Zivana menatap takut pada pria di depannya. "Jangan macem-macem, ya, atau aku akan ...."
"Akan apa?" Shaka tak berhenti mengintimidasi Zivana.
"Akan ...." Zivana bingung memikirkan apa yang akan ia lakukan.
"Akan ...?" ulang Shaka.
"Akan ...." Tidak menyelesaikan kalimatnya, Zivana langsung mendorong tubuh Shaka sekuat tenaga hingga pria itu terjungkal.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, Zivana berlari keluar kamar.
"Hei, tunggu!" teriak Shaka memegangi kepalanya yang sempat terantuk lantai.
Namun sayang, Zivana sudah lebih dulu membuka pintu. Mengabaikan sakit di kepalanya, secepat mungkin Shaka bangkit dan mengejar istrinya.
Ketika Zivana hendak menuruni tangga, Shaka berhasil menjangkau rambut sang istri. Hampir saja ia berhasil.
Sialnya, Zivana yang tak ingin tertangkap lebih mempercepat langkah. Hingga ia bisa lolos meski Shaka sudah sempat menjangkau rambutnya. Hanya ikatan rambut saja yang terlepas sebab tarikan tangan Shaka.
"Sial!" Shaka membuang ikat rambut Zivana dan terus mengejar hingga ke bawah.
"Berhenti, lo!" teriak Shaka.
"Ayah!" pekik Zivana terus berlari.
Selebar apa pun langkah Zivana, ternyata langkah Shaka jauh lebih lebar. Akhirnya ia tertangkap juga. Shaka menarik tangan Zivana lalu menahan tubuh gadis itu agar tak lagi bisa melangkah.
"Lepas!" teriak Zivana. "Lepasin!" Zivana terus memberontak dan Shaka tak terpengaruh sama sekali.
Bibirnya melengkung ke atas, seakan puas bisa mendapatkan targetnya.
"Lepasin gue, brengsek!" Zivana meronta.
"Bakal gue lepasin kalau lo mau janji buat minta rumah ke bokap."
"Cowok gila!"
Posisi Shaka yang ada di belakang tubuh Zivana tak bisa membuat gadis itu melihat senyum di bibir Shaka. Pria itu tak tersinggung sama sekali dengan sebutan kasar untuknya. Ia masih terus mengunci Zivana dengan melingkarkan lengannya di bawah leher sang istri.
Sedikit menunduk Shaka berbisik tepat di telinga Zivana. "Dan gue bisa jadi lebih gila kalau lo nggak mau nurut apa kata gue."
"Nggak, gue nggak mau!"
"Nggak mau apa, Zivana?" Suara Bagas mengalihkan perhatian Shaka juga Zivana.
Melihat Zivana dengan rambut berantakan dan letak kaca mata yang sedikit miring serta posisi Shaka yang menahan Zivana, pikiran Bagas jadi ke mana-mana.
Apakah putranya sedang memaksa menantunya?
Kenapa Zivana sampai berteriak-teriak menolak?
"Ehm ... i-itu, Pa. Zi nggak mau kalau ...."
"Kalau terlambat lagi," sambung Shaka cepat.
Zivana menoleh dan sedikit mendongak. Bisa-bisanya pria ini berbohong.
"Benar begitu?" Bagas memastikan.
"Benar, Pa. Zivana nggak mau terlambat lagi ke kampus jadi dia mau pindah kampus aja bareng Shaka. Sekalian juga kami mau belajar mandiri." Shaka menjelaskan tanpa diminta.
"Belajar mandiri?" Bagas jadi bingung maksud anaknya.
"Iya, kalau Zivana udah pindah ke kampus Shaka, sekalian kami mau pindah aja. Selain biar makin dekat, juga sekalian belajar untuk mandiri."
Bagas terlihat ragu dengan ucapan Shaka. Raut wajahnya justru terlihat curiga.
Melihat itu, Shaka tak diam begitu saja. Ia menggerakkan tubuh Zivana yang masih dalam tawanannya. "Benar kan, Sayang?"
Apa, Sayang?
Mendengar sebutan Shaka untuknya, zivana jadi ingin muntah. Bisa-bisanya pria berandal ini bersikap demikian hanya untuk menipu papanya.
"Zivana?" panggil Bagas.
"Iya, Pa."
"Benar begitu?"
"Ya tentu benar dong, Pa. Kami sudah memutuskan kalau nanti setelah Zivana pindah ke kampus Shaka, kami akan keluar dari rumah ini dan mencoba untuk hidup mandiri. Untuk itu kami butuh rumah."
"Bu ...." Zivana baru saja akan buka mulut tapi Shaka lebih dulu membungkam mulutnya dengan tangan.
Agar tak terlihat kasar, sesekali Shaka mengecup kepala Zivana.
"Kalian yakin?" Bagas ingin kembali memastikan.
"Yakin, Pa," jawab Shaka.
"Ya sudah, nanti Papa bicarakan dulu dengan Yusuf bagaimana baiknya." Karena Zivana tak menjawab apa pun, Bagas menganggap apa yang Shaka ucapkan sudah mewakili menantunya itu. Ia pun kembali masuk ke kamar. Meninggalkan Zivana dan Shaka.
"Gue suka kalau lo nurut kayak gini," ujar Shaka kembali mengecup kepala Zivana.
Setelahnya Zivana justru menggigit tangan Shaka dan menginjak kaki suaminya itu dengan keras. Lalu meninggalkannya begitu saja.
Gantian, kini Shaka yang menjerit keras. "Arrgh ...."
*****
Masih seperti sebelumnya, pagi ini Zivana kembali diantar oleh Shaka ke kampus. Sejujurnya Zivana lebih memilih untuk naik kendaraan umum dari pada harus membonceng suami berandalnya. Namun Zivana tak punya pilihan itu demi menghormati papa mertuanya.
"Pegangan!" ujar Shaka sebelum menarik gas.
Dengan malasnya, Zivana melingkarkan tangannya ke pinggang Shaka. Asal-asalan. Dari spion motor Shaka bisa melihat bibir Zivana yang manyun. Pria itu tahu benar jika istrinya tengah kesal padanya gara-gara semalam.
Meskipun Zivana tidak benar-benar berpegangan pada Shaka pria itu tetap tancap gas. Melajukan motor menuju kampus Zivana.
Sepanjang jalan tidak ada salah satu dari mereka yang mengajak bicara lebih dulu. Mereka sama-sama diam dan sibuk dengan apa yang mereka lihat masing-masing.
Hampir sampai ke kampus Zivana, tapi Shaka justru putar arah.
Zivana yang sadar jika arah motor Shaka berubah langsung bertanya, "Kok puter arah?"
Shaka tetap diam sampai ia berhenti di samping sebuah mobil yang ada di pinggir jalan. Ia membuka helm agar bisa dikenali.
"Shaka," ujar gadis si pemilik mobil ketika motor Shaka berhenti tepat di mobil sampingnya.
Shaka turun dari motor disusul Zivana. Gadis itu juga melepas helmnya dan membetulkan kaca matanya.
"Kenapa mobil, lo Gis?" tanya Shaka.
"Nggak tahu nih, tiba-tiba aja mogok," jawab gadis yang terlihat cantik di mata Zivana.
"Ya udah, ikut motor gue aja."
Seketika mata Zivana membeliak. Apa Shaka lupa kalau sedang bersamanya?
"Beneran?" tanya gadis itu.
"Iya."
"Lah, gue gimana?" sela Zivana.
Shaka menoleh ke arah Zivana begitupun dengan gadis bernama Giska.
"Dia, siapa?" Giska menunjuk Zivana.
"Oh, dia. Sama kayak lo. Tadi gue ketemu di jalan, karena kasihan gue anterin aja dia ke kampusnya."
Zivana makin tak percaya dengan jawaban pria satu ini. Kalau bukan di tempat umum sudah pasti Zivana pukul kepalanya, biar otaknya rada bener. Beraninya bilang ketemu di jalan!
Giska mengernyit heran, tapi Shaka memang seperti itu orangnya. Asal saja.
"Udah, lo jalan aja. Kampus lo kan udah deket," ujar Shaka pada Zivana.
"Buruan naik Gis, entar kita telat lagi."
Giska melirik Zivana, lalu mengambil helm di tangan Zivana. "Maaf, ya."
Tidak ada yang bisa Zivana lakukan selain berdecak kesal setelah Shaka pergi bersama gadis yang tidak Zivana kenal.
Terpaksa Zivana berjalan kaki ke kampusnya. Kalau mau naik ojek juga nanggung karena sudah lumayan dekat.
"Haduh, gempor deh kaki gue." Zivana berhenti sejenak karena merasa lelah.
"Awas aja lo! Gue sumpahin cegukan seharian lo karena udah ninggalin gue di tengah jalan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Rizka Susanto
mgkin ceritanya bang shaka mau bls dendam krn kmren udh drong motor sdrian😁
2023-12-24
1
Bunda Aish
semoga bucin tuh Shaka nanti sama Zivanna.....
2023-11-09
2
Erni Fitriana
astaghfirullah..si sengklek
2023-11-07
1