Tatapan Shaka tadi siang benar-benar mengusik otak Zivana. Untuk apa pria itu menatapnya sedemikian rupa. Bukankah sudah jelas dalam perjanjian dulu jika tidak boleh ada yang mencampuri urusan masing-masing apa lagi jatuh cinta. Itu pelanggaran!
Terus kenapa tatapan Shaka seolah marah ketika ada Arjuna yang datang mendekatinya. Haruskah Zivana tanyakan pada Shaka mengenai hal ini?
"Tanya, nggak, ya?" gumam Zivana di depan sebuah mini market. Tempat biasa ia menunggu Shaka ketika pulang juga tempat di mana setiap pagi Shaka menurunkannya.
"Tanya, apa?"
Sontak Zivana menoleh. Ada Arjuna yang sudah berdiri di dekatnya.
Zivana sedikit kaget. "Kak Arjuna?"
"Juna aja, biar lebih santai," jawab Juna. Pria itu tanpa ijin langsung duduk di bangku sebelah Zivana.
Ia membuka tutup kaleng minuman bersoda yang baru ia beli. Meneguknya sekali dan meletakkan kaleng minuman itu di atas meja.
"Lo ngapain di sini?" tanya Zivana. Karena sudah mendapat ijin untuk bersikap tidak formal, Zivana tak lagi bicara kaku pada pria di depannya ini.
"Gue beli minum, terus lihat lo sendiri. Takut lo diculik jadi gue temani," seloroh Juna.
Bibir Zivana otomatis mencebik dengan gurauan receh Juna.
"Lagi nunggu seseorang, ya?"
Pertanyaan Juna seperti sedang menodongnya. Tepat sasaran. Membuat Zivana gelagapan untuk menjawab.
"Ehm ... enggak!"
"Jadi, ngapain di sini?"
"Beli minum aja." Zivana mengangkat botol air mineral. Menunjukkannya pada Juna.
"Oh ...."
Juna mulai celingukan mencari kendaraan yang dipakai Zivana.
"Naik apa, lo?"
"Apa?" Zivana mulai tak konsentrasi. Hatinya was-was kalau-kalau mendadak Shaka datang.
"Lo pulang naik, apa?" ulang Juna.
"Eh, itu ... gue naik ...." Zivana bingung harus berbohong apa lagi.
Di saat dilanda kebingungan itulah, Shaka menghentikan motornya tepat di depan mini market. Mata Zivana membeliak seketika. Ia bahkan menelan ludahnya dengan kasar.
Secara bersamaan ponselnya berdenting. Tanda ada pesan masuk. Segera Zivana buka.
"Eh, sorry, temen gue udah nunggu di depan sana. Gue duluan, ya," pamit Zivana. Untung otaknya bekerja cepat.
Zivana mengemasi buku yang sempat ia keluarkan untuk membunuh jenuh. Juga air mineral yang tadi ia tunjukkan pada Juna.
"Gue duluan," pamitnya lagi.
Buru-buru Zivana melangkah. Ia juga melewati Shaka begitu saja seolah tidak kenal.
Lumayan jauh langkah yang diambil Zivana. Takut kalau ada yang melihat lagi.
Di sebuah halte Zivana menunggu Shaka. Ia pun mengetikkan pesan untuk pria itu agar datang menjemput di halte.
Satu menit ... dua menit ... sampai sepuluh menit berlalu, pesan Zivana tak terbalas.
"Ke mana sih, lo, lama banget. Mana pesan gue nggak dibales lagi. Pokoknya kalau setengah jam nggak dateng gue pulang sendiri," gumam Zivana.
Zivana terus menatap jalanan. Melihat setiap kendaraan yang lewat. Benar-benar memperhatikan siapa tahu Shaka yang datang. Namun, sudah menunggu lebih dari tiga puluh menit, nyatanya Shaka tak muncul juga.
Ia kembali membuka ponsel. Nihil. Tak ada balasan sama sekali dari suaminya.
Sesuai ucapannya tadi, Zivana pun memilih pulang sendiri. Ia memesan ojek online.
Kesal!
Iya ... Zivana kesal pada pria berandal itu. Ia sudah berjalan jauh untuk menutupi identitas hubungan mereka. Bukankah pria itu yang menginginkan agar hubungan mereka tak diketahui siapa pun, tapi kenapa tidak mau diajak kerja sama.
Bukan hanya kakinya yang pegal, tapi hatinya juga dongkol. Sampai di rumah Zivana langsung menjatuhkan diri di atas ranjang.
