Zivana mengantar Dinda dan Kania berkeliling kampung. Melihat suasana yang berbeda dari tempat tinggal mereka.
Kedua gadis teman Zivana itu memang berasal dari keluarga yang cukup berada. Setidaknya dari status sosial, Dinda dan Kania berada di atas Zivana.
Mobil Kania sengaja di tinggal di depan rumah Zivana. Mereka memilih berjalan kaki. Sepanjang jalan di kampung banyak yang menanyakan dua teman Zivana itu. Paras Dinda dan Kania memang cukup cantik untuk menarik perhatian orang di kampung Zivana.
Tak lupa juga Zivana mengajak mereka ke pasar. Mencari jajanan pasar sekaligus sarapan untuk Kania. Warteg langganan Zivana direkomendasikan untuk jadi sarapan bagi Kania.
"Gimana rasanya, mantul, kan?" tanya Zivana setelah Kania selesai makan.
"Iya, enak banget. Lain kali gue ke sini sendiri deh."
"Elah, pikiran lo cuma makan doang," ujar Dinda dengan bersungut.
"Biarinlah ... duit-duit gue, kenapa lo sewot."
"Males gue ngomong sama lo!"
"Ih ... gue lebih males." Kania tak mau kalah.
"Udah ... udah, jadi bikin seblak nggak?" potong Zivana cepat. Takutnya mereka berantem dan pulang masing-masing.
"Bikinnya jangan sekarang dong, gue kenyang ini." Kania memegang perutnya yang sudah diisi.
"Terus mau ke mana lagi?"
"Beli camilan aja terus balik ke rumah lo. Kita ngobrol di sana aja," usul Dinda.
Baik Kania maupun Zivana setuju saja. Berburu camila pun di mulai. Dari kacang atom sampai keripik singkong mereka beli. Tak lupa membeli susu untuk penawar nanti makan seblak.
"Kayaknya udah cukup deh, nggak usah beli lagi. Takutnya nggak ada yang makan." Zivana mengingatkan.
Mereka bertiga kembali ke rumah Zivana. Sebuah motor sport hitam yang terparkir di halaman rumah Zivana mencuri perhatian Dinda juga Kania.
"Motor siapa itu, Zi? Kayak pernah lihat nggak, sih?" Dinda mengamati motor Ducati hitam tersebut.
Zivana yang takut ketahuan berpikir cepat. "Oh, itu ... itu motor tetangga gue."
Kania menatap Zivana dengan dahi yang mengernyit. "Motor tetangga, lo? Terus ngapain diparkir di rumah lo?"
Zivana kalang kabut memikirkan alasan untuk berkelit. "Rumahnya di ujung sana, nggak bisa buat lewat motor makanya sering di taruh di rumah gue gini."
"Tapi, kayak pernah lihat deh ini motor. Kayak punya kak Shaka bukan, sih?" Dinda sedikit curiga.
"Yaelah, yang punya motor ginian bukan cowok itu aja. Ini bukan motor eksklusif, banyak yang bisa beli motor kayak gini. Lagian orang kaya kan bukan cuma dia doang. Di kampung gue juga banyak orang kaya." Banyak alasan yang harus Zivana keluarkan.
"Ya maaf, soalnya ini motor spek orang kaya banget gitu," ujar Dinda nyengir.
"Ya udah, masuk, yuk," ajak Kania.
Mata Zivana membeliak. Teringat ada Shaka. Di mana pria itu sekarang. Batang hidungnya tidak nampak tapi motor diparkir sembarangan. Lagi pula untuk apa pria itu datang tanpa pemberitahuan lebih dulu. Membuat Zivana bingung mencari alasan.
"Eh, tunggu!" sergah Zivana.
Dinda dan Kania menoleh. "Kenapa?"
"Ehm ... itu ...." Zivana menggaruk kepalanya. Mencari ide yang terpendam.
"Gue lupa kuncinya nggak ada, mungkin terjatuh di pasar tadi, jadi gue lewat belakang dulu. Entar gue bukain pintunya. Di dalam ada cadangan kunci kok," cetus Zivana berbohong.
Dinda dan Kania memperlihatkan raut penuh tanya. Seakan tak percaya. Bagaimana bisa hilang mendadak.
Melihat kecurigaan teman-temannya Zivana segera mencari celah untuk pergi. "Udah kalian tunggu di sini dulu, gue lewat pintu belakang dulu. Biasanya pintu belakang nggak dikunci."
Secepat mungkin Zivana kabur. Menghindar dari sorot curiga dua temannya.
Zivana menuju belakang rumah, siapa tahu Shaka ada di sana. Namun, ternyata tidak ada siapa pun di halaman belakang.
"Ke mana, sih, tuh cowok?" ujar Zivana lirih.
Tidak ingin berlama-lama berpikir, Zivana segera mengeluarkan ponselnya. Menghubungi pria itu adalah jalan paling tepat.
"Halo, lo di mana?" tanya Zivana begitu panggilan diangkat.
"Lo udah balik, dari mana aja, lo?" Shaka mengabaikan pertanyaan Zivana dan justru balik tanya.
"Itu, nggak penting. Lo di mana sekarang?" tanya Zivana lagi.
"Di bengkel Jaja."
"Ngapain lo di sana?"
"Main ... bentar gue pulang."
"Eh ... eh ... eh ... Lo tetep aja di situ, jangan pulang dulu. Di sini ada Dinda sama Kania. Temen gue. Lo jangan pulang sampai gue kasih kabar. Ok." Tidak lagi menunggu jawaban dari Shaka, Zivana langsung mematikan ponselnya.
Tak lama pesan dari Shaka menyusul.
[Gue mau imbalan.]
[Serah!] Balas Zivana.
Segera ia masukkan ponselnya ke dalam tas dan kembali ke depan di mana teman-temannya menunggu. Ia abaikan suara notifikasi pesan dari ponsel di dalam tas. Zivana bisa menebak jika itu dari Shaka.
"Bener, gue yakin ini itu mirip banget sama motornya Kak Shaka. Gue nggak salah tebak," ujar Dinda pada Kania. Keduanya berdiri tepat di samping motor milik Shaka.
"Kan udah gue bilang itu punya tetangga gue. Nggak percaya banget, sih!" sahut Zivana.
Sontak Dinda dan Kania menoleh.
"Lho kok kembali, pintu belakang ke kunci juga?" tanya Kania.
"Ini kuncinya udah ketemu. Ternyata nyelip di dompet." Zivana menunjukkan kunci yang ia ambil dari tas tadi.
"Yuk masuk," ajak Zivana. Setidaknya agar temannya itu tidak lagi memikirkan tentang motor Shaka.
Semua sudah aman. Zivana bisa dengan leluasa menikmati harinya berkumpul dengan Dinda dan Kania. Pesta seblak yang sebelumnya direncanakan juga berjalan sempurna. Benar-benar hari para gadis.
Bahkan Shaka pun bisa diajak kerja sama dengan baik. Pria itu menurut dengan tidak menampakkan diri sama sekali di rumah sampai Zivana selesai dengan teman-temannya.
Zivana belum mengirim pesan agar Shaka bisa pulang. Tetapi pria itu muncul tiba-tiba sesaat setelah mobil Kania meninggalkan rumah.
Membuat Zivana kaget ketika akan menutup pintu.
"Ish ... bikin kaget orang aja," Zivana bersungut saat Shaka menahan pintu yang hendak tertutup.
"Temen lo udah pulang, kan?"
Jawaban Zivana hanya anggukan.
"Yes!"
Zivana sedikit heran dengan sikap Shaka. Pria itu terlihat berbinar dan bersemangat menutup pintu. Bahkan menguncinya. Shaka menarik tangan Zivana dan membawanya ke kamar.
"Eh, lo, mau ngapain?" Otak Zivana langsung memikirkan hal tak wajar.
Shaka tak menjawab. Ia segera menarik Zivana masuk ke kamar. Ia juga mengunci pintu kamar seperti tadi.
Tanpa permisi, Shaka mengalungkan tangannya melingkari leher Zivana. Hendak mencium gadis itu.
Zivana yang sejak tadi sudah menangkap gelagat aneh suaminya langsung menginjak keras kaki Shaka. Membuat pria itu seketika menjauh sembari mengaduh kesakitan.
"Enak aja lo mau macem-macem!"
Shaka memegangi kakinya yang sakit. "Kenapa lo injak kaki gue?"
"Harusnya gue yang tanya, kesurupan apa lo, mau macem-macem sama gue?" seru Zivana.
"Macem-macem? Bukannya lo udah setuju?"
"Hah?" Zivana bingung. Setuju soal apa.
"Tadi gue kirim pesan kalau gue mau imbalan kan. Dan lo nggak bales pesan gue jadi gue pikir lo setuju. Makanya gue nurut apa kata lo." Shaka mulai menurunkan kakinya.
"Emang lo minta imbalan apa?"
"Lo nggak baca pesan gue?"
Zivana menggeleng.
Membuat Shaka kesal.
"Ya udah baca!"
Dengan malas Zivana mengambil ponselnya. Membuka pesan yang tadi Shaka kirim.
Darahnya langsung mendidih melihat sekilas vidio dan membaca pesan yang Shaka kirimkan. Pria itu nampaknya harus diberi pelajaran.
"Berani lo sentuh gue, bukan kaki lo aja yang gue injek. Burung lo bisa gue buat terbang!" ancam Zivana kemudian membuka pintu yang terkunci. Meninggalkan Shaka dalam kamar sendiri.
Mendengar ancaman Zivana. Shaka segera melindungi aset berharganya. "Busyet ... galak banget bini gue."
"Awas, lo!" ancam Zivana lagi sebelum benar-benar pergi.
Kini Shaka harus rela merana sendiri dalam kamar. Semua gara-gara Jaja. Hape Jaja yang isinya penuh dosa itu membuat Shaka harus menderita sendirian.
Harusnya tadi Shaka tak termakan bujuk rayu Jaja yang mengatakan, "Nonton aja, Kang. Kan, Akang udah punya bini. Kalau pengen ya tinggal ajakin teh Ziva aja. Gitu aja repot."
Saking bosannya nunggu di tempat si Jaja. Shaka menuruti bujukan Jaja untuk mengusir jenuh. Dibukalah vidio-vidio dosa di ponsel Jaja. Sekarang omongan Jaja tidak terbukti.
Zivana sang istri tidak mau diajak kolaborasi. Malah mengancam akan membuat burungnya terbang kalau berani menyentuh istrinya itu.
"Jaja, harusnya gue nggak percaya omongan lo!" Shaka menjambak rambutnya frustasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Bunda Aish
udah salto aja biar ga pusing 😁
2023-11-10
2
Erni Fitriana
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣jajaaaaaa...jajaaaaa
2023-11-07
1
Purwanti Kurniawan
makanya jangan main bikin perjanjian li shaka kan kmu sendiri yg bikin perjanjian sama ziva
2023-09-26
1