Bagas dan Winda berjalan tergesa-gesa menuju unit gawat darurat di sebuah rumah sakit yang tadi dikatakan seseorang di telepon.
"Mas, sebenarnya kenapa dengan Shaka," tanya Winda disela-sela langkah yang memburu.
Tidak ada jawaban dari Bagas. Pria itu terus saja berjalan tanpa penjelasan. Tentu hal tersebut membuat Winda semakin khawatir. Takut terjadi sesuatu dengan putranya.
Sampai di depan ruang UGD, Bagas melihat Shaka—putranya—duduk diapit dua orang yang tidak ia kenal. Mungkin salah satunya adalah orang yang menghubunginya tadi.
"Shaka," panggil Winda cemas. Wanita itu segera mendekat dan memegang pipi putranya. "Kamu nggak kenapa-kenapa kan, Nak?"
Bukannya senang karena orang tuanya telah datang dan memberi perhatian padanya, Shaka justru menurunkan tangan Winda begitu saja. Ada rasa kecewa dengan sikap Shaka tapi Winda bisa mengerti semua. Shaka masih marah.
"Keluarga Bapak Yusuf," panggil seorang perawat dari pintu UGD.
Semua mata tertuju pada perawat yang berdiri di depan pintu UGD.
"Saya, Sus." Seorang gadis berkuncir kuda dengan kaca mata maju menemui perawat.
"Ini resep yang ditulis dokter, tolong ditebus ke apotek lalu dibawa ke mari, ya," ujar perawat mengulurkan selembar kertas.
"Baik, Sus."
"Gue temani ya, Zi." Salah satu orang yang mengapit Shaka berdiri.
"Nggak usah, gue bisa sendiri. Tolong lo jaga bokap gue aja," jawab gadis itu.
Bagas merasa seperti pernah melihat gadis yang berjalan melewatinya. Tapi di mana?
Gadis itu pergi meninggalkan semua orang yang menunggu ayahnya di depan ruang UGD. Sebelum benar-benar berlalu, ia menatap Shaka dengan marah. Tidak disangka jika ia harus kembali bertemu dengan berandalan ini setelah sebelumnya ia berusaha menghindar.
Sepulang dari toko Zivana dikejutkan dengan berita ayahnya yang mengalami kecelakaan. Saat itu Zivana bahkan baru saja tiba dan belum sempat masuk ke rumah. Segera ia putar balik motor dan tancap gas ke rumah sakit di mana ayahnya dibawa.
Di depan ruang UGD itulah ia melihat pemuda berandal yang tadi akan membeli air mineral di tokonya. Dari penjelasan pak RT yang ikut membawa ayahnya ke rumah sakit, pemuda berandal inilah pelakunya. Zivana ingin marah dan menghajar si berandalan, tapi dihalangi oleh Jack—teman sekampung yang tadi ikut bersama pak RT.
"Keluarga Bapak Yusuf." Perawat yang tadi meminta Zivana untuk menebus obat kembali memanggil.
"Maaf, Sus, keluarga Bapak Yusuf sedang menebus obat. Saya adalah ketua RT tempat tinggal Pak Yusuf."
"Oh ... Pak Yusuf sudah sadar dan ingin bertemu putrinya."
"Maaf, Sus kalau boleh apa saya bisa menjenguk," tanya Bagas.
"Maaf tapi Bapak ini ...." Pak RT sedikit ragu.
Bagas memotong cepat. "Saya hanya ingin melihat kondisi korban kecelakaan. Saya janji saya yang akan membayar penuh biaya pengobatan korban. Saya ingin meminta maaf."
Sebelum memberi ijin, Pak RT melihat sekilas Shaka, beralih ke Winda kemudian kembali menatap Bagas. Melihat niat baik Bagas Pak RT pun memberi kesempatan Bagas untuk masuk ditemani Pak RT sendiri.
Bagas terkejut melihat korban kecelakaan Shaka. "Yusuf?"
"Bagas," jawab ayah Zivana.
Bagas pun memeluk Yusuf.
"Pak Yusuf kenal dengan Bapak ini?" tanya Pak RT.
"Kenal Pak RT, dia adalah teman lama saya."
"Oh ...."
Bagas menoleh pada Pak RT. "Maaf, Pak, kalau boleh bisa tinggalkan kami berdua."
"Baik, Pak. Saya tunggu di luar saja," jawab Pak RT.
Bagas kembali memeluk Yusuf karena susah lama tidak bertemu. Bagas pun dengan jujur mengakui jika yang menabrak temannya itu adalah putra kandungnya sendiri. Pria itu berkali-kali minta maaf dan berjanji akan bertanggung jawab.
"Iya, aku sudah memaafkan karena semua tidak sengaja."
"Terima kasih, Yusuf. Pokoknya kamu jangan pusing soal biaya, semua aku yang akan menanggungnya."
Yusuf mengulas senyum tipis. "Terima kasih, Gas, aku bahkan belum bisa membalas kebaikan-kebaikan kamu sebelumnya. Kini aku justru kembali merepotkanmu."
Bagas menepuk pelan bahu Yusuf. "Udah, nggak usah mikirin yang lalu. Ngomong-ngomong ada gadis cantik berkaca mata di luar tadi, apakah dia Zivana putrimu?" Bagas ingat jika teman lamanya ini punya putri bernama Zivana.
"Benar, apa kamu masih ingat?"
"Tentu," jawab Bagas dengan mengangguk. "Aku bahkan masih ingat tentang candaan kita dulu. Tentang kita yang akan menjodohkan anak-anak kita."
Senyum Bagas dan Yusuf mengembang di bibir mereka. Mengingat kekonyolan mereka dulu.
"Ah ... itu dulu, Gas. Sekarang mana pantas putriku bersanding dengan putramu." Ucapan Yusuf terdengar rendah diri.
"Kamu salah, Suf. Aku yang harusnya berkata begitu. Putraku yang tidak pantas bersanding dengan putri cantikmu."
Untuk sesaat mereka sama-sama terdiam. Hingga suara Zivana menyibak gorden membuat pandangan mereka teralihkan.
"Yah ...."
Yusuf merentangkan tangannya. Menyambut Zivana, putri semata wayangnya.
Usai memeluk ayahnya, Zivana menatap penuh tanya pada Bagas. Untuk apa pria ini ada di sini. Sementara ia tahu kalau Bagas adalah orang tua dari pemuda berandalan itu.
"Ini Om Bagas, teman lama Ayah," ujar Yusuf mengenalkan.
Zivana pun menyalami Bagas sebagai wujud sopan santun. "Zivana, Om."
"Sudah besar kamu rupanya." Bagas mengusap kepala Zivana.
"Bagaimana keadaan Ayah?"
"Sudah lebih baik," jawab Yusuf.
"Yah, Pak RT tanya apa kita akan membawa kasus Ayah ini ke polisi atau tidak?"
Sontak Yusuf menoleh pada Bagas. Ada rasa tak enak hati tentunya.
"Tidak usah, yang penting sekarang Ayah sudah baik-baik saja."
"Tapi, Yah, pemuda itu harus diberi hukuman yang setimpal," ujar Zivana menggebu-gebu. Kemudian menunduk karena sadar jika ada Bagas di sana.
Sekarang ia paham kenapa Ayahnya tidak mau memperpanjang kasus ini.
"Kamu bilang saja sama Pak RT kalau dia sudah bisa pulang. Kamu saja yang jaga Ayah di sini."
Zivana pun keluar dan memberitahu Pak RT juga Jack untuk mereka bisa pulang.
"Iya, saya yang akan menjaga Ayah. Bapak sama Jack bisa istirahat."
"Baiklah kalau begitu. Kalau butuh bantuan apa pun jangan segan-segan cari Bapak, ya," pesan Pak RT sebelum pulang.
Setelah mengantar ayahnya pindah ke ruang rawat inap, barulah Zivana pergi ke mini market untuk membelikan minuman. Bagaimanapun pelaku tabrakan ayahnya sudah berubah status menjadi tamu. Ia tidak mau membuat ayahnya malu dengan tidak mejamu tamu meski hanya sekadar air.
Zivana membeli beberapa air mineral.
"Ini, Tante." Zivana mengulurkan satu botol air mineral pada Winda yang duduk di sebelah Shaka.
Entah mengapa mereka hanya menunggu di luar sejak tadi. Padahal di ruang rawat ini mereka bisa masuk karena peraturannya tidak seketat di UGD tadi.
"Terima kasih," jawab Winda dengan mengulas senyum.
Tanpa berkata apa pun Zivana mengulurkan botol yang sama pada Shaka. Pria itu menatap Zivana sebelum menerima botol air mineral.
Tanpa menunggu ucapan terima kasih Shaka, Zivana segera berlalu masuk ke kamar rawat inap. Ia juga memberikan minuman yang ia beli pada Bagas. Kemudian duduk di sofa dan membiarkan ayahnya mengobrol dengan teman lamanya.
Berkat Bagas, ayah Zivana bisa di rawat di kamar kelas satu. Di mana ada sofa untuk ia istirahat. Jujur Zivana terlalu lelah setelah seharian kuliah lalu menjaga toko.
Lama kelamaan Zivana yang awalnya bermain ponsel jatuh tertidur. Sangat pulas hingga tidak tahu kapan teman ayahnya itu pamit pulang.
*****
Bagas tidak menginap di rumah sakit, setelah selesai mengobrol dengan Yusuf pria itu pamit pulang. Ia juga membawa Shaka pulang bersamanya.
"Papa mau bicara," ujar Bagas menghentikan langkah Shaka yang hendak naik ke kamarnya.
"Papa ingin kamu menikah dengan dengan putrinya Yusuf."
Shaka yang awalnya malas mendengar ucapan papanya karena menduga pasti akan ada ceramah lagi. Kini harus balik badan demi memastikan kebenaran kata yang ia dengar. "Apa, menikah?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
luiya tuzahra
zi kmu telat ngasih airnya coba pas tdi saka beli kmu kasih mngkin akn beda cerita,lagian ngapain ngurusin org tawuran pedagang ada yg beli ya tinggal dilayanin.
2024-01-28
2
Bunda Aish
kacau deh 🤦 sama kerasnya di nikahin, gimana rumah tangga nya nti
2023-11-09
1
Erni Fitriana
🤣🤣🤣bad disuruh nikah muda.....apa kata duniaaaaaaaaaaaa😁😁😁😁😁😁😁
2023-11-03
1