bab 10. Alana sakit

"Baiklah saya akan pulang, tapi saya mencemaskan mu."

"Saya baik-baik saja," jawab Shareen.

"Apa kamu yakin?"

"Saya sangat yakin."

"Baiklah, kalau ada apa-apa hubungi saya saja. Saya akan selalu ada untuk kamu"

"Terima kasih Mas Dion. Apalagi saya bisa mengetahui ini semua berkat bantuan Mas Dion. Hanya saja, saya rasa itu tidak perlu. Saya bisa mengatasi masalah saya sendiri," kata Shareen.

Shareen lega, setelah akhirnya Dion pergi dari rumahnya. Sebenarnya Shareen tidak mau mengatakan itu. Tapi ia merasa risih dengan sikap Dion yang seperti ingin terlalu masuk dalam masalahnya. Apalagi melihat sikap Dion yang seperti mengakrabkan diri dengan Shareen. Padahal selama ini ia tidak begitu dekat dengan Dion.

Shareen mengunci pintu rumahnya. Ia menghampiri anak-anaknya yang duduk di lantai. Mereka hanya diam saja. Apalagi Alana yang tertunduk lesu. Shareen berfikir mereka mengantuk, ia pun mengajak sang anak ke kamar.

Shareen berusaha mencerna dengan baik, apa yang baru saja dialaminya. Sekuat apa pun ia untuk berdamai, tetap saja itu tidak akan mudah untuknya.

Alan dan Alana sudah tertidur. Shareen memeriksa kaki Alana yang tadi terluka karna terjatuh. Hatinya kembali teriris mengingat kejadian tapi. Apalagi saat Alana yang nyaris saja tertabrak mobil.

Shareen mengambil obat merah di lemari. Ia juga membawa kain dan air untuk membersihkan terlebih dahulu.

"Mas, lihatlah. Kamu menyakiti aku dan juga anak-anak mu. Bahkan Alana sampai harus terluka karna mengejar mu. Tega kamu Mas. Bahkan selama ini kamu tidak membiarkan Alana terluka sedikit pun. Tapi lihatlah sekarang. Hati dan tubuhnya terluka karna kamu abaikan," ucap Shareen disela tangisnya.

Shareen terus menangis, ia masih berharap semuanya hanyalah mimpi. Ia masih sangat berharap nanti Aditya pulang ke rumah.

"Papa ... papa ...."

Shareen melihat ke arah Alana. Ternyata ia mengigau, matanya masih tertutup.

Shareen akan menelpon Aditya, ternyata tidak bisa, karna tidak ada pulsa. Shareen bergegas ke warung untuk mengisi pulsa.

Shareen berlari agar cepat sampai, bahkan pulangnya ia juga berlari.

"Papa ... papa ...."

Samar-samar Shareen mendengar Alana yang masih mengigau. Tapi kali ini ia terus saja memanggil sang papa.

Shareen mendekati Alana, ia ingin memeluk Alana agar tenang.

"Astaghfirullah, badan Alana panas sekali, kenapa bisa begini," kata Shareen panik.

Shareen berlari mengambil obat demam yang kebetulan ada di rumah. Ia juga mengambil air panas dan handuk kecil untuk mengompres Alana.

"Papa ... papa ...."

"Alana sayang. Ini mama Nak. Alana bangun sayang. Alana minum obat dulu."

Shareen berusaha membangunkan Alana dengan menggoyangkan tubuhnya.

Lama sekali barulah Alana membuka matanya. Shareen langsung mendudukkan Alana di pangkuannya. Shareen menyendok kan sirup penurun demam anak pada Alana. Tapi Alana terus memuntahkannya.

Shareen mengulang lagi memberikan obatnya. Tapi lagi-lagi Alana memuntahkan obat itu. Padahal selama ini Alana tidaklah susah minum obat.

Shareen mulai panik. Air matanya terus menetes melihat Alana. Shareen akhirnya menggendong Alana sambil mengompres keningnya.

"Mas ... kamu dimana? Angkat telponnya Mas. Alana sakit, aku takut terjadi apa-apa sama Alana," kata Shareen sambil terus mencoba menghubungi Aditya. Tapi tetap saja tidak diangkat.

"Papa."

"Sabar Sayang, mama akan terus menelpon papa. Papa pasti akan pulang. Papa sayang Alana," kata Shareen pada Alana. Tapi tetap saja Alana memanggil papanya.

Tapi Shareen heran, kenapa Alana tidak menangis. Ia hanya memanggil-manggil papanya saja dengan lirih.

Shareen merasakan tubuh Alana yang masih sangat panas. Ia juga terus memanggil sang papa. Sedangkan Aditya tidak juga mengangkat telponnya.

"Akhhhhhh ... jahat kamu Mas," teriak Shareen sambil melemparkan ponsel jadulnya ke kasur. Ia putus asa karena tidak bisa menghubungi Aditya.

Shareen kembali mencoba memberikan Alana obat. Tapi kembali dimuntahkannya.

"Huhu ... huhu ... Alana kenapa seperti ini Nak? Kamu harus minum obat agar cepat sembuh. Mama tidak bisa melihat mu seperti ini," ratap Shareen.

"Alana ... kamu kenapa Nak?"

Shareen panik saat merasakan tubuh Alana seperti orang yang terkaget-kaget.

Shareen berlari keluar. Ia harus secepatnya membawa Alana ke rumah sakit. Tapi ia bingung karna Alan masih tertidur.

Sambil menggendong Alana, Shareen berjalan dengan cepat untuk ke rumah Allia. Di jalan ia terus saja menangis.

"Mbak Shareen, ada apa? Kenapa Mbak berjalan tergesa-gesa sambil menangis?" tanya bu RT. Kebetulan jalan ke rumah Allia melewati rumah bu RT.

"Saya mau ke rumah mbak Allia, Bu. Alana sakit, saya harus membawanya ke rumah sakit. Tapi di rumah Alan tidur sendiri. Jadi saya mau minta tolong mbak Allia untuk menjaga Alan."

"Ya Allah, badannya sangat panas. Emangnya Aditya mana?" tanya bu RT. Ia memegang kening Alana.

"Mas Adit lagi gak di rumah, bu. Saya permisi dulu ya, Bu."

"Ehh ... ehh Shareen. Biar saya aja yang jaga Alan. Kamu langsung pergi aja. Nanti kalau Alan bangun akan saya titipkan pada Allia."

"Terima kasih Bu. Bu RT langsung ke rumah saja. Rumah tidak dikunci. Saya pergi dulu."

Shareen langsung pergi setelah bu RT mengiyakan. Ia bersyukur bertemu bu RT, jadi ia tidak perlu berdebat dulu dengan Allia.

Shareen panik karna angkot maupun ojek belum ada yang lewat. Sedangkan badan Alana bertambah panas.

"Mbak Shareen ayo naik, saya disuruh mama untuk mengantarkan mbak ke rumah sakit," kata anak bu RT yang sudah berada di dekat Shareen.

Lagi-lagi Shareen bersyukur, ternyata masih ada orang baik yang mau menolongnya.

Bu RT sengaja meminta anak gadisnya mengantarkan Shareen, karna dari tadi ia memperhatikan Shareen belum juga mendapatkan tumpangan. Ia takut terjadi apa-apa pada Alana.

Mereka sudah sampai di rumah sakit. Shareen langsung menggendong Alana ke UGD. Shareen bahkan berlari, karna tadi Alana sempat kejang di jalan.

Alana sudah di tangani oleh Dokter. Gadis kecil itu terus saja kejang. Sedangkan suhu tubuhnya sangat tinggi.

Shareen benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya. Ia terus menangis melihat Alana seperti itu. Ia bahkan tidak tega saat Dokter menusukkan jarum untuk memasang infus di tangan Alana.

Ini kali pertamanya Alana seperti ini. Sehingga Shareen benar-benar ketakutan dibuatnya.

"Mbak Shareen, mas Aditya dimana? Sepertinya Alana menginginkan papanya," kata Mellani, anaknya buk RT.

Mellani mengatakan itu, karna dari bibir mungil Alana terus terdengar memanggil sang papa.

Mellani sengaja menemani Shareen. Ia merasa kasihan pada Alana. Apalagi Gadis kecil itu sering bermain dengan Mellani. Mellani yang tidak punya adik sangat senang bermain dengan Alana.

"Mas Aditya bekerja," jawab Shareen berbohong.

"Telpon saja Mbak. Kasihan Alana."

"Saya tidak bawa ponsel."

"Pake ponsel saya saja Mbak. Mbak pasti ingatkan nomor mas Adit?" Mellani mengambil ponselnya di kantong. Lalu menyerahkannya pada Shareen.

Shareen akhirnya memutuskan untuk menelpon dengan ponsel Mellani. Mana tau Aditya mau mengangkatnya. Dan benar saja. Baru sekali telpon saja, Aditya langsung mengangkatnya.

"Tega kamu Mas. Ternyata kamu sengaja tidak mengangkat telpon dari ku," ucap Shareen dalam hatinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!