Gara-gara tidak bisa tidur dan Zivana percaya dengan ide cemerlang Shaka, kini ia harus bangun dengan kondisi lengan yang terasa sakit semua.
Ide cemerlang yang dimaksud Shaka adalah bermain kartu. Dan peraturannya adalah yang kalah harus mau dicubit.
Baru ronde pertama saja Zivana sudah kalah dan mendapat cubitan dari Shaka yang tak main-main. Semua karena Zivana belum mahir bermain kartu.
Rasanya malas sekali beranjak dari tempat tidur. Selain masih mengantuk juga karena rasa sakit di lengannya. Namun karena ingat harus kuliah, terpaksa juga Zivana bangkit.
Dengan langkah gontai Zivana mendatangi kamar mandi. Membuka pintu begitu saja. Tidak ingat jika orang yang tidur di sebelahnya semalam tidak ada di tempat tidur.
Begitu pintu kamar mandi terbuka, Mata Zivana membola seketika. Mulutnya menganga tak bisa bersuara. Badannya bahkan membeku tak bisa digerakkan.
Hingga objek yang ia tatap menjerit dan spontan ia pun ikut menjerit.
"Argh ...!" teriak Shaka dan Zivana bersamaan.
Shaka segera menyambar handuk dan menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. Sedangkan Zivana langsung balik badan dan berlari kembali ke atas ranjang. Ia tarik selimut untuk menutupi semua tubuhnya agar tak terlihat. Di bawah selimut ia menggigil ketakutan. Yang ia lihat tadi bahkan lebih menyeramkan dari melihat setan.
Shaka yang sudah menutup area terlarangnya dengan handuk segera menyusul Zivana keluar.
"Sengaja kan lo ngintip gue mandi!" tuduh Shaka tak beralasan.
"Nggak usah pura-pura deh lo, sok lugu padahal lo niat banget kan pengen liat gue naked," imbuhnya.
"Atau jangan-jangan lo emang maniak yang suka ngintipin orang mandi!"
Tadinya Zivana malas menanggapi, tapi tuduhan konyol Shaka membuatnya mau tak mau harus menunjukkan diri. Kepala Zivana menyembul dari balik selimut. Awalnya sedikit ragu, takut melihat kondisi Shaka yang polos.
Pelan-pelan ia sibak selimut untuk mengintip dan ketika melihat Shaka sudah memakai handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhnya, Zivana benar-benar menunjukkan diri. Menatap Shaka yang berdiri angkuh di depannya dengan segala tuduhan omong kosong.
"Maksud lo apa masuk ke kamar mandi tanpa mengetuk pintu!" Masih belum mau diam, Shaka terus-terusan menuduhnya.
Andai saja Zivana ingat jika ia tak lagi tinggal di kamarnya sendiri. Pasti Zivana melakukan hal itu. Mengetuk pintu kamar mandi. Sayangnya, Ia tidak ingat sama sekali.
Ia baru saja bangun tidur. Itu pun dengan langkah yang dipaksakan. Nyawanya bahkan belum terkumpul sempurna, pun dengan otaknya yang belum bisa bekerja secara normal. Semua hal itu membuat peristiwa tak diinginkan itu terjadi.
Tidak mau dituduh-tuduh terus, Zivana pun bangkit dan buka suara. "Eh, lo kalau ngomong yang bener aja. Ngapain gue ngintipin lo. Yang ada lo sengaja kan nggak kunci pintunya supaya gue bisa masuk. Terus lo dengan otak kotor lo itu mau ngejebak gue. Bener, kan?"
"Apa!" Shaka dibuat melongo dengan jawaban balasan dari Zivana.
"Iy, lo sengaja, kan!" tegas Zivana sekali lagi sambil menunjuk Shaka.
Sebelum pria itu kembali bicara, Zivana sudah lebih dulu berjalan melewati Shaka begitu saja. Dibantingnya pintu kamar mandi dengan keras.
"Dasar mesum!"
"Apa lo bilang?" Shaka menyusul Zivana ke kamar mandi tapi pintu sudah lebih dulu ditutup dan dikunci dari dalam.
Ia berdiri di depan kamar mandi sambil mengumpat. Hinga ia rasakan tetesan air yang masuk ke mata dan membuatnya perih. Barulah Shaka sadar jika tadi ia belum sempat membilas rambut yang penuh sampo.
"Woy ... buka, woy! Mata gue pedih ini!" teriak Shaka sembari menggedor pintu.
Namun tak digubris oleh Zivana sedikit pun. Bahkan ketika Shaka kembali menggedor pintu kamar mandi berkali-kali, Zivana tidak peduli.
"Buka, mata gue kena sampo!"
"Nggak bisa, gue lagi BAB," bohong Zivana. Padahal di dalam ia sedang terkikik menahan tawa.
Shaka makin panik karena matanya semakin perih. Tidak tahan jika harus menunggu Zivana selesai, pria itu berlari keluar.
"Rasain, lo! siapa suruh bikin mata gue tercemar!" ujar Zivana mendengar langkah panik Shaka.
Kamar mandi yang ada di kamar tamu bawah lah yang akhirnya menyelamatkan Shaka. Ia keluar dari sana dengan rambut yang basah dan handuk melilit di pinggang. Terlihat lega karena tak lagi merasakan perih di mata.
Bagas dan Winda yang berada di ruang makan menatap heran dengan apa yang Shaka lakukan. Setelah semalam ia mendengar teriak kesakitan Zivana kini ia harus melihat putranya yang berjalan mengenakan handuk saja tanpa tahu malu.
