"Rhania."
Rhania langsung menoleh ke arah sumber suara. Kemudian ia kembali berpaling saat tau siapa yang datang.
Shareen berusaha mendekat, ia berdiri di depan Rhania yang sedang duduk di kursi.
Melihat itu, Rhania langsung berdiri dan hendak meninggalkan Shareen.
Shareen menahan tangan Rhania. Sontak membuat Rhania menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Shareen.
"Mau apa kamu?"
"Bisa bicara sebentar? Ada yang ingin saya katakan," ucap Shareen.
"Tidak bisa!" jawab Rhania ketus. Ia masih sangat marah dengan kehadiran Shareen di rumahnya.
"Tolong dengarkan saya dulu. Apa kita tidak bisa berdamai? Mungkin setelah ini kita bisa jadi orang tua yang kompak untuk Alan," ucap Shareen lagi.
Rhania tersenyum kecut mendengar permintaan Shareen. Baginya itu tidak masuk akal dan dia tidak akan pernah mau melakukan itu.
"Apa katamu tadi? Berdamai? Orang tua yang kompak? Haha ... haha, jangan mimpi!" ucap Rhania lagi. Ia bahkan menekan telunjuknya di dada Shareen.
Shareen berusaha untuk tidak terpancing, toh ia kesini untuk meminta maaf. Jangan sampai ada masalah baru lagi.
"Saya mohon, jangan seperti ini. Saya juga minta maaf, jika perkataan saya kemarin siang menyakiti mu. Saya benar-benar tidak tau kalau kamu tidak bisa--."
"Tidak bisa apa?" potong Rhania marah. Bahkan matanya sudah melotot pada Shareen.
"Tidak bisa memiliki anak. Tapi kamu jangan cemas, sekarang Alan juga anakmu."
"Kamu!" Mata Rhania kembali melotot, bahkan sekarang ia gemetaran karna marah. Ia tidak percaya Shareen tau kekurangannya.
Shareen sedikit takut melihat Rhania seperti itu. Ia berusaha untuk mundur beberapa langkah.
"Siapa yang mengatakan itu padamu? Kamu jangan macam-macam dengan saya," ancam Rhania.
"Maaf Rhania. Saya tidak sengaja mendengarnya, saat kamu dan mas Keenan berdebat di kamar," jawab Shareen jujur.
"Huhu ... huhu ... huhu."
Shareen merasa bersalah sekaligus heran saat Rhania tiba-tiba menangis. Ia tidak tau jika Keenan sudah berdiri di belakangnya.
"Rhania a--."
"Shareen!"
Shareen terlompat karna kaget, ia gegas berbalik. Ternyata Keenan sudah berdiri dibelakangnya. Keenan menatap Shareen dengan tatapan marah.
"Apa yang kamu lakukan pada istri saya?" tanya Keenan sambil memegang pergelangan tangan Shareen.
Mendapati tidak ada jawaban dari mulut Shareen. Keenan beralih mendekat pada Rhania yang menangis tersedu. Ia kembali duduk di kursi.
Sedangkan Shareen masih mematung. Keenan begitu perhatian pada Rhania.
"Apa aku tidak istrimu juga, Mas?" tanya Shareen dalam hatinya. Air matanya mau menetes tapi cepat dihapusnya, sebelum Keenan dan Rhania melihatnya.
"Sayang, ada apa? Kenapa kamu menangis?" tanya Keenan sambil memeluk Rhania.
Shareen merasa sangat miris melihat itu. Keenan benar-benar tidak menjaga perasaannya. Bisa-bisanya ia memeluk Rhania dihadapan Shareen.
Walau bagaimana pun Shareen berusaha untuk tidak peduli, tetap saja tidak mudah baginya. Cinta dihatinya pernah begitu besar untuk Keenan.
"Aku sudah tidak kuat Mas. Lebih baik, aku pergi saja. Sepertinya dia tidak suka dengan kehadiran ku. Dia menghina ku Mas," kata Rhania. Ia masih menangis sambil menenggelamkan kepalanya di dada Keenan.
Shareen kaget dengan pengaduan Rhania. Tapi ia masih berusaha tenang. Ia ingin tau, penghinaan apa yang dimaksud Rhania.
"Menghina? Maksudnya?" tanya Keenan penasaran.
Rhania mengangkat kepalanya dan melepaskan tubuhnya dari pelukan Keenan.
"Dia menghinaku karna tidak bisa memiliki anak, Mas. Dia sengaja menguping pembicaraan kita. Ia sengaja mencari kekuranganku untuk menjatuhkan mentalku. Ia ingin aku mengalah, Mas. Dia ingin jadi istri kamu yang atuh. Bahkan di rumah ini aku sudah tidak punya privasi lagi. Ia akan terus menggangguku, dia sangat jahat, Mas," kata Rhania berbohong.
Rhania memang sengaja melakukan itu, tadinya ia tau kalau Keenan akan datang. Karena ia tadi duduk di sana menunggu Keenan yang akan berenang. Makanya ia pura-pura menangis saat melihat kehadiran Keenan.
"Rhania, kenapa kamu berbohong?" tanya Shareen tak percaya.
