"Kenapa, Yah, kenapa Zi harus menikah sama pemuda berandal itu?" protes Zivana ketika Yusuf memberitahunya soal rencana menjodohkan putrinya dan putra temannya.
"Pokoknya Zi nggak mau!" Gadis itu memalingkan wajah. Rasanya ingin marah ketika mendengar permintaan ayahnya untuk menikah di saat ia masih kuliah.
Selama ini Zivana tidak pernah memikirkan punya pacar karena masih banyak mimpi yang harus ia kejar. Setidaknya ia ingin membuat ayahnya bangga sebelum ia menikah.
"Zi akan belajar yang rajin, Yah. Zi akan kerja supaya kita bisa mengembalikan uang yang dulu ayah pinjam," ujar Zivana setelah sebelumnya Yusuf bercerita tentang kebaikan Bagas.
"Bagas tidak menganggapnya hutang, Nak. Dia hanya ingin persahabatan kami menjadi keluarga."
"Tapi nggak harus dengan menjodohkan Zi dengan anaknya yang berandal itu, kan, Yah. Apa Ayah tega Zi punya suami berandalan gitu?" Zivana bicara penuh emosi.
Membuat Yusuf tertunduk karena jujur ia pun tak ingin jika pendamping putrinya adalah pria berandalan. Yusuf belum mengenal Shaka tapi Zivana tahu pria seperti apa Shaka itu.
Melihat kesedihan di wajah ayahnya, Zivana berusaha menekan egonya. Ia pun mendekat ke ranjang perawatan Yusuf. "Yah ...," panggilnya lirih.
Air mata mengalir di sudut mata tua ayahnya. Zivana semakin tidak bisa melihat pemandangan itu. Ia peluk sang ayah dengan erat.
"Ijinkan Zi mengenal pria itu lebih dulu," ujar Zivana pada akhirnya.
Yusuf setuju. Ia pun memberikan waktu untuk Zivana agar mengenal jodohnya. Tak lupa Yusuf juga menghubungi Bagas untuk meminta waktu agar anak-anak mereka saling mengenal.
Hal itu disambut baik oleh Bagas. Papa Shaka itu memberikan kesempatan untuk Shaka supaya bisa lebih dekat dengan Zivana.
Seperti sekarang ini. Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, Yusuf diperbolehkan pulang. Shaka lah yang menjemput mereka ke rumah sakit atas perintah Bagas.
"Sudah siap, Om?" tanya Shaka sebelum menjalankan mobilnya.
"Sudah," jawab Yusuf.
Mobil melaju ke rumah calon mertua. Dengan petunjuk dari Yusuf sampai juga mereka bertiga di hunian sederhana milik sahabat papanya itu.
Dengan sigap Shaka membantu Yusuf keluar dari mobil. Ia bahkan membantu membawakan barang-barang Yusuf masuk ke rumah.
"Terima kasih," ujar Yusuf ketika Zivana membantunya untuk merebahkan diri di ranjang. "Sudah sana, ambilkan minum untuk Nak Shaka."
Meskipun malas dituruti juga apa kata ayahnya. Zivana keluar lebih dulu meninggalkan Shaka yang tak bergerak.
"Mau minum nggak, lo?" tanya Zivana ketus.
"Saya permisi dulu, Om," pamit Shaka meninggalkan Yusuf.
Ia menuju ruang tamu dan menunggu Zivana membuat minum. Tidak lama Zivana keluar dengan membawa teh hangat.
"Nih, minum!" Zivana meletakkan cangkir teh di depan Shaka. "Buruan habisin biar lo bisa cepet pergi."
"Nggak ada sopan-sopannya lo sama calon suami." Bibir Shaka mencibir.
"Idih ... calon suami. Gue mah males nikah sama cowok kayak lo." Zivana memutar bola matanya malas.
"Eh ... harusnya gue yang ngomong gitu. Lagian jangan sok cantik deh lo. Yang ada gue malu punya istri culun."
Tidak terima dengan ucapan Shaka, Zivana langsung berdiri. "Pergi lo sekarang!" Zivana menunjuk pintu keluar.
"Pergi nggak, lo!" sentaknya lagi.
Shaka tidak takut dengan wajah marah Zivana. Pria itu justru tertawa. Rupanya gadis culun seperti Zivana ini bisa marah juga.
Senyum di bibir Shaka seperti ejekan baginya. Zivana tidak terima. Ia pun menarik Shaka dan mendorongnya ke pintu.
"Eh ... tunggu dulu, gue belum mau pulang," protes Shaka.
"Nggak peduli gue. Pulang aja lo!" Zivana terus mendorong tubuh Shaka.
Karena Zivana tak mau mendengarkannya, Shaka langsung memutar tubuhnya. Ia mencengkeram pergelangan tangan Zivana agar gadis itu berhenti mengusirnya.
"Gue mau ngomong!"
Zivana bergeming tak menanggapi karena kesal.
"Gue mau bicara serius soal pernikahan kita," ujar Shaka dengan mengecilkan suaranya.
Zivana melihat raut wajah Shaka yang terlihat tidak main-main. Bagaimanapun ia juga butuh bicara dengan pria ini tentang perjodohan yang diusulkan orang tua mereka.
"Lo cuma punya waktu sepuluh menit karena gue harus segera ke toko!"
"Ok ... tapi apa nggak sebaiknya kita bicara di luar saja. Gue takut bokap lo denger." Shaka melihat kanan kiri seolah takut ada yang mendengar.
Melihat sikap curiga Shaka, Zivana pun paham. Ia belum tahu apa yang akan Shaka katakan tapi ia yakin ada sesuatu yang ingin dirahasiakan.
"Gue, pamit dulu."
Zivana pergi ke kamarnya. Mengambil hoodie dan juga tas. Kemudian pamit pada Yusuf kalau akan pergi sebentar dengan Shaka.
Menumpang mobil Shaka mereka pergi ke sebuah warung kopi yang tidak jauh dari toko kelontong milik Zivana.
Shaka memperhatikan sekitar. "Lo yakin kita bakal ngobrol di sini?"
"Kenapa?" Zivana membetulkan letak kaca matanya yang sedikit melorot.
"Lo nggak usah memikirkan tempatnya bagaimana, yang penting tempat ini aman buat kita ngobrol," lanjut Zivana.
"Pak, es teh satu," teriak Zivana pada pemilik kedai. "Lo mau minum apa?"
"Cappucino aja."
"Buset ... di sini mana ada minuman begitu. Di sini tu ya, adanya cuma es teh, kopi tubruk apa kopi susu instan. Jangan ngadi-ngadi!"
"Ya udah air putih aja."
Bibir Zivana mencebik. "Bilang aja dari tadi."
Zivana kembali memanggil penjaga warteg dengan melambaikan tangan. "Pak, air putih satu."
Sejak tadi di rumah sakit diam-diam Shaka terus memperhatikan Zivana. Awalnya ia mau memperalat gadis itu. Namun, setelah melihat sikap gadis itu yang tidak selugu penampilannya, urung Shaka lakukan.
Kini tujuannya berubah. Ia ingin mengajak kerja sama saja.
"Kenapa lo ngeliatin gue kayak gitu?"
"PD banget lo. Siapa juga yang ngeliatin! Gue lagi memperhatikan cewek yang di sono noh!" Shaka menunjuk arah belakang Zivana. Gadis itu pun menoleh memastikan. Benar saja ada gadis cantik yang duduk di belakangnya.
"Lo mau ngomong apa?" tanya Zivana menyudahi hal tidak penting.
"Gue mau bahas soal perjodohan kita."
"Iya gue tahu, kan tadi di rumah lo udah bilang."
Shaka menoleh ke kanan dan kiri. Memastikan jika situasi aman. Tidak ada mata-mata papanya yang sedang mengintai. "Nah, jadi gini ... gue ada tawaran buat lo."
"Tawaran?"
Shaka mengangguk. "Iya, tawaran kerja sama yang sangat menguntungkan untuk kita berdua."
"Maksud, lo?" Zivana sedikit bingung.
"Lo suka nggak sama gue?"
Pertanyaan Shaka membuat Zivana semakin bingung. Kenapa juga cowok berandal ini menanyakan hal konyol padanya.
"Nggak, kan?" Shaka menjawab sendiri pertanyaannya karena Zivana tak kunjung menjawab.
"Sama ... gue juga nggak suka sama lo. Tertarik pun enggak."
Ish ... cowok ini terlalu jujur. Bisa nggak sih nggak menjatuhkan harga diri Zivana.
"Terus mau lo, apa?" sentak Zivana kadung jengkel dengan ucapan Shaka.
"Ya itu tadi, karena kita sama-sama tidak saling suka jadi gue menawarkan kerja sama yang akan menguntungkan bagi kita berdua. Kita bikin perjanjian pranikah."
Zivana tercengang. "What!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Bunda Aish
kayaknya mereka ber 2 ini cocok lho.....
2023-11-09
1
Erni Fitriana
lanjut thor..episode kepo baru dimulai
2023-11-06
1
Asma Susanty
apa kira2 isi perjanjian pra nikah mereka yaa 🤔 , penasaran.....lanjoottt thor...🥰
2023-07-13
1