"Ziva, kamu sudah pulang, Nak?" Terdengar Winda mengetuk pintu kamar Zivana.
Baru juga mau istirahat tapi panggilan ibu mertua memaksa Zivana bangkit. Ia berjalan lesu membuka pintu.
"Ya, Ma, ada apa?"
"Tumben jam segini baru pulang?"
"Iya, Ma, tadi banyak tugas di kampus," jawab Zivana berbohong.
Winda memperhatikan keadaan Zivana yang kacau. Rambut kuncir kudanya sudah tak beraturan, juga mata yang terlihat lelah.
"Shaka nggak pulang bareng kamu?"
Shaka?
Oh, Tuhan. Berandal itu!
"Mas Shaka belum pulang, Ma. Katanya mau mampir ke rumah temannya dulu. Ada urusan penting katanya."
Maafkan Ziva, Ma. Ziva sebenarnya nggak mau bohong. Ini Ziva terpaksa.
"Jadi kamu pulang sendiri?"
Zivana mengangguk.
"Ya sudah, kalau begitu bersih-bersih dulu baru turun buat makan, ya?"
Winda baru akan melangkah ketika Zivana menghentikannya.
"Ma ...."
"Ya?"
"Kalau boleh Ziva mau istirahat dulu saja. Papa sama Mama makan duluan aja. Nanti kalau lapar Ziva ambil sendiri di dapur," ujar Ziva takut-takut.
Selama ini Zivana tak pernah melewatkan makan malam bersama kedua mertuanya. Namun kali ini ia sungguh lelah. Hingga tak lagi merasa lapar. Yang ia butuhkan hanya istirahat. Itu saja.
"Baiklah, tapi benar ya nanti kalau lapar kamu ambil sendiri. Jangan takut, jangan sampai sakit." Winda mengusap lengan menantunya sebelum meninggalkan kamar Zivana.
"Terima kasih, Ma."
Zivana kembali masuk setelah Winda pergi. Ia kembali merebahkan diri di ranjang. Tak peduli dengan urusan bersih diri. Ia ingin istirahat sejenak.
Entah berapa lama Zivana tertidur, yang pasti ia terbangun ketika merasa ranjangnya bergetar karena ada seseorang. Benar saja, Shaka yang tiba-tiba pulang langsung tidur di samping Zivana. Sontak hal itu membuat Zivana membuka mata. Tanpa pikir panjang Zivana langsung menendang Shaka hingga pria itu terjatuh dari ranjang.
"Woy, apaan, sih, lo!" pekik Shaka menahan sakit karena jatuh. Segera ia bangun. Tak tahan untuk memarahi Zivana.
"Gue yang harusnya tanya, ngapain lo tidur di samping gue?"
"Lah, ini kan emang tempat tidur gue. Sesuai kesepakatan dulu, tidur lo di sini. Dilantai!" shaka menunjuk bawah.
Barulah Zivana tersadar jika dirinya lah yang salah tempat. Meski begitu Zivana tidak mau minta maaf.
"Untuk malam ini gue tidur di ranjang. Itung-itung buat nebus kesalahan lo karena gue harus jalan kaki dari mini market ke halte yang jauhnya nggak ketulungan. Pokoknya lo harus tanggung jawab. Lo harus rela minjemin ranjang lo ini buat gue malam ini."
"Enak aja! Mana bisa begitu?" protes Shaka
"Ya bisa lah, kan gue udah jelasin tadi!"
"Nggak, nggak mau gue tidur di lantai!" Kekeuh Shaka.
Zivana pun makin dibuat kesal dengan Shaka yang tidak mau mengalah.
"Ish ... jadi cowok nggak ada gentle-gentlenya!"
"Apa lo bilang?"
"Cemen!" Walaupun kesal tapi Zivana tak punya pilihan. Ia tetap harus kembali ke tempat tidurnya yang biasa. Di lantai.
Sebelum menata alas tidur, Zivana pergi ke kamar mandi untuk bersih diri. Berganti piyama lengan panjang yang selalu menjadi kostum tidurnya.
Usai menata alas, Zivana mulai berselonjor kaki. Ia pijat-pijat betis yang terasa pegal.
Melihat itu Shaka jadi kasian, tapi gengsi kalau harus mengalah pada Zivana. Akhirnya sebuah ide muncul di otak Shaka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Erni Fitriana
mau iseng lagiiiii??
2023-11-07
2