Hampir setiap malam Alindo ke luar rumah di bantu oleh Mamat dengan cara yang sama seperti malam sebelum-sebelumnya. Begitu pun malam ini kembali Aliando meminta Mamat untuk membantunya agar bisa keluar dari rumah yang sangat membosankan.
"Aduh Den sampai kapan sih main gendong-gendongan begini. Aku sudah kaya perjaka menculik anak perawan orang tiap malam," ujar Mamat.
"Oowh udah mulai mengeluh ya!" Aliando menjitak kepala Mamat ketika dirinya hendak di turunkan ke kursi roda dari gendongan Mamat.
"Aduh," Mamat mengelus kepalanya yang kena jitak.
"Bukan mengeluh Den maksud ku mau sampai kapan Den Al pergi malam gak bilang orang tua," Mamat menjelaskan maksudnya.
"Aah dulu juga mana pernah aku pergi pakai izin kan?!" Sahut Aliando.
"Iy.. iya.. sih," kini Mamat menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Ya sebelum-sebelumnya Aliando juga tidak pernah izin kalau pergi keluar malam pada orang tuanya. Tapi semenjak kecelakaan, Anton Wiryawan memasang semua sudut rumah dengan cctv. Aliando di awasi dengan ketat karena melihat kondisi fisiknya yang masih belum sehat.
"Ingat! Jangan coba mengadu-ngadu ya!" Acam Aliando, Mamat hanya mengangguk dan membiarkan mobil Roy melaju membawa anak majikannya itu entah ke mana.
Sementa itu dalam kamar orang tua Aliando, Anton Wiryawan sedang bingung sambil mengecek hapenya.
"Mah, aneh sekali pada jam yang sama cctv kita sepertinya ngadat atau bagaimana ya?!" Ujar Anton pada Anita yang hampir terlelap.
"Hah kenapa pah?" Anton pun mengulangi ucapannya sembari menyodorkan hape pada istrinya itu. Anita mengeceknya perlahan, ya betul saja cctv pada jam tertentu hilang atau mati.
"Mungkin mati listrik pah saat itu," sahut Anita.
"Tidak mungkin! Ku rasa ini sengaja di matikan biar kita tidak tau apa yang terjadi pada pukul setengah dua belas itu," Anton Wiryawan muali curiga.
"Pah apa mungkin Aliando kabur menemui teman-temannya berandal elit itu!?" Duga Anita.
"Berandal elit!?" Anton mengernyitkan dahinya.
"Maksud ku teman-teman geng mobilnya itu!" Ujar Anita.
"Tapi dia tampak tenang tidur," Anton memperhatikan layar hape yang menunjukkan gambar dalam kamar Aliando.
Anton dan Anita saling pandang dan bergegas turun dari ranjang. Mereka berdua keluar kamar menuju kamar Aliando.
Di tempat berbeda Aliando dan Roy tengah sibuk bertanding balap liar dengan geng club mobil mewah lain. Dalam satu mobil AMV milik Roy, pastinya milik orang tua Roy yang tak kalah tajir melintir. Pekerjaan orang tua Roy yang tukar guling kasus tentu saja menjadi lahan basah mendapatkan uang dan harta dari para pecundang negeri antah berantah ini. Akhirnya Roy juga kecipratan barang mewah seperti mobil yang kini dia tumpangi bersama Aliando.
"Hati-hati Roy tiga puluh meter belok ke kiri. Tri long kanan. Siap-siap tanjakan!" Aliando membacakan pacenote yang dia tulis untuk Roy. Layaknya pembalap yang profesional Roy tetap fokus ke jalan dan Aliando terus mengarahkan.
Ya mereka di jalan raya bukan sirkuit, yang sewaktu-waktu bisa saja tiba-tiba ada mobil atau kendaraan lain melintas. Tapi apa peduli para pemuda Borjuis itu yang penting adrenalin mereka terpacu hati mereka lega saat mampu melewati lawan-lawannya. Sudah hampir seminggu Aliando dan teman-temannya memulai lagi balap liar mobil ini. Kecelakaan yang menimpa dirinya tidak membuat Aliando berhenti melakukan kegiatan melanggar hukum itu.
Roy terus memacu laju mobilnya hingga mampu melampaui dua mobil di depannya. Di kota ini hanya ada tiga geng mobil mewah beda merk seperti ini, jadi ada dua atau tiga mobil yang biasa bertanding. Sekarang Roy dan Aliando memimpin di depan tinggal berapa ratus meter lagi menuju finish. Para anggota geng yang menunggu mereka sampai finish menjadi deg-degan dan tegang. Decitan pertama mobil Roy sampai di garis finish membuat semua orang yang tadi berhenti bernafas sejanak akhirnya berbarengan menghempaskan nafas dengan kasar. Sorak Sorai tepuk tangan meriah menyambut Roy yang keluar dari pintu kemudi dan Aliando yang melongok dari jendela co driver. Kedua pemuda itu mengembangkan senyum kemenangan. Tembakan bisa dari botol minuman beralkohol menyemarakan suasana suka-cita.
Tanpa Aliando sadari kegemparan terjadi di rumahnya. Semua orang di kumpulkan di ruang utama rumah, ada yang duduk d kursi, sofa, bahkan ngegelesor di lantai. Ya Anton marah besar mengetahui Aliando tidak ada di kamar. Dia segera memanggil semua sopir, asisten rumah tangga, tukang kebun, dan lain-lain. Semua pekerja dalam rumah tangganya. Anton dan Anita duduk di depan semua para pekerjanya dan mulai sepatah dua patah kata keluar dari mulut Anton.
"Ada yang tau kenapa kalian kami berdua kumpulkan di sini?" Para pekerja di rumah itu saling sikut menyikut dan kasak kusuk.
"Diam! Saya hanya butuh satu jawaban bukan suara ember berisik!" Anton membuat semua para pekerjanya seketika diam, berhenti kasak kusuk.
Semua tetap diam, tidak ada yang berani menjawab pertanyaan majikan mereka itu.
"Sekali lagi saya tanya! Ada yang tau kenapa kalian saya kumpulkan di sini!?" Tanya Anton dengan suara pelan namun tegas.
Para pekerja saling pandang bahkan menggeleng. Begitupun Mamat, dia malah tidak berani menggeleng atau mengangguk.
"Siapa yang mematikan cctv setiap puku setengah dua belas malam?!" Tanya Anton lagi.
Para pekerja rumahnya masih diam, hanya saling pandang dan menggeleng satu sama lain.
"Mengaku saja! Kalau pelaku tidak diketemukan, dini hari kalian semua saya pecat!" Ancam Anton dengan murka, semua kembali kasak-kusuk saling tuduh-menuduh.
"Diam! Tidak perlu kasak kusuk! Pelaku segera ke depan sini!" Anton menunjuk lantai di bawah lututnya.
Mamat pun beringsut maju ke hadapan Anton dan Anita yang duduk di kursi besar depan mereka semua. Para pekerja rumah itu semua menatap Mamat dengan tegang. Mamat tidak mau semua teman-temannya di pecat, padahal semua adalah perbuatan dia dan Aliando.
"Saya yang melakukannya tuan, atas permintaan den Aliando," ujar Mamat.
"Apa anak itu sudah gila! Tengah malam begini berkeliaran di luar sana! Memang anak itu sepertinya minta di usir dari rumah ini!" Ujar Anton bertambah murka.
"Oh jadi sebenarnya papa memang niat mau membuang aku dari keluarga ini?! Papa pikir aku takut di usir dari rumah ini!? Tidak pa, kalau perlu aku pergi sekarang juga!" Aliando menyeruak dari pintu utama rumah mewah itu sambil berteriak-teriak karena keadaannya memang setengah mabuk akibat minuman beralkohol yang dia tenggak bersama teman-temannya.
Anita, ibu kandung Aliando meneteskan air di sudut matanya. Tampak tak kuasa membendung perasaan sedih atas pertengkaran suami dan anaknya di tengah malam itu.
"Aku sudah lama menunggu kebebasan ini, bebas dari kalian berdua!" Tunjuk Aliando kepada kedua orang tua kandungnya itu.
"Anak tidak tau bersyukur! Hidup sudah enak malah mau memilih jalanan! Apa kamu sanggup hai anak manja! Baik, aku kabulkan permintaan kamu.." Anita makin berurai air mata mendengar bentakan Anton pada anak semata wayangnya. Dia tahu betul kalau Aliando tidak akan bisa survive hidup di jalanan.
"Sudah pah, tenangkan pikiran mu! Jangan bertindak sembrono yang bisa menyusahkan Al dan kita sendiri kelak!" Anita mencoba melerai adu argumen kedua orang yang dicintainya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments