"Nggak usah lebay, lo!"
Zivana mencebik kesal. Pria ini memang tidak ada baik-baiknya.
"Ya udah, apa perjanjiannya?"
Shaka kembali menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Liat apa sih, lo. Di sini tuh aman, gue jamin." Kesal juga Zivana sama sikap Shaka yang berlebihan.
"Gue cuma mau memastikan. Siapa ...."
"Buruan ngomong nggak lo, atau gue tinggal, nih!" sentak Zivana.
"Gue mau ngomongin soal perjodohan kita yang gue yakin ...."
Belum selesai Shaka berbicara Zivana kembali memotong. "Langsung intinya saja. Apa perjanjiannya!"
Shaka sampai kaget dengan suara Zivana. Ia bahkan mengelus dada.
"Kita akan menikah, tapi kita tetap menjadi diri kita masing-masing. Gue akan tetap seperti ini dan gue tidak akan memaksa lo menjadi istri yang baik juga. Pokoknya kita lakukan pernikahan ini hanya untuk menyenangkan orang tua kita saja. Kita jalani pernikahan ini setidaknya sampai kita lulus kuliah dan kita sudah bisa mandiri secara finansial. Saat itu, gue akan melepas lo."
Zivana mengernyit tapi tetap diam untuk tahu apa mau si berandal ini selanjutnya.
"Dan juga, kita harus merahasiakan pernikahan ini dari siapa pun. Terutama teman-teman kita. Biarkan saja hanya kerabat kita yang tahu."
Zivana mulai curiga. Pasti pria berandal ini punya tujuan buruk karena tidak mau mengakuinya sebagai istri.
"Eits ... jangan curiga dulu karena apa yang kamu pikirkan memang benar." Shaka tertawa seolah ada hal lucu.
"Gue memang nggak mau ada temen-temen gue yang tahu kalau gue udah nikah. Dan lo tahu pasti alasannya."
Zivana membetulkan kaca matanya. Ia sadar pasti alasan fisiknya yang menjadikan Shaka tidak ingin mengakui dirinya sebagai istri di depan banyak orang.
"Ok!" ujar Zivana tegas. "Dan gue mau nambahin juga isi perjanjian itu."
"Silakan," jawab Shaka tanpa beban.
"Selama pernikahan, gue nggak mau tidur sama lo. Jangan sekali-kali lo sentuh gue apa lagi sampai bikin gue hamil. Gue nggak sudi!"
Permintaan Zivana logis bukan. Shaka sudah punya rencana untuk melepaskannya suatu hari nanti. Untuk itu ia pun harus menjaga diri. Jangan sampai ada anak di antara mereka karena pasti akan lebih sulit jika nanti mereka berpisah.
"Kalau itu gue nggak janji," jawab Shaka dengan entengnya. Bahkan dengan senyum yang terkesan slengekan.
Membuat Zivana mengangkat bogem ingin menghajar pria itu.
Dengan sigap Shaka mentamengi dirinya dengan kedua tangan. "Ok ... ok, gue usahakan."
Zivana menarik kembali bogemnya yang menggantung di udara.
"Deal?" Shaka mengulurkan tangan untuk dijabat.
Zivana justru menatap aneh tangan Shaka itu. Untuk apa juga berjabat tangan. Sok-sokan kayak pejabat aja.
Karena tangannya tak kunjung bersambut, Shaka meraih sendiri tangan Zivana dan menjabatnya.
*****
Satu bulan waktu yang diberikan kedua orang tua mereka sudah habis. Tiba saatnya pernikahan yang telah mereka sepakati.
"Inget, ya, jangan sampai ada teman-teman kita yang tahu kalau kita udah nikah. Bisa malu tujuh turunan gue kalau ketahuan nikah ama cewek culun kayak lo," ujar Shaka usai acara pernikahan.
Pada akhirnya pernikahan pun digelar sesuai permintaan orang tua mereka. Baik Shaka maupun Zivana tidak lagi menolak karena sebelumnya mereka telah membuat perjanjian tanpa diketahui siapa pun selain mereka dan Tuhan.
Zivana menoleh pada pria yang duduk di sampingnya dan berkata,"Apa lo nggak punya rasa bersalah sama sekali?"
"Maksud lo?"
"Gue memang nggak pernah menginginkan pernikahan ini tapi bukan berarti gue ingin mempermainkan sebuah ikatan suci. Pernah nggak sih lo mikir kalau kita udah main-main sama Tuhan. Gue merasa kita punya dosa besar sekarang." Tersirat ketakutan yang tidak dibuat-buat dari nada bicara Zivana.
Semua berawal ketika Shaka mengucapkan janji atas nama Tuhan untuk mengambil tanggung jawab dirinya sebagai istri. Hati Zivana bergetar kala itu. Air matanya bahkan menetes mendengar sumpah yang diucapkan Shaka.
Di saat itulah ia merasa telah menipu Tuhan dengan rencana pernikahan pura-pura ini. Mendadak beban berat menimpa dirinya.
Arshaka Mahendra, pria berpredikat berandal ini kini telah sah menjadi suaminya. Hal yang tak pernah terlintas dalam angannya apalagi mengharapkan. Zivana tahu siapa Shaka, karena pria berandal itu dulunya adalah kakak kelas Zivana semasa SMA.
Reputasi buruk pria itu tersebar di seantero sekolah. Tidak ada yang tidak tahu siapa berandal sekolah Bina Bangsa.
Makanya ketika untuk pertama kali setelah sekian lama bertemu lagi dengan Shaka, Zivana malas berurusan dengan pria itu. Namun ternyata kini ia harus berurusan dengan Shaka seumur hidupnya.
Melihat sikap Zivana yang sentimentil dan bisa menghancurkan rencananya. Shaka langsung menenangkan. "Kita tidak sedang menipu Tuhan. Pernikahan ini sah di mata Tuhan dan kita akan menjalani pernikahan ini sungguh-sungguh. Hanya saja caranya berbeda dengan orang kebanyakan."
Ah ... percuma bicara dosa dengan pria berandal seperti Shaka. Pria itu tidak akan paham.
Demi men-distract rasa bersalahnya. Zivana berdoa sendiri dalam hati. Mensugesti diri sendiri jika apa yang ia lakukan adalah untuk menjadi anak yang berbakti. Tuhan pasti memaafkannya karena menjadi anak berbakti juga merupakan perintah Tuhan. Begitu pikirnya.
"Nak," panggil Yusuf menyadarkan Zivana dari segala keresahan yang ia rasa. "Ayah ingin bicara."
"Bicara apa, Yah?"
Yusuf menoleh pada Shaka yang berada tepat di samping putrinya. "Sekarang kamu sudah menikah, tanggung jawab atasmu sudah berpindah pada suamimu. Pesan Ayah, jadilah istri yang taat pada suami. Jangan membantah selam itu kebaikan."
Terlihat mata Yusuf berkaca-kaca. "Dan untukmu Nak Shaka. Ayah titip Zivana. Tolong didik dia menjadi istri yang baik. Perlakukan dia dengan lembut, dan jangan sekali pun berlaku kasar padanya."
Shaka mengangguk. "Baik, Yah," jawab Shaka tegas. Sangat menyakinkan sebagai seorang menantu.
Zivana yang berada di samping Shaka akhirnya menangis. Ia telah membohongi ayahnya dengan pernikahan ini.
Tangisnya semakin tak terbendung kala keluarga Shaka mengajaknya untuk meninggalkan rumah. Sepanjang jalan menuju rumah Shaka tak sedikit pun tangis Zivana berhenti.
Ini kali pertama ia jauh dari ayahnya. Sejak bayi hanya ada dirinya dan sang ayah. Ibu Zivana telah tiada ketika melahirkan Zivana. Hanya ayahnya seorang yang mendidik Zivana menjadi seperti saat ini.
"Zivana, mulai sekarang kamu adalah bagian dari keluarga ini. Kalau ada apa pun jangan malu dan jangan ragu untuk bicara," ujar Winda begitu Zivana memasuki rumah.
"Benar, Nak. Kami adalah orang tuamu juga jadi jangan sungkan untuk bicara atau meminta apa pun pada kami," imbuh Bagas.
"Sekarang beristirahatlah, mama yakin kalian pasti sudah lelah."
"Iya, Ma, terima kasih."
"Shaka, bantu istrimu membawa barang-barangnya," titah Bagas.
"Ayo," ajak Shaka dengan menenteng koper juga tas milik Zivana. Membawanya naik ke kamar.
"Kita tidur sekamar?" tanya Zivana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Bunda Aish
pengorbanan anak perempuan setelah menikah.....ikut suami, kadang juga ikut mertua
2023-11-09
1
Erni Fitriana
kebayang deg degan hati zifana😞😞😞😞
2023-11-06
1
Purwanti Kurniawan
wah gimana nih tidur sekamar penganten baru bisa jadi itu malam pertama klo shaka gk bisa jaga diri
2023-09-24
1