Shaka terus menyeret koper Zivana masuk ke dalam kamar tanpa menggubris pertanyaan Zivana.
Di ambang pintu Zivana masih saja bertanya, "Serius ini kita satu kamar?"
"Bawel banget sih, lo. Tinggal masuk juga!" ujar Shaka tanpa melihat ke arah Zivana.
Meski kesal dengan sikap pria ini Zivana melangkah masuk juga. Hal pertama yang menarik perhatiannya adalah sebuah logo yang tercetak pada kain seperti spanduk bertuliskan; Bullent Ant si Raja Jalanan.
Saking besarnya benda itu hampir menutupi separuh tembok yang berada di atas ranjang.
"Norak," gumam Zivana menanggapi.
"Bilang apa, lo?" seru Shaka setelah meletakkan koper dan tas Zivana ke sudut kamar.
"Waduh, denger juga ni bocah," batin Zivana sedikit gugup. "Enggak, gue nggak bilang apa pun. Gue cuma bilang besar juga ya kamar lo. Dua kali lebih besar dari kamar gue," ujar Zivana berbohong.
Shaka menatap Zivana tajam karena tadi ia benar-benar mendengar Zivana mengejeknya. Tapi sudahlah, buat apa juga memperpanjang hal sepele.
Zivana berjalan mendekat. Mensejajarkan tubuhnya tepat di samping Shaka. "Kita nggak tidur seranjang, kan?"
Sontak Shaka menoleh.
Bukan tanpa alasan Zivana menanyakannya. Sebab yang ia lihat memang hanya ada satu ranjang di kamar ini.
"Mau bagaimana lagi, karena hanya ada satu ranjang jadi kita harus membaginya. Bukankah berbagi itu indah," jawab Shaka cengengesan dan langsung membuat Zivana mendelik.
"Gue nggak mau! Kan gue udah bilang kemarin kalau gue nggak mau tidur bareng sama lo, gue nggak mau disentuh apa lagi lo bikin hamil!" ujar Zivana mengingatkan perjanjian mereka kemarin.
"Lha terus gimana?" tanya Shaka pura-pura.
"Ya jelas gue tidur di ranjang lah, kan gue cewek. Lo tidur di sini aja. Sebagai cowok lo harus ngalah." Zivana menunjuk ke lantai.
"Enak aja, ini kan kamar gue. Ya gue lah yang paling berhak, kalau lo mau lo aja yang tidur di lantai." Shaka tak mau mengalah.
"Ya udah kita, suit," usul Zivana.
"Ok!"
Mereka pun mulai melakukan suit seperti anak kecil. Dua kali mereka menunjukkan jari yang sama. Ketika Zivana mengeluarkan jari jempol, Shaka pun demikian. Juga ketika Zivana mengeluarkan jari kelingking, Shaka juga melakukan hal yang sama.
Pas ketiga kalinya barulah bisa ditentukan siapa pemenangnya. Zivana mengeluarkan jari kelingking dan Shaka jari telunjuk.
"Yeah!" seru Shaka ketika keluar sebagai pemenang. "Nggak usah cemberut gitu, selama gue nggak ada di rumah lo boleh pakai ranjangnya tapi kalau gue ada ya lo harus tidur di lantai. Gimana, baik kan gue?"
Sudah terlanjur kesal Zivana tak peduli apa yang Shaka ucapkan. Gadis itu memilih melenggang pergi ke kamar mandi.
Begitu keluar, Zivana melihat Shaka sudah berganti baju. Memakai jaket kulit hitam dengan celana jeans panjang sobek-sobek. Pria itu bahkan sudah ada di atas jendela terlihat siap melompat.
"Mau ke mana, lo?" cegah Zivana.
"Bukan urusan lo. Sesuai perjanjian, gue nggak akan mencampuri urusan lo, dan begitu juga sebaliknya. Ok!" Shaka kembali akan melompat, dan lagi-lagi Zivana menghentikan.
"Bener-bener nggak ada akhlak lo, masak iya di malam pengantin lo tinggalin gue sendiri."
Shaka yang satu kakinya sudah berada di atas jendela segera ia turunkan. Lalu berbalik menatap Zivana.
"Jadi lo maunya kita nikmati malam pengantin kita ini?"
Eh ... kayaknya Zivana salah ngomong deh. Kini ia jadi gugup sendiri. "Bu-bukan gitu juga maksud gue. Ini kan hari pertama gue datang ke rumah lo, harusnya lo temenin dulu kek, biar gue terbiasa dulu." Zivana beralasan. "Tapi kalau lo mau pergi juga nggak apa-apa, kok."
Mungkin lebih baik kalau berandalan ini pergi saja. Dari pada justru membuatnya takut.
Menimbang-nimbang ucapan Zivana, akhirnya Shaka urung pergi. Ia kembali melepas atributnya dan berganti memakai kaos oblong tanpa lengan dan juga kolor seperti biasa.
