Dinikahi Berandal Kampus
Bugh ....
Sebuah pukulan melayang keras ke pipi kiri Shaka hingga wajahnya berpaling.
"Mau sampai kapan kamu kayak gini! Belum cukup kamu bikin malu Papa, hah!"
Sekali lagi tangan dari pria yang berumur lebih dari setengah abad itu melayang ke pipi putranya. Panas, perih, itu sudah pasti. Pria itu tak pernah segan-segan dalam memberi pelajaran pada putranya sebab yang dilakukan Shaka sudah sangat membuatnya kecewa. Bukan kali ini saja, kesalahan Shaka sudah sering kali dibuat.
"Mas, sudah cukup! hentikan semuanya!" Winda berlari menghampiri sang putra dan merentangkan tangannya. Berniat melindungi Shaka dari amukan sang suami.
"Biar saja, biar anak ini belajar tentang kesalahannya. Biar dia tahu kalau yang dia perbuat bukan hanya merugikan dia tapi juga kita sebagai orang tuanya. Dia harus tahu kalau dia sudah mempermalukan kita!" teriak pria paruh baya itu dengan murka. Dia adalah Bagaskara Mahendra—ayah kandung dari Arshaka Mahendra.
"Tapi bukan begitu caranya, Mas. Mas sudah kelewatan, tidak seharusnya Mas menghajar Shaka seperti tadi," bela Winda.
"Dia memang pantas mendapatkannya!"
"Tapi, Mas ...."
Tak tahan melihat pertengkaran itu, Shaka menepis tangan Winda yang mencoba melindunginya dengan kasar. Ia Berlalu begitu saja dari ruang tamu dan pergi dengan wajah babak belur. Luka akibat tawuran kemarin saja belum kering kini ditambah lagi bogem-bogem mentah dari Papanya.
"Hei, mau ke mana, kamu?" teriak Bagas.
Melihat Shaka pergi, Winda mencoba berlari mengejar putranya yang lebih dulu tancap gas dengan Ducati warna hitam milik pemuda itu.
"Shaka!" seru Winda memanggil. Namun sayang, putra sulungnya itu sudah menjauh seiring dengan tarikan gas yang dipacu.
Arshaka Mahendra, pemuda dua puluh tiga tahun yang merupakan mahasiswa tehnik di sebuah perguruan tinggi swasta adalah anak laki-laki satu-satunya dari Bagaskara. Anak yang terkenal sebagai berandal kampus itu kini memacu motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia ingin pergi jauh dari rumahnya. Setidaknya menjauh dari laki-laki tua yang berpredikat sebagai papanya.
Bukan apa-apa. Hanya saja, Shaka dan sang papa seolah bagai air dan minyak. Tidak akan pernah bisa menyatu. Keduanya memiliki sifat yang sama-sama keras.
Meski begitu, Shaka masih berusaha menjaga posisinya sebagai anak di hadapan Bagas. Sebab itulah ia tidak pernah melawan setiap pukulan Bagas yang diarahkan kepadanya.
Ia hanya akan memilih diam dan menerima setiap luka dan kesakitan yang dilayangkan oleh papanya tersebut. Seperti hari ini ketika Bagas murka hingga kalap karena mendengar Shaka kembali ditangkap polisi karena aksi tawuran antar geng motor.
"Shaka!" teriak Winda sekali lagi. Kini air mata turut hadir dalam kesedihannya.
Ia kembali pada suaminya dan berkata, "Mas, sudahlah. Tolong maafkan Shaka, kita bisa bicarakan semua ini baik-baik."
Bagas menatap tajam istrinya yang sering kali membela Shaka.
"Mas tolong pikirkan lagi, jangan biarkan Shaka pergi," bujuk Winda lagi.
Saat Winda begitu gigih membujuk suaminya agar memaafkan Shaka, pemuda itu justru terus memacu kuda besi berwarna hitam menjelajah jalanan kota yang masih ramai.
Tak punya tujuan. Shaka hanya ingin menjauh dan menghilang dari orang tuanya saat ini.
Semakin dipacu semakin jauh jarak yang Shaka tempuh. Jalanan mulai lengang dan ia pun merasakan kering di tenggorokannya.
Shaka mulai mencari toko untuk sekadar membeli minum. Dengan memperlambat laju motor, Shaka melihat kanan dan kiri jalan untuk menemukan toko ataupun mini market.
Beruntung meski sudah hampir tengah malam Shaka melihat ada sebuah toko kelontong. Ia pun berhenti di depan toko.
Melihat seseorang yang hampir menutup toko Shaka berteriak. "Tunggu!"
Seorang gadis yang sudah menarik rolling door menghentikan gerakannya. Ia menoleh ke sumber suara. Di mana ada pemuda yang berlari ke arahnya.
"Tunggu, gue mau beli air mineral," ujar Shaka begitu berhadapan dengan gadis yang masih menahan rolling door.
