bab 3. kamu sudah berubah, Mas.

Shareen kembali ke dalam. Dia mengambil minyak kayu putih. Lalu mengoleskannya ke hidung Aditya. Tidak berapa lama, Aditya bangun dari pingsannya.

"Alhamdulillah," ucap Shareen dan para tetangga yang hadir di sana.

Meski hatinya masih sakit, tapi Shareen tidak lagi bertanya pada suaminya. Ia sekarang mencemaskan keadaan Aditya.

Para tetangga pun akhirnya memutuskan pulang ke rumah mereka masing-masing.

"Mas ... kamu gak apa-apa kan, Mas?"

"Aku baik-baik saja. Hanya saja kepalaku sedikit pusing. Mungkin karna belum makan."

"Maaf, Mas. Sekarang lebih baik kamu makan dulu. Tapi adanya cuma ini," kata Shareen sambil memberikan nasi yang penampakannya hampir mirip bubur. Di tambah dengan sayur bening bayam.

Aditya cuma memandang saja, tidak ada tanda-tanda kalau dia akan menyentuh makanan itu.

"Maaf, Mas, adanya cuma itu."

Sebenarnya Shareen tau, jika Aditya tidak suka makanan lembek, tapi mau gimana lagi, adanya cuma itu.

Aditya berdiri dan melangkah keluar, tapi Shareen menahannya.

"Mas, kamu mau kemana?"

"Aku mau ke pasar."

"Tapi, Mas ...."

"Tapi apa? Kamu mau berfikir macam-macam lagi. Atau kamu mau ke pasar juga untuk mempermalukan aku. Ayok, belum cukup dengan apa yang kamu lakukan hari ini. Silahkan sekarang berteriak sekencang-kencangnya, biar semua orang keluar dan kamu bisa menuduhku yang aneh-aneh."

"Aku tidak bermaksud begitu, Mas."

"Lalu apa maksudnya ha? Keterlaluan."

Brrukk

Aditya keluar sambil menutup pintu dengan kencang. Shareen kaget dan air matanya kembali turun.

Shareen terduduk di lantai sambil menangis.

"Bagus kamu ya, kamu nyantai-nyantai di sini. Sedangkan saya kamu suruh mengasuh anak-anakmu. Nih, anak kamu, nangis terus dari tadi. Bikin susah aja," kata Allia. Kemudian dia langsung pergi, tidak ada sedikitpun ia bertanya tentang keadaan Shareen yang menangis.

Shareen langsung mengambil Alan dan Alana. Dia merasa bersalah, karna masalah ini dia jadi lalai pada anaknya. Pasti mereka menangis karna lapar. Biasanya setelah mereka bangun, Shareen akan memandikan mereka. Lalu menyuapi mereka makan.

"Maaf ya Sayang, kalian pasti lapar ya. Ayok sini mama suapi makan dulu. Siap ini baru kita mandi."

Shareen menyuapi ke dua anaknya. Nampak anaknya makan dengan lahap. Sesekali Shareen menghapus air mata yang masih belum mau berhenti menetes.

****

"Assalamualaikum."

"Waalaikum salam. Sayang kamu kenapa?" tanya mama Lucyana pada Rhania, yang datang-datang langsung menangis sambil memeluknya.

"Mas Keenan, Ma."

Mama Lucyana langsung membelai rambut Rhania, ia melirik pada suami. Ia menyangka menantunya ini pasti sedang rindu dengan Keenan.

Semenjak Keenan hilang empat tahun yang lalu, Rhania masih belum bisa menerimanya. Orang tua keenan pun memahami perasaan sang menantu. Hubungan Rhania dengan mertuanya sampai saat ini memang masih sangat baik. Bahkan tidak jarang Rhania disuruh tinggal bersama mereka.

"Kamu yang sabar ya, Sayang, Sekarang Keenan pasti sudah beristirahat dengan tenang. Kita hanya bisa mendoakannya. Kamu tidak boleh seperti ini. Keenan akan sangat sedih, melihat kamu terus menangis."

Mama Lucyana mencoba menenangkan menantunya.

"Mas Keenan masih hidup, Ma."

Mama Lucyana dan suaminya saling tatap. Mereka pikir pasti Rhania sedang dilanda kesedihan yang mendalam. Sehingga pikirannya kemana-mana.

"Nak, jangan seperti ini. Kami ikut sedih, melihat mu begini. Kita harus ikhlas."

Kali ini papanya Keenan ikut menenangkan sang menantu.

Rhania melepas pelukan. Ia menghapus air mata, lalu duduk di samping mama Lucyana.