Zivana yang sedang menata alas tidur dengan bad cover sampai melongo melihat penampilan Shaka. Ini kali pertama ia melihat pria pakai kolor sependek itu. Gadis itu sampai menelan ludah.
"Kenapa, lo liat-liat. Pengen, lo?"
Zivana segera tersadar. "Ih, najis!"
"Apa lo bilang, najis?" Shaka menirukan gaya bicara Zivana. "Jangan sampai ya lo nanti mohon-mohon ke gue gara-gara kepengen sama yang lo bilang najis ini!"
Zivana tak mau lagi menanggapi. Ia memilih untuk langsung merebahkan diri di lantai beralas bed cover yang tadi ia ambil dari ranjang Shaka. Segera ia menutup diri dengan kain yang ia bawa dari rumah.
Semua tidak seperti rencananya, jadi Zivana tidak ada persiapan. Kain yang ia gunakan sebagai selimut pun hanyalah kain pantai yang tipis.
Melihat Zivana sudah memejamkan mata, Shaka pun menyusul ke atas ranjang. Ia bukan pria yang biasa tidur cepat, karenanya Shaka lebih memilih untuk bermain ponsel.
Waktu berlalu, hawa dingin malam mulai terasa menyentuh kulit. Beberapa kali Shaka melihat Zivana yang gelisah dalam tidur karena kedinginan.
Awalnya ia biarkan saja, tapi lama-lama merasa tidak tega. Akhirnya Shaka turun dan membangunkan Zivana.
"Hei ... bangun." Satu kali sentuhan sudah langsung membuat Zivana membuka mata. Karena sebenarnya Zivana juga belum bisa tidur. Dinginnya lantai mampu menembus tebalnya bed cover dan itu membuat Zivana tidak bisa tidur.
"Pindah ke atas, gih!"
Zivana menatap Shaka curiga dan hal itu ditangkap jelas oleh Shaka.
"Jangan mikir aneh-aneh, gue cuma kasihan sama lo. Gue nggak mau lo mati beku gara-gara kedinginan."
Meski sudah dijelaskan tapi Zivana tidak percaya begitu saja. Zivana belum mengenal terlalu jauh tentang berandal ini. Bagaimana jika ditipu dan di manfaatkan oleh Shaka.
"Udah, ayo naik. Lo pikir gue mau sama lo?" Sengaja Shaka berbicara sekasar itu agar Zivana mau pindah ke atas ranjang.
Merasa yakin kalau Shaka benar-benar tidak akan melakukan apa pun padanya, akhirnya Zivana naik ke atas ranjang.
"Lo tidur di sini juga?" tanya Zivana.
"Jelaslah, emang mau di mana lagi. Masak iya gue harus tidur di lantai gantiin lo. Bisa-bisa gue yang beku."
Zivana kembali akan turun. Tidak mungkin ia tidur satu ranjang dengan Shaka. Bagaimana kalau terjadi apa-apa. Hancur nanti semua rencananya.
"Eh, ngapain lo balik. Kita emang tidur satu ranjang tapi gue janji gue nggak akan macem-macem. Ini batasnya." Shaka mengambil guling dan meletakkannya di tengah.
Zivana terus mempertimbangkan semua. Ia terus menatap guling yang akan menjadi pembatas.
"Kalau lo nggak mau, ya sudah. Gue udah biasa tidur sendiri di ranjang yang gede ini." Shaka merebahkan diri lebih dulu.
Sedangkan Zivanna masih terus menatap curiga. Meski sejujurnya tidak mau tapi apa boleh buat.
Lima menit pertama semua aman. Bahkan Shaka tidur dengan membelakangi Zivana. Waktu berlalu begitu saja. Hingga tiga puluh menit berlalu dan tidak ada satu pun dari keduanya yang sudah tidur.
"Belum tidur?" tanya Shaka ketika mereka sama-sama membalik badan dan pandangan mereka saling beradu.
Karena sama-sama tidak bisa tidur, Shaka pun mengusulkan sebuah ide cemerlang.
"Ah ... sakit!" pekik Zivana "Bisa pelan-pelan nggak sih, lo!"
Teriakan Zivana yang nyaring terdengar oleh Bagas dan Winda ketika kedua orang tua itu melintas di depan kamar Shaka. Membuat Bagas geleng-geleng kepala karena ulah Shaka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Bhęå Thęå..
Zivana kalau bisa panggilannya lebih halus lagi diganti lah jangan Lo Gue, seburuk2nya seorang lelaki jika sudah menjadi suami bahkan usianya di atas kita harus tetap dihormati.
2024-01-13
2
Bunda Aish
salah persepsi dah tu ortu nya
2023-11-09
1
Erni Fitriana
🤣🤣🤣🤣padahal mencet idung
2023-11-06
1