasa ragu tapi juga sangat penasaran. Dilihatnya tuan Arlandnya, tuan Arlandnya masih sibuk mendengarkan keluh kesah orang lain.
Karena keadaan masih seperti ini, membuat pak Rahmat ingin keluar dari kerumunan, pak Rahmat ingin memastikan apakah wanita hamil yang dilihatnya benar nyonya Nayanya atau tidak.
Bersambung...........
❤❤❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Uthie
baguslah ada yg tahu...
2024-01-29
1