Entah ke mana Shaka pergi semalam, tapi pagi harinya Zivana sudah melihat Shaka terbaring di atas ranjang. Zivana yang hendak meletakkan bad cover ke dalam lemari berhenti sejenak menatap wajah pria yang berstatus suaminya.
Dalam dekapannya ada dua bedcover dan juga satu selimut tebal. Peralatan yang sehari-hari Zivana pakai sebagai alas tidur.
"Bisa-bisanya lo tidur pulas sementara istri lo harus kedinginan di lantai. Bener-bener nggak punya tanggung jawab," gumam Zivana terus menatap Shaka.
Ia mencebik kesal menatap pulasnya tidur Shaka yang sekaan tak punya dosa.
Zivana geleng-geleng sendiri. "Dosa apa gue, sampai harus nikah sama cowok begini. Jauh banget dari suami idaman gue. Padahal kan gue pengennya nikah sama cowok yang nggak jauh-jauh amat dari Cha Eun Woo. Lah ini, gue malah dapat suami berandal kek gini."
"Ngomong apa, lo?"
Zivana terperanjat. Bisa-bisanya Shaka terbangun saat dirinya sedang meratapi pernikahan dengan pria ini.
"Nggak ngomong apa pun. Nih, gue mau balikin semua ini ke lemari." Berusaha setenang mungkin Zivana menunjukkan apa yang ada dalam dekapannya.
Tak percaya begitu saja, Shaka langsung menyibak selimutnya dan turun dari atas ranjang. Berjalan mendekati Zivana yang masih terdiam di tempat.
Shaka menatap Zivana seolah curiga. Membuat Zivana tidak nyaman.
"Liatin apa sih, lo?" tanya Zivana dengan tangan mendekap bedcover.
"Gue denger ya apa yang tadi lo bilang. Lo nyesel kan nikah sama gue?"
"Dih, sok PD banget merasa diomongin." Zivana tetap kekeuh berbohong.
Shaka semakin mendekat, dan Zivana justru mundur selangkah. Tangannya lebih erat mendekap bedcover.
Pria itu tak kunjung bicara hanya terus menatap Zivana. Begitu saja Zivana sudah merinding dibuatnya. Sampai Zivana tidak tahan dan sedikit mendorong tubuh Shaka.
"Minggir, lo!" Segera Zivana berlalu ke lemari. Memasukkan apa yang ia bawa ke dalamnya. Setelahnya mengambil baju dan pergi ke kamar mandi.
Melihat ekspresi takut Zivana justru membuat Shaka suka. Meski gadis itu terlihat galak di luar sebenarnya Shaka tahu jika Zivana mudah terintimidasi.
Usai mandi, Shaka kembali mengajak Zivana bicara soal perpindahan dirinya ke kampus Shaka. Pria itu menjelaskan keuntungan jika Zivana mau pindah ke kampus Shaka.
"Gimana, gue jamin nggak bakal nyesel lo pindah ke kampus gue. Semua juga demi masa depan lo. Kalau lulus dari kampus gue, lo lebih bisa bersaing di dunia kerja."
Memikirkan ucapan Shaka, membuat hati Zivana goyah. Apa yang Shaka tuturkan banyak benarnya.
"Selain itu, jika nanti kita juga pindah rumah lo bakal bebas ngelakuin apa pun. Pokoknya gue nggak bakal ngelarang lo. Yang pasti kita nggak perlu pura-pura jadi suami istri beneran. Hidup lo bebas." Shaka mengiming-imingi Zivana.
"Udah, lo nggak usah banyak mikir." Shaka terus mendesak Zivana. Berharap gadis itu mau menuruti kata-katanya dan membawanya jauh dari orang tuanya.
"Tapi ...."
"Nggak usah pakai tapi. Lo mau nggak tiap hari ketemu bokap lo? Kalau nanti kita tinggal terpisah, lo boleh tiap hari pulang ke rumah bokap lo. Mau nginep kek mau enggak kek, itu semua terserah lo."
Enak juga ya kalau begitu. Sebab tinggal di rumah ini Zivana merasa tidak terlalu nyaman. Sebab ada rasa tidak enak hati pada ayah dan ibu mertuanya.
Kegiatan kuliah membuatnya kurang dekat dengan Winda. Sementara dengan ayah mertuanya Zivana terlalu segan.
"Setuju, kan, lo?"
Zivana menatap Shaka. Mencoba mencari niat jahat di balik sorot mata Shaka.
"Gue cuma mau hidup kita sama-sama enak. Dan jalan satu-satunya ya keluar dari rumah ini. Percaya sama gue!"
Zivana ragu meski sebenarnya ingin juga tinggal terpisah dari orang tua Shaka.
*****
Setelah kembali diskusi dengan Shaka tentang keuntungan jika Zivana mau pindah kampus, akhirnya Zivana menurut juga. Meskipun harus mengulang dari awal.
Semua prosedur kepindahan Zivana dari kampus lama dibantu oleh salah satu staf Bagas agar semua proses lebih cepat. Cukup memakan waktu memang, tapi itu sudah menjadi keputusan Zivana dan Shaka, tentunya didukung oleh Bagas.
Dan hari ini adalah hari pertama Zivana berada di kampus Shaka. Mereka memang berangkat bersama tadi, tapi Shaka menurunkan istrinya itu agak jauh dari kampus.
Begitu sampai Zivana bingung ke mana harus mengambil langkah menuju fakultasnya. Walaupun tadi Shaka sudah memberitahu, nyatanya kampus Shaka ini jauh lebih besar dari kampus lamanya. Hal itu membuat Zivana bingung sendiri.
Ia celingukan melihat arah.
"Permisi, Kak," ujar Zivana menghentikan seseorang.
Pria yang dipanggil Zivana itu pun berhenti.
"Boleh tanya nggak, Kak, di mana fakultas ekonomi?" tanya Zivana sopan.
Tidak langsung menjawab, pria itu justru memperhatikan penampilan Zivana dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tentu membuat Zivana risih.
"Anak baru, ya?"
Zivana mengangguk. "Iya, Kak."
"Ya udah, bareng gue aja. Gue juga mau ke sana," jawab pria itu.
"Terima kasih, Kak." Zivana pun turut dengan pria tersebut menuju fakultas ekonomi. Jurusan yang Zivana ambil.
Zivana terus memperhatikan ke mana kakinya melangkah. Sekaligus mengingat-ingat rute yang diambil agar lain kali tidak nyasar seperti sekarang ini.
"Lo baru pindah apa gimana?" tanya pria itu. Namun tak dijawab oleh Zivana karena gadis itu sibuk memperhatikan sekitar.
Sepanjang yang Zivana lihat, Zivana Cukup kagum dengan kampus barunya tersebut. Rasanya tidak salah telah memutuskan pindah kampus. Jaminan lulusan yang lebih kredibel dibanding kampus sebelumnya adalah salah satu alasan Zivana.
Dari sekian banyak hal yang Zivana lihat, hanya satu pemandangan yang sangat mengganggu dirinya ketika melewati fakultas tehnik. Ada pria yang sangat ia kenali duduk bersama teman-teman dan di sampingnya ada seorang wanita yang duduk bersandar di bahu pria itu.
Mereka tampak sedang bersenda gurau. Ekspresi bahagia tertangkap jelas oleh Zivana.
"Lo dengerin gue, nggak?" ujar pria yang mengantar Zivana.
"Heh, lo liat apa sih?" Pria itu melihat ke arah pandang Zivana.
"Mending lo jauh-jauh dari cowok itu kalau nggak mau sakit hati," ujar pria itu memperingati.
"Emang, kenapa?" tanya Zivana. Sebenarnya sejak tadi ia dengar apa yang pria itu katakan tapi sedang tidak mau menjawab sebab sibuk dengan apa yang ia lihat.
Moodnya berantakan setelah melihat Shaka dan gadis yang dulu pernah ia lihat.
"Dia itu playboy, cewek kayak lo nggak bakal masuk spek dia. Lo jangan tertipu sama wajahnya, dia itu berandal."
Sontak Zivana menatap tajam pria itu. Tapi apa yang dikatakan pria itu benar semua. Karena seperti itulah predikat Shaka semasa SMA.
Tanpa bicara apa pun lagi Zivana kembali melanjutkan langkah. Meninggalkan pria yang akan mengantarnya menuju fakultas ekonomi.
"Heh, lo mau ke mana?"
Seketika Zivana berhenti.
"Lo salah jalan, bukan lurus tapi belok kanan," ujar si pria.
Dasar Zivana. Sok tahu banget, jadi salah, kan.
Zivana tersenyum datar. Lalu kembali mengikuti langkah si pria sampai pada kelas yang ia maksud.
"Ini kelas yang lo cari."
"Makasih, Kak."
"Hmm." Pria itu pun beranjak meninggalkan Zivana, tapi langsung berhenti ketika Zivana kembali memanggilnya.
"Nama Kakak, siapa?"
Pria itu mengernyit.
"Biar kalau kita ketemu lagi aku bisa nyapa," ujar Zivana.
"Arjuna, panggil aja Juna."
"Ok."
Mereka pun berpisah. Zivana mulai masuk ke kelasnya dan pria bernama Juna pergi entah ke mana.
Rupanya pindah ke kampus baru tidak menakutkan seperti yang Zivana bayangkan sebelumnya. Di hari pertamanya kuliah, dia sudah mendapatkan teman.
Namanya Kania dan Dinda. Dua gadis itu yang datang menghampiri Zivana dan menawarkan pertemanan. Tentu disambut baik oleh Zivana. Bahkan di jam istirahat mereka pergi bersama.
Kembali Zivana melihat Shaka masih dnegan gadis yang sama. Ia terus memperhatikan pria itu hingga Kania melihatnya.
"Kenapa lo liatin Kak Shaka sampai segitunya?"
"Apa?" Zivana sampai gelagapan ketika aksi diam-diamnya ketahuan Kania.
"Lo naksir dia, ya?" tukas Kania.
Zivana bingung harus menjawab apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Erni Fitriana
O'O...kamu ketauannnnnn😁😁😁😁
2023-11-07
1