Gadis berkuncir kuda dengan kaca mata itu menilik Shaka dari atas sampai bawah, lalu ke atas lagi dan berhenti di wajah Shaka yang penuh lebam. Dalam hatinya pasti pemuda ini usai tawuran.
Tidak-tidak, ia tidak mau membantu orang yang baru saja tawuran. Ia tidak suka sama sekali aksi tawuran itu.
"Hei!" Shaka menjentikkan jari di depan wajah gadis itu.
"Gue mau beli air mineral," ulang Shaka begitu mata mereka beradu.
"Maaf kami sudah tutup!" jawab gadis itu ketus.
"Apa? Bukannya ini baru mau tutup? Kan bisa ambilin gue satu," protes Shaka.
"Kami sudah tutup!" Gadis itu tetap kekeuh tak mau melayani Shaka.
"Hei ... gue bakal bayar sepuh kali lipat buat harga satu botol air mineral yang lo jual. Buruan ambilin!" Dengan sombongnya Shaka mengeluarkan lembaran uang merah seratus ribuan dari saku hoodie yang ia kenakan dan mengulurkannya pada gadis pemilik toko.
Tidak suka melihat sifat sombong dan arogan Shaka, gadis itu dengan sengaja menarik rolling door dan segera memasang gembok. Tanpa menggubris Shaka ia pergi begitu saja.
Merasa tidak dianggap, Shaka dengan kasar menarik pergelangan tangan gadis itu dan mencengkeramnya kuat. "Lo budeg, ya. Gue kan minta lo ambilin air mineral kenapa lo tutup pintunya!"
Tanpa rasa takut sama sekali, gadis itu menatap tajam tangan Shaka yang menempel di pergelangan tangannya. meraih kemudian menghempaskannya begitu saja.
"Kita sudah tutup, tidak melayani lagi pembelian apa pun. Bahkah kalau Anda membayar satu juta sekali pun!"
Seolah tidak mau kalah, gadis itu pun dengan sombongnya melenggang pergi dengan motor matic merah kesayangan. Membuat Shaka kesal dibuatnya.
"Cewek sialan!" umpat Shaka yang masih bisa di dengar oleh gadis itu.
Usai gadis itu menjauh, Shaka kembali naik ke atas motor. Suasana hatinya bertambah buruk. Semakin emosi karena ulah gadis pemilik toko. Ia pun semakin memacu kuat motornya untuk melampiaskan kekesalan yang bukannya mereda tapi justru semakin menggila.
Semakin gas ditarik semakin kuat juga motor melaju. Sampai-sampai Shaka kehilangan kontrol ketika ada seseorang yang akan menyeberang jalan tiba-tiba.
Shaka tidak bisa lagi mengendalikan kuda besi itu karena jarak yang terlalu dekat ketika pria paruh baya melintas memotong jalan. Nahas pun tak terelakkan.
Motor Shaka menabrak pria itu dan Shaka sendiri juga terjatuh karena rem mendadak. Seketika ramai orang dalam mesjid keluar untuk melihat apa yang terjadi.
"Woy ... kecelakaan, woy!" teriak salah satu jamaah.
Berduyun-duyun mereka keluar dari mesjid untuk melihat apa yang terjadi.
"Pak Yusuf!" pekik salah satu jemaah yang keluar lebih dulu.
Semua langsung mengerumuni pria bernama Yusuf. Melihat luka yang dialami Yusuf, beberapa orang bertindak cepat dengan membawa salah satu warganya ke rumah sakit.
Sementara yang lain mengurus Shaka.
*****
"Mas, jangan terlalu keras dengan Shaka. Kita tahu kenapa Shaka jadi seperti ini, jangan sampai Shaka keluar dari rumah ini. Ayo, Mas ... cari Shaka," bujuk Winda lagi dan lagi.
Bagas melihat gigihnya Winda memperjuangkan Shaka. Sebagai seorang ayah, pastilah Bagas sangat menyayangi Shaka terlebih Shaka adalah anak laki-laki satu-satunya.
Hatinya mulai melunak. Emosinya pun mulai reda.
Namun, semua berubah ketika sebuah panggilan ia terima. Ia kembali naik pitam.
Ekspresi kemarahan tergambar jelas di wajah Bagas. Tangannya bahkan sampai mengepal kuat menahan amarah yang bergejolak.
"Kenapa, Mas?" tanya Winda.
Kita ke rumah sakit sekarang.
Winda membeliak. Spontan banyak pikiran negatif berseliweran dalam otaknya.
"Ada apa, Mas. Kenapa dengan Shaka?" tanya Winda cemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
👍
2023-12-12
1
Shellia
Aku suka cerita anak2 muda dari pada cerita pelakorlah yg bikin emosi jiwa
2023-12-03
1
Bunda Aish
problematika usia muda
2023-11-09
1