Di ruangan makan sangat sepi karena kedua orang tuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Papa Violin masih mengurusin perusahaan miliknya karena dirinya belum mengundurkanp diri menjabat sebagai CEO grup Candra. Sementara mama Violin mengunjungi mansion milik keluarga Jayaputra untuk berbicara mengenai pertunangan putrinya dengan putra sahabatnya. Karena sebenarnya kemarin dirinya dan suaminya sudah membahasnya dan dia ingin membahas dengan sahabatnya berserta suami sahabatnya dengan sopan dan kekeluargaan.
Violin meminta pelayan yang bekerja di kediamannya dengan sopan untuk menghidangkan makanan paginya. Dirinya ingin pergi ke tempat perusahaan Alvaro untuk mengejar cinta Alvaro, sahabat kecilnya yang dianggap kakak oleh Alvaro sendiri. Umur Alvaro dengan Violin memang berbeda delapan tahun.
“Permisi, bisakah kalian menghangatkan atau menghidangkan sarapan buatku? Aku baru bangun tidur karena tidurku nyenyak sekali,” ucap Violin pada saat dirinya menuju ke dapur kediaman Candra yang para koki sudah ramai membuatkan menu untuk makan siang. Para pengurus dapur yang mendengarkan permintaan nona besar mereka dengan sopan sangat senang karena keluarga Candra memperlakukan dengan sopan dan tidak pernah bertindak dengan kasar kepada siapa pun.
Dengan penuh hormat mereka melayani nona muda mereka dengan baik seperti nona mudanya memperlakukan mereka dengan baik dan sopan. “Baik nona muda, Anda bisa tunggu di ruangan makan. Kami akan menghidangkan makan pagi untuk Anda,” ucap salah satu koki yang paling dekat dengan tempat nona mudanya mengintip mereka. Sementara Violin bertanya mengenai menu sarapan yang dimakan oleh mama dan papa karena dia sangat ingin mencoba menu lain di luar menu sarapan yang dimakan oleh papa dan mamanya.
“Oh ya, aku mau nanya tadi mama dan papa makan paginya menu apa?” tanya Violin penasaran. Dia kali ini ingin mencoba makan pagi yang berbeda dengan menu makan pagi yang dimakan oleh kedua orang tuanya.
“Tuan dan nyonya makan pagi dengan menu ala Barat, nona muda,” ucap kepala koki dengan sopan dan hormat. Namun Violin sedikit risi jika pelayan yang bekerja di kediamannya harus sopan dengannya. “Paman tidak harus sopan denganku. Santai saja. Panggil aku Vio saja paman,” pinta Violin. Para pekerja di bagian dapur hanya bisa tersenyum dan bersyukur jika mereka melayani orang yang sebaik, seramah dan sesopan seperti nona muda mereka yang tidak pernah menyombongkan diri sendiri dan merendahkan orang lain karena status yang dimilikinya lebih tinggi dari orang lain
Mereka juga bersyukur jika tuan dan nyonya mereka berhasil mendidik nona muda mereka menjadi gadis yang sopan, ramah, baik hati dan murah senyum. “Nona muda, untuk permintaan nona yang ini saya tidak bisa menyanggupinya.”
“Mengapa Paman? Apakah itu menggangu Paman? ” tanya Violin dengan penasaran karena pelayan yang bekerja di kediamannya tidak pernah memanggil namanya dan lebih memilih memanggil dirinya dengan sebutan ‘nona muda’ ketimbang nama aslinya. “Paman ini tidak sederajat dengan nona muda. Dan itu tidak sopan nona muda untuk paman ini,” ucap kepala koki memberi pengertian agar nona mudanya mengerti mengapa mereka tidak bisa memanggil nona muda mereka dengan nama nona muda mereka.
Sementara itu, Violin hanya bisa mengerecutkan mulutnya karena hanya bisa merujuk seperti itu dan dia tidak bisa berbicara karena memahami keadaan pelayan yang bekerja di kediamannya. “Ish... Paman tidak asyik, tidak mau memanggil aku dengan namaku,” omel Violin yang hanya bisa disenyumi oleh kepala koki mereka. Untuk
menghindari agar nona besarnya tidak berlama-lama dalam keadaan ngambek, kepala koki pun mencari topik pembicaraan. Dia juga tidak ingin nona muda yang sangat dia hargai harus merasa ngambek terlalu lama.
“Nona muda, apakah nona muda mempunyai permintaan untuk makan pagi nona? Soalnya makan pagi untuk nona muda sudah siap dihidangkan,” ungkap kepala koki bertanya kepada Violin.
Violin mendengarkan langsung senang dia ingin permintaan karena sedikit bosan dengan menu sarapan ala Barat. Dia segera memberi tahu kepala kokinya mengenai keinginan untuk sarapan paginya. “Paman, aku ingin sarapan ala Korea saja, Paman,” ungkapnya. Kepala koki dan beberapa koki mengangguk.
Sementara kepala koki menjawab sesuai dengan permintaan Violin, “Baiklah nona muda. Nona muda silakan menunggu. Makanan pagi nona akan sedikit lama.” Karena sudah mengetahui jika makan paginya akan sedikit lama dihidangkan dia mencoba untuk chat mamanya untuk mengetahui lokasi mamanya di mana.
“Mama, Mama ada di mana? Apakah berada di rumah orang tuanya Kak Alva?” chat Violin ke kontak sang mama yang dia simpan di handphonenya. Dia menunggu jawabannya dari sang mama. Dia mencoba mencari kontak Kak Alva, pemuda yang sudah membuatnya jatuh hati. Dia chat Kak Alva dan berharap jika Kak Alva yang membalas chatnya.
"Halo Kak Alva, ini nomorku. Vio. Simpan nomorku, ya Kak,” tulis Vio di kontak Kak Alva yang dia simpan dengan nama 'suami masa depan'.
Setelah melihat jika centang dua di kontak Kak Alva membuat Violin sedikit tenang setidaknya dia mendapatkan nomor pribadi Kak Alva dari mamanya dan benar itu nomor Kak Alva.
......****************......
Sementara di tempat lain, tepatnya di perusahaan yang dipegang oleh Alvaro selaku pewaris tunggal kerajaan bisnis Jayaputra.
Di ruangan kerja pribadi Alvaro pada saat bersamaan asisten pribadi Alvaro yang setia mengabdi kepada Alvaro memasuki ruangan bosnya dengan sopan. Dia tidak lupa mengetuk pintu ruangan pribadi sang bos yang sesuai dengan peraturan Alvaro, yaitu selalu mengetuk pintu atasan besar jika ingin melapor kepada dirinya.
Tok…tok…
Suara ketukan pintu terdengar dan disusul oleh suaranya yang memberi tahu jika dia ingin memberi tahu mengenai agenda yang akan dilakukan oleh Alvaro pagi ini.
“Tuan muda Alvaro, saya, asisten Anda ingin memberi tahu agenda hari ini,” ungkapnya sambil mengetuk pintu.
Alvaro yang sedikit melamun dengan memandang foto gadis kecil yang cantik dengan bermuka menggemaskan dengan sedikit betah. Dia juga memandang figura yang satunya yang berisi foto dirinya tersenyum riang dan tertawa bersama dengan gadis yang amat dia cintai.
Mendengar asistennya mengetuk pintu ruangan pribadinya membuat dia menyimpan dua figura yang sempat dia keluarkan dari laci meja kerjanya. Dia segera mengembalikan ke lacinya supaya kelemahannya tidak diketahui kecuali oleh asistennya.
“Silakan masuk!” ucapnya dengan sedikit memerintah agar asistennya segera masuk dan memberi tahu apa yang akan dia kerjakan selanjutnya.
Mendengar jika bosnya sudah mengijinkan dirinya masuk, dia membuka pintu ruangan dan segera menutupnya. Lalu menghadap meja tempat bosnya duduk di takhta kebesarannya. “Tuan muda, saya akan melaporkan jika setengah jam lagi tuan muda akan ada rapat dengan beberapa petinggi eksekutif mengenai rapat bulanan. Rapat akan diadakan di aula rapat ruangan C di lantai 30,” ucap sang asisten mengatakan sambil membaca agenda yang dia susun di tablet miliknya yang untuk tugas asisten presiden.
Alvaro yang mendengar lalu menjawabnya, “Sudah? Apa hanya itu saja?!” Asistennya langsung mengangguk kepalanya menandakan jika dia sudah selesai membaca agenda tuan mudanya yang sebentar lagi harus mendatangi rapat bulanan yang dilakukan oleh petinggi eksekutif mengenai kinerja kerja Alvaro sebagai seorang CEO sekaligus pewaris kerajaan bisnis Jayaputra.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Apa reaksi Alvaro ketika mendengar asistennya hanya membacakan agenda? Apakah Alvaro akan membalas atau membaca pesan dari Violin? Bagaimana dengan perasaan keduanya?
Sorry Author gantung ya.
Jangan lupa selalu mampir karya Author dan dukung selalu bagi Authornya ya. Sangkyuu.❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments