Sejak tahu ke mana roda motor Shaka diarahkan, sejak itu juga senyum tak lekang dari bibir Zivana. Ia sudah sangat menantikan hari ini.
Tak mau menunggu lagi. Ketika motor Shaka sudah berhenti sempurna, Zivana segera berlari masuk meninggalkan Shaka yang akan memarkir motor.
"Ayah!" pekik Zivana tanpa peduli apakah sedang ada pelanggan di toko atau tidak. Yang ia ingin adalah segera memeluk orang tua tunggalnya itu.
Namun, rautnya mendadak kecewa ketika bukan suara ayahnya yang menjawab. Melainkan Hesti—pegawai toko yang sejak dulu membantu ayahnya.
"Bapak sedang tidak ada, Zi. Tadi pamit pulang," ujar Hesti.
Zivana melirik jam di tangan. Tidak biasanya sang ayah pulang di jam segini. Bahkan di jam-jam begini justru toko sedang ramai dan ayahnya jarang sekali meninggalkan toko kalau tidak ada urusan yang benar-benar penting.
"Tumben jam segini pulang?"
"Iya, katanya sedang tidak enak badan."
"Udah lama pulangnya?"
"Belum. Palingan setengah jam yang lalu."
Zivana mengangguk paham. "Kalau gitu, aku pulang aja. Makasih ya, Mbak." Zivana kembali keluar, dan mendorong Shaka yang hendak masuk.
"Woy ... apaan sih, lo!"
"Kita ke rumah," jawab Zivana.
"Bokap lo nggak ada?"
"Ya jelas nggak ada lah. Udah, buruan!"
Zivana kembali naik ke atas motor agar Shaka segera mengantar pulang.
"Yah ... Ayah!" teriak Zivana begitu membuka pintu. Gadis itu sampai melupakan salam ataupun mengetuk pintu.
"Yah ...," panggil Zivana lagi.
Karena tidak ada sahutan Zivana berlari ke kamar ayahnya. Kosong. Zivana berlari ke dapur. Juga kosong. Ketika hendak beranjak dari dapur terdengar suara orang mau muntah dari kamar mandi—Letak kamar mandi memang bersebelahan dengan dapur.
Di rumah Zivana ini hanya ada satu kamar mandi. Tidak seperti di rumah Shaka di mana ada kamar mandi di setiap kamar.
Segera Zivana mengetuk pintu kamar mandi. Ingin tahu siapa yang ada di dalam.
"Yah," panggil Zivana sekali lagi.
Tidak ada sahutan. Namun, ketika Zivana ingin menekan handle pintu, kamar mandi terbuka. Menampilkan ayah Zivana dengan handuk kecil yang masih di tangan.
"Ayah," panggil Zivana lirih. "Ayah kenapa?"
Bukan tanpa alasan Zivana menanyakannya. Wajah Yusuf yang pucat membuat Zivana penasaran.
"Kamu pulang?"
Zivana tak menanggapi. Ia hanya ingin tahu apa yang terjadi dengan ayahnya.
"Ayah kenapa?" Zivana justru balik bertanya.
Yusuf mengusap mulutnya dengan handuk kecil di tangan. "Tidak apa-apa, mungkin cuma masuk angin."
"Tapi ayah pucat banget."
"Yah ...," sapa Shaka. Mengalihkan perhatian Yusuf juga Zivana.
"Ada Nak Shaka juga. Sudah ayo ke depan. Kamu buatkan minum untuk suamimu, ya," titah Yusuf. Memberikan handuk kecil yang ia bawa pada Zivana.
Ayah Zivana itu langsung mengajak menantunya kembali ke depan dan membiarkan Zivana di dapur membuat minum. Ia abaikan rasa mual yang tadi ia rasa.
"Sudah lama apa baru sampai?" tanya Yusuf pada Shaka setelah mereka duduk berhadapan.
"Baru tiba, Yah."
"Pulang kuliah?"
"Iya, Ziva kangen Ayah katanya."