Kembali Bagas dibuat geleng-geleng kepala. "Anak jaman sekarang," gumamnya.
"Sudah biarkan saja. Namanya juga anak muda. Kayak Mas nggak pernah muda saja," pungkas Winda.
Drama pun masih berlanjut. Setelah insiden mata tercemar, dan juga sampo, kini mereka berdua terpaksa berangkat bersama. Padahal baik Zivana maupun Shaka malas sekali berdekatan.
Tentu saja semua karena perintah Bagas—papa mertuanya.
"Kamu sekarang adalah tanggung jawab Shaka, biarkan Shaka yang mengantarmu," ujar Bagas tadi.
Kalau sudah begitu, Zivana tak mungkin lagi menolak. Ia patuh saja pada apa yang Bagas perintahkan meski terpaksa.
Mengendarai motor Ducati hitam kebanggaan suaminya, Zivana duduk dengan menjaga jarak. Perintah Shaka agar Zivana lebih maju tak dituruti.
"Majuan dikit!" perintah Shaka.
Zivana diam tak menanggapi. Ia justru bersedekap.
Membuat Shaka kesal dengan ulah wanita yang baru menjadi istrinya sehari itu.
Dengan sengaja Shaka menarik gas dengan kencang lalu mengerem secara mendadak. Membuat Zivana kaget dan reflek memeluk tubuh pria itu. Shaka tertawa karena aksinya berhasil.
Bukan mencuri kesempatan atau apa, tapi semua demi keamanan Zivana sendiri. Kalau sudah diingatkan dengan cara halus tapi tidak mau dengar cara memaksa pun akan Shaka lakukan.
"Sengaja, lo, ya!" Zivana memukul bahu Shaka.
"Gue kan udah bilang, majuan dikit. Lo aja nggak mau nurut. Kalau naik motor itu ya kayak gini, kalau di rem mendadak bisa-bisa jatuh kalau nggak pegangan. Makanya nurut ama suami!"
"Ih ... najis!"
Shaka hanya tersenyum menanggapi. Tidak ada rasa marah atau tersinggung. Ia terus tancap gas agar tidak telat mengantar Zivana ke kampus.
Namun, untung tak dapat diraih dan malang tak bisa ditolak. Tiba-tiba motornya terasa oleng, dan Shaka harus menghentikan laju motornya.
"Kenapa?" tanya Zivana panik.
"Kayaknya ban gue bocor deh." Shaka turun dari kuda besinya, diikuti Zivana.
Setelah mengecek kondisi ban, ternyata memang benar ban motor Shaka kempes. "Nah, bener kan dugaan gue. Ban gue kempes," ujar Shaka.
"Terus gimana?"
Shaka mendelik seketika. "Yang jelas lo harus jalan kaki sampai kita ketemu bengkel tambal ban."
"Apa, jalan kaki"
"Hmm ...." Shaka mengangguk.
Raut wajah Zivana langsung cemberut. Alamat telat datang ke kampus. Mana hari ini adalah jadwalnya dosen killer pula.
"Udah jangan bengong, buruan bantuin dorong!"
"Masih harus dorong juga?" seru Zivana.
"Iya lah, lo pikir motor ini nggak berat." Shaka memperagakan bahwa dirinya tak kuat mendorong motor sendirian dan butuh bantuan.
Alhasil Zivana membantu suaminya mendorong motor di hari pertamanya diantar oleh pria itu.
Capek?
Iya ... Zivana capek. Beberapa kali ia mengusap peluh yang menetes di dahi. Entah kenapa sial sekali nasibnya hari ini. Mana bengkel tambal ban belum juga terlihat.
Zivana yang merasa kelelahan berhenti sejenak. Sekadar untuk mengambil napas. Namun Shaka tetap berjalan meninggalkan gadis itu.
"Zivana?"
Zivana mendongak ke arah suara yang memanggilnya. Ia membenarkan letak kaca matanya yang melorot.
"Ngapain lo jalan kaki, motor lo mana?" tanya seseorang dari atas motornya.
"Motor gue?" Zivana terlihat bingung bagaimana harus menjawab.
"Iya, motor lo?"
"Oh ... lagi di bengkel," jawab Zivana berbohong.
"Jadi lo jalan kaki?"
Zivana mengangguk ragu.
"Ya udah, sini naik. Kita berangkat bareng," ajak pria yang notabene teman sekampus Zivana.
Zivana semakin bingung dengan ajakan pria itu. Ia menatap ke depan di mana Shaka sedang memperhatikannya.
"Udah, ayo naik!" Pria itu menarik tangan Zivana tanpa tahu jika ada Shaka yang terus memaku pandang.
Tidak bisa lagi menolak karena takut ketahuan, Zivana ikut saja apa kata pria itu. Motor pun melaju melewati Shaka.
"Mampus, gue. Pasti tu cowok bakal ngamuk nanti di rumah," ucap batin Zivana ketika melihat raut kesal Shaka yang ia lewati begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Bunda Aish
tragedi di hari pertama setelah jadi suami istri 😚
2023-11-09
2
Erni Fitriana
tunggu pembalasan gue....itu yg ada di hati shaka😁😁😁😁
2023-11-07
1
Purwanti Kurniawan
shaka ntar ngamok dah sampai rumah ban motornya bocor di tinggalin istrinya pula makin emosinya jadi
2023-09-24
1