"Ma, Pa, dengarkan Rhania. Tadi Rhania ke pasar. Di pasar Rhania bertemu dengan seseorang yang sangat mirip dengan mas Keenan."

Rhania pun menceritakan semuanya.Ia diam-diam mengikuti Shareen dan Aditya pulang ke rumah mereka. Sehingga Rhania bisa tau dimana mereka tinggal.

Orang tua Keenan serius mendengar cerita Rhania.

Meski belum bisa sepenuhnya membenarkan ucapan Rhania. Tapi dalam hati mereka berharap semoga Aditya benarlah Keenan, anak mereka yang telah dinyatakan meninggal empat tahun lalu.

"Ayo Ma, Pa. Kita kesana, kita jemput mas Keenan Pa, Ma."

Rhania seperti anak kecil yang sedang merengek minta mainan pada orang tuanya. Orang tua Keenan sedikit kewalahan menghadapinya.

"Nak, dengarkan papa dulu, kami tau kamu sangat merindukan Keenan, kami pun sama halnya dengan kamu. Tapi kita tidak bisa begitu saja menjemputnya. Kita harus menyelidiki dulu. Apalagi seperti yang kamu bilang, kemungkinan Keenan hilang ingatan. Jadi kita harus mencari cara dulu untuk mengembalikan ingatannya. Baru kita bisa membawanya pulang."

"Tapi, Pa."

"Sayang, papa benar. Kita barus pikirkan caranya dulu. Kamu harus bersabar. Tambah kuat berdoanya. Semoga aja itu beneran Keenan. Dia pasti akan kembali pada kita."

"Baik, Ma, Pa. Rhania mengerti, Rhania akan sabar. Tapi apa yang akan kita lakukan untuk mengembalikan ingatan mas Keenan?"

Mama dan papa Keenan nampak berfikir.

"Nanti papa akan mengundang mama dan papa kamu ke sini, kita tunggu Gisella juga. Kita akan diskusikan bersama. Semoga saja kita bisa menemukan jalan keluarnya."

"Baiklah, sekarang Rhania pulang dulu. Besok Rhania kesini lagi sama papa dan mama."

"Iya sayang, kamu hati-hati ya. Jangan lupa berdoa untuk Keenan."

"Iya Pa, Ma. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

Rhania pun pulang setelah bersalaman dengan orang tua Keenan.

Selepas Rhania pulang, mama Lucyana langsung memeluk suaminya. Ia menumpahkan air mata yang dari tadi ditahannya. Tadi ia harus berpura-pura tegar, untuk menenangkan menantunya.

"Semoga itu benar-benar Keenan ya, Pa. Mama sangat merindukannya."

Papa Keenan mengelus lembut punggung sang istri. Sama dengan sang istri dia juga sedih. Tapi dia harus lebih kuat demi istri dan menantunya.

***

Shareen terus saja mondar mandir di depan pintu. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Sesekali Shareen juga melihat keluar rumah.

Hatinya dilanda rasa khawatir, semenjak pergi tadi, Aditya belum juga pulang. Biasanya sebelum magrib ia sudah sampai di rumah. Sedangkan ponselnya tidak aktif.

Perut Shareen keroncongan, dari tadi ia cuma makan sisa-sisa anaknya, ia melebihkan minum air agar perutnya terasa kenyang.

Shareen, mendengar motor Aditya dari kejauhan, ia bergegas membuka pintu. Aditya masuk sambil menenteng tas kresek berwarna hitam. Lalu meletakkan di atas meja makan.

Shareen ke dapur mengambilkan minum, ia juga membawa piring. Dia berfikir pasti Aditya membawa sesuatu, mungkin gorengan seperti biasanya. Pedagang yang gorengannya berlebih, biasanya akan memberikan pada Aditya.

"Di minum dulu, Mas."

Shareen kemudian membuka bungkusan plastik itu. Harum ayam goreng tepung langsung masuk ke hidungnya, itu membuat hati Shareen senang.

Ternyata benar, di dalam bungkusan, ada beras satu liter dan satu kotak, sepertinya berisi ayam goreng. Baru aja tangan Shareen menyentuh ayam di dalam kotak itu. Perkataan Aditya menghentikannya.

"Itu untuk makan Alan dan Alana. Besok pagi kamu bisa menghangatkannya untuk mereka."

Shareen urung membukanya, ia menyimpan kembali kotak itu.

Kemudian Aditya langsung pergi ke kamar meninggalkan Shareen.

Shareen terduduk di lantai, air matanya kembali menetes. Dia tidak menyangka Aditya akan bersikap seperti itu padanya.

"Kamu sudah berubah, Mas," ucap Shareen di sela-sela tangisnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!