Yusuf tersenyum datar sambil menggelengkan kepala. "Anak itu. Maaf ya, Nak, kalau Ziva belum bisa jadi istri seperti yang Nak Shaka inginkan. Dia masih harus di bimbing."
"Sama aja, Yah. Shaka juga masih harus belajar jadi suami yang baik."
"Ngobrolin, apa?" Zivana datang dengan nampan berisi dua gelas teh hangat. "Di minum dulu, Yah. Biar perutnya lebih baik."
"Ayo, Nak," ujar Yusuf mengajak menantunya.
"Ayah belum makan?" tanya Zivana.
"Sudah."
"Kapan?"
Zivana curiga sebab tidak ada makanan sama sekali di meja. Juga di dalam alat penanak tak ada sebutir nasi pun. Bukan tanpa sebab Zivana bertanya demikian, sebab sejak masih tinggal bersama Zivana Ayahnya itu memang tidak menjaga pola makan. Ia makan kalau tidak diingatkan.
Kesibukan di toko membuatnya lalai akan kesehatan.
"Tadi Ayah sudah sarapan, gantian sama Hesti di toko."
"Sarapan!" pekik Zivana.
"Yah, ini sudah sore. Sudah hampir malam dan Ayah baru makan sekali?"
Zivana tahu sekarang apa yang menyebabkan ayahnya tadi mual-mual seperti mau muntah. Pasti asam lambungnya naik lagi.
"Zivana akan masak, pokoknya Ayah harus makan." Seakan tak mau dibantah, Zivana berlalu begitu saja. Kembali ke dapur untuk membuat makanan.
Shaka yang sejak tadi diam, merasa heran dengan sikap berlebihan istrinya. Masak hanya karena ayah mertuanya melewatkan makan siang saja, Zivana sekhawatir itu.
Shaka memang tidak tahu riwayat asam lambung yang ada pada Yusuf. Jadi wajar jika pria itu menganggap Zivana berlebihan.
Sikap berlebihan Zivana tak cukup sampai di situ. Usai makan malam, gadis itu memohon-mohon pada Shaka untuk menginap di rumah ayah mertuanya.
"Semalam saja, please. Nanti aku sendiri yang akan bilang ke papa."
Shaka yang awalnya menolak jadi tidak tega ketika Zivana memasang wajah memelas. Alhasil menginaplah mereka di rumah Yusuf.
Ini pertama kali sejak menikah, Shaka menginap di rumah mertuanya. Juga bisa sedekat dan seakrab ini dengan sang mertua.
Shaka dan Yusuf sedang duduk di teras berbincang tentang banyak hal. Apa pun mereka bicarakan. Mulai dari bagaimana Yusuf merintis toko kelontong miliknya juga bagaimana menjadi orang tua tunggal untuk Zivana.
Semua Shaka dengarkan dengan baik. Dari cerita mertuanya, Shaka mulai mengangumi kegigihan pria seusia papanya itu.
"Yah, udah malam. Waktunya istirahat, ngobrolnya besok lagi." Zivana datang dan mengakhiri semua keseruan antara Shaka dengan Yusuf.
Pada putrinya itu Yusuf tak pernah menolak. Ia pun mengakhiri bincang santai dengan sang menantu. Juga meminta Shaka segera istirahat.
Setelah mengantar Yusuf ke kamarnya, Zivana segera menyusul Shaka ke kamar Zivana sendiri.
"Aawww ...." pekik Zivana begitu membuka pintu.
Shaka yang tidak tahu kalau Zivana masuk justru ikut berteriak tanpa tahu apa penyebab Zivana berteriak.
"Ada apa? Kenapa?" tanya Shaka ikut panik.
"Itu!" Zivana menunjuk ke bagian bawah tubuh Shaka.
"Oh ... ini?"
Zivana mengangguk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Bunda Aish
ada yang muncul ya zi 😵
2023-11-10
1
Erni Fitriana
kenapa bagian tubuh shaka zee???
2023-11-07
1
Purwanti Kurniawan
apa tuh yg di lihat ziva senjata pamungkas shaka
2023-09-26
1