"Berbohong? Lihatlah, Mas! Bahkan sekarang ia menuduhku berbohong," kata Rhania. Bahkan sekarang ia kembali menangis tersedu. Keenan pun dengan susah payah menenangkannya.
"Aku tidak berbohong. Kamu yang berbohong. Aku kesini untuk meminta maaf," kata Shareen menjelaskan.
"Shareen, cukup!"
Shareen benar-benar tidak terima Keenan membentaknya lagi.
"Sekalinya salah, bukannya meminta maaf, kamu malah menuduh Rhania berbohong," lanjut Keenan.
"Mas, aku tidak seperti itu. Rhania yang berbohong, tapi kamu membelanya. Siapa sebenarnya di sini yang jahat. Aku atau kali--,"
Perkataan Shareen terhenti saat Keenan mengangkat tangannya. Tapi tangan itu berhenti di udara. Kemudian Keenan langsung menarinya lagi.
"Kenapa? Kenapa tidak jadi? Tampar Mas. Tampar aja sekalian," kata Shareen. Ia berusaha menarik tangan Keenan untuk menampar pipinya.
Keenan berusaha menahan tangannya. Tadi ia terpancing emosi, karna tidak tahan melihat Rhania menangis dan Shareen yang terus ngotot membela diri. Beruntung ia cepat tersadar.
"Mama ...."
Keenan menutup matanya. Ia berusaha untuk menenangkan diri. Sedangkan Shareen juga bergegas menghapus air matanya.
"Sayang," ucap Shareen. Ia menyongsong Alan yang berlari ke arahnya. Kemudian langsung menggendong dan menciumi pipi Alan. Ternyata Alan sudah mandi. Makanya sekarang ia sudah rapi dan wangi.
Alan datang bersama Ratih dan mama Lucy.
"Ada apa lagi ini?" tanya mama Lucy. Ia langsung menghampiri Rhania yang masih menangis.
Rhania kembali mengatakan pada mama Lucy kebohongannya tadi. Sehingga membuat mama Lucy melotot tajam pada Shareen.
"Alan, sama mbak Ratih dulu ya. Tunggu dimeja makan. Mamanya mau bikin sarapan dulu untuk Alan. Alan mau sarapan pake apa?" tanya mama Lucy.
"Nasi goreng," jawab Alan. Ia terlihat menggemaskan oleh cara ngomongnya.
"Siap, sekarang Alan tunggu dimeja makan. Biar mamanya bisa masak yang enak untuk Alan," bujuk mama Lucy lagi.
Alan menurut saja saat Ratih mengambilnya dari gendongan Shareen. Mungkin ia senang, karna akan makan nasi goreng kesukaannya. Tadi ia tidak mau sarapan. Makanya Ratih mencari Shareen atas saran papanya Keenan.
Ratih tidak menemukan Shareen di dalam rumah. Mama Lucy ikut mencari saat ia juga tak menemukan Keenan dan Rhania. Ia takut mereka ribut lagi. Dan ternyata yang ditakutkannya benar adanya.
"Keenan, bawa Rhania ke kamar. Tenangkan dia dulu. Kasihan dari kemarin ia terus menangis. Kalau perlu hari ini kamu bawa dia jalan-jalan. Biar hatinya senang," kata mama Lucy. Ia masih memeluk Rhania.
"Sayang, sana. Senangkan dirimu, pergilah keluar dengan Keenan," kata mama Lucy lagi, saat melihat Rhania ragu, ketika Keenan mengajaknya pergi.
Rhania mengangguk, lalu berdiri. Ia menautkan pegangannya di lengan Keenan. Lalu meninggalkan Shareen dan mama Lucy.
"Mau kemana kamu?" tanya mama Lucy. Ia menahan tangan Shareen, saat Shareen akan pergi juga dari sana. Shareen bukan ingin mengikuti Rhania dan Keenan, ia ingin ke dapur untuk membuatkan sarapan Alan.
"Saya mau buat sarapan untuk Alan, Bu," jawab Shareen sopan.
"Dengar, saya tidak akan membiarkan kamu menyakiti Rhania. Saya bisa saja mengusir mu seperti kamu mengusir kami waktu itu. Kamu beruntung, suami saya berbaik hati menerimamu. Dia hanya belum tau kebusukan mu. Tunggu saja, cepat atau lambat kamu akan terusir dari sini," ucap mama Lucy lagi.
Kemudian mama Lucy melangkah, ia akan masuk ke dalam rumah. Saat ia berjalan, ia menyenggol Shareen, sehingga Shareen tersorong ke dalam kolam renang.
"Tolong, tolong, Bu. Saya tidak bisa berenang," teriak Shareen. Ia berusaha meraih pinggir kolam renang. Tapi karna kolamnya dalam ia sangat kesusahan.
"Tolong! Tolong!"
Mama Lucy mendengar dengan jelas teriakan Shareen, tapi ia tidak peduli, ia tetap berjalan ke dalam rumah.
"Hah ... hah, tolong."
Napas Shareen sesak. Bahkan untuk berteriak minta tolong saja ia sudah kesusahan.
Ia berdoa ada orang yang datang untuk menolongnya. Tapi sepertinya harapannya sia-sia saja.
"Hah, Aallaann ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments