"Hallo."
"Hallo Mas, ini aku Shareen. Alana sa ...kit."
Tut ... tut.
Panggilan terputus. Shareen yakin Aditya sengaja mematikan saat tau dia yang menelpon. Tapi Shareen tidak mau menyerah begitu saja. Ia tetap berfikir positif, mungkin terjadi gangguan pada jaringan.
Tapi sayang, saat panggilan kedua, Aditya tidak mau lagi mengangkatnya. Ia pun mengembalikan ponsel pada Mellani.
"Coba lagi aja Mbak," saran Mellani.
"Tidak usah Mel. Makasi ponselnya. Lagi pula jika tau, dia juga tidak akan peduli," jawab Shareen. Kemudian ia kembali menghampiri Alana.
Mellani tidak lagi bertanya. Ia sudah cukup paham, jika ada yang tidak beres antara Shareen dan Aditya. Hanya saja Mellani kesal, harusnya apapun masalahnya orang tua harus selalu ada untuk anak mereka. Apalagi saat anaknya sangat membutuhkan kehadiran mereka.
***
Hari sudah malam, bahkan Alana masih di UGD, meski sekarang ia sudah tidur, tapi tadi kejang Alana masing sering terjadi. Jadi dia belum dipindahkan ke ruangan rawat inap.
Mellani sudah pulang, Karna ia harus mengerjakan tugas kuliah untuk besok. Soal Alan, tadi Shareen sempat menelpon pada bu RT menggunakan ponsel Mellani sebelum ia pulang.
Alan sudah diantarkan pada Allia. Bu RT sudah menitipkan Alan untuk bermalam di tempat Allia. Ia juga sudah menceritakan pada Allia kalau Alana sakit dan harus dirawat.
Hati Shareen makin sedih, ia menunggui Alana seorang diri. Dalam kondisi seperti ini tidak ada satu pun keluarganya datang, meski hanya untuk sekedar bertanya tentang Alana.
Padahal ia masih punya Ayah dan kakak.
Shareen memandangi sekeliling ruangan UGD, kebetulan ada beberapa pasien juga di sana. Semuanya rame keluarga yang ikut. Bahkan sampai harus menunggu di luar. Karna tidak semuanya boleh masuk.
Untuk Aditya, Shareen masih sangat berharap, agar ia kembali. Paling tidak demi Alana.
"Mas, dulu ingatanmu yang hilang. Apa sekarang hati nuranimu yang hilang? Kenapa sangat tega dengan anakmu sendiri?" kata Shareen dalam hatinya.
Karna tidak tega dengan kondisi Alana, Dan juga karna diyakinkan Mellani, tadi Shareen kembali menghubungi nomor Aditya. Tapi masih tidak diangkat. Mellani pun menyarankan untuk berkirim pesan saja. Shareen pun melakukannya.
Tapi sampai sekarang, tidak ada tanda-tanda dia akan datang.
***
"Pa ... pa ... pa."
"Astaghfirullah, Alana. Maaf Nak, mama ketiduran. Alana ... dokter tolong anak saya Dok," teriak Shareen.
Ia panik, setelah memanggil sang papa Alana kembali kejang.
Tidak lama perawat dan dokter yang berjaga datang.
"Ibu agak minggir dulu, biarkan kami memeriksa pasien," ucap Dokter itu pada Shareen yang masih menangis sambil memegang tangan Alana.
Shareen beranjak sedikit untuk memberi ruang pada sang Dokter memeriksa Alana.
"Huhu ... hu ... hu ...."
Shareen masih saja menangis tersedu-sedu. Bahkan beberapa orang yang menunggui pasien lain datang ketempat nya.
Mereka merasa kasihan pada Alana dan juga Shareen.
"Huhu ... huhu ... Alana."
"Ibu tenang, ya. Doakan pasien, Dokter sedang melakukan yang terbaik," ucap seorang perawat menenangkan Shareen.
Shareen mengangguk saja. Mana mungkin ia bisa tenang saat anaknya terus saja kejang.
"Kasihan, dari tadi kejangnya belum berhenti."
"Iya, saya tidak tega mendengar tangisan ibunya."
"Dari tadi sering mengigau memanggil papanya. Entah dimana papanya, dari tadi tidak kelihatan."
"Iya, apa papanya sudah meninggal ya? Keluarga yang lain juga tidak kelihatan."
"Hu'uh. Kasihan ya. Semoga anaknya baik-baik saja."
"Iya kasihan."
Shareen mendengar, orang-orang membicarakannya. Shareen tidak menyalakan mereka. Toh, apa yang meraka katakan benar adanya.
Bahkan tangis Shareen makin menjadi mendengar itu.
"Ibu, silahkan kalau ingin menghubungi keluarga lain. Pasien sedang kritis," kata seorang perawat yang langsung membuat nafas Shareen seolah berhenti.
"Tidak, kenapa dengan Alana Dokter? Dia baik-baik saja kan. Katakan Dok, dia akan baik-baik saja kan?"
Shareen terus saja bertanya dan menangis. Ia memandangi Alana. Dokter juga membiarkan Shareen berdiri di samping Alana sambil memegangi tangan si anak.
"Jangan menangis Bu, teruslah berdoa untuk pasien." Perawat tadi yang menjawab.
Shareen berdoa sambil terus terisak. Ia juga Melafazkan surat-surat pendek yang ia hafal.
Ia berhenti, saat mendapati Alana tak lagi kejang. Ia sedikit lega, ia pikir Alana sudah mulai baikkan.
Dokter terus melakukan pemeriksaan pada Alana. Shareen sedikit tenang, ia terus berdoa dan memegangi tangan Alana.
Shareen melihat Dokter itu menarik nafas panjang, kemudian melirik pada perawat sambil menggelengkan kepalanya.
Shareen tertegun, ia belum paham apa yang terjadi. Tapi feelingnya seolah mengatakan sesuatu telah terjadi.
"Innalillahi wainnailaihi rojiun," ucap perawat itu serentak.
Shareen membeku, waktu seolah berhenti berputar. Semua seperti hening, Shareen seolah tidak mendengar suara apa pun. Ia hanya merasa sepi. Badannya terasa sangat ringan, tidak lama semuanya mulai gelap. Shareen jatuh pingsan.
***
"Mmhhh."
"Shareen, kamu udah siuman?"
"Bu RT, Ada apa dengan saya, Bu?"
"Kata perawat, kamu pingsan dari tadi."
Shareen mencoba mengingat kejadian tadi.
"Alana, tidak, dimana anak saya Bu?" tanya Shareen, ia langsung berdiri dan mencabut infusnya. Seketika darah mengalir dari tempat bekas infus tadi.
Bu RT bergegas memanggil perawat. Kemudian perawat itu menangani Shareen. Ia melakukan tindakan, agar darahnya tak lagi keluar.
"Bagaimana dengan Alana Bu? dia baik-baik saja kan?"
"Kamu tenang dulu, nanti kita ke sana. Ada Mellani yang menemani Alana."
Setelah itu, bu RT membantu Shareen ke tempat Alana yang masih sama-sama di ruangan UGD itu.
"Alana ... tidak, Dokter kenapa dengan anak saya."
Shareen masih belum bisa menerima keadaan Alana.
"Yang ikhlas Bu, kami sudah mencoba melakukan yang terbaik. Tapi Alana menyerah, mungkin Allah lebih menyayanginya. Makanya Allah memanggilnya pulang," kata Dokter itu, ia juga sedih, ia teringat anaknya yang juga telah duluan berpulang.
"Tidak Dok, Alana tidak mungkin menyerah. Alana bangun, Nak, mama berjanji akan membawa Alana ke tempat papa. Tapi Alana harus bangun. Huhu ... hu ...."
"Kamu yang sabar, Alana sudah tak sakit lagi," kata bu RT menenangkan Shareen. Ia juga ikut sedih.
"Alana Bu. Tolong bangunkan Alana, Bu."
Bu RT memeluk Shareen, ia menguatkan Shareen. Sedangkan Mellani mengurus kepulangan Alana.
Bu RT sudah menelpon Allia dan mengabarkan kalau Alana meninggal. Bukannya segera ke rumah sakit untuk menguatkan adiknya, Allia berkata menunggu di rumah saja. Ia beralasan akan kesulitan jika harus membawa Alan juga. Bu RT pun tak bisa memaksanya.
Bu RT juga sudah menelpon suaminya agar mengabarkan pada warga tentang berita duka ini. Ia meminta tolong sang suami untuk mempersiapkan pemakaman bersama warga yang lain.
Tadi pagi sebenarnya bu RT berniat untuk membesuk Alana di rumah sakit. Ia sengaja ikut dengan Melani yang akan ke kampus. Kebetulan kampus Mellani melewati rumah sakit itu.
Tapi saat ia sampai di UGD, ia malah mendapati Alana sudah meninggal dan Shareen juga pingsan.
Andai saja tadi bu RT tidak ada, entah siapa yang akan membantu Shareen. Bahkan Mellani terpaksa izin kuliah demi membantu Shareen.
***
"Apa tidak sebaiknya kita tunggu pak Aditya dulu?" tanya salah seorang bapak, saat Alana akan dibawa ke pemakaman.
Dari tadi beberapa orang sudah menghubungi Aditya tapi tidak ada yang diangkat. Bahkan ada juga yang mengirim pesan. Mereka masih berharap Aditya datang. Mereka semua memang belum ada yang tau tentang permasalahan yang sedang terjadi di keluarga Shareen.
"Tidak perlu, ia tidak akan datang, lagi pula saya tidak ingin membuat Alana menunggu lagi," kata Shareen.
Mendengar perkataan Shareen. Warga dipimpin pak RT yang juga seorang ustadz langsung melaksanakan pemakaman. Dan sekarang Alana sudah kembali dengan tenang pada sang pencipta. Meninggalkan duka yang tak akan pernah hilang di hati Shareen dan juga Alan, kembaran Alana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments