Ada perasaan takut ketahuan

Hari pernikahan telah berlalu, kini Neyla telah sah menjadi istri dari seorang Zavan, mantan kekasihnya Neyla dimasa lalunya.

Hubungan yang dulunya tidak mendapatkan restu dari kedua orang tuanya, kini menikah pun tanpa meminta restu. Neyla sudah diusir oleh ibunya, juga Naren yang pernah menjadi suaminya hingga hadirlah Viro sebagai anak laki-laki satunya. Namun, tetap saja tidak menumbuhkan perasaan untuk Neyla.

Ikatan pernikahan tanpa cinta hingga belasan tahun lamanya, tetap langgeng hubungannya meski sering dihadirkan konflik karena perekonomian.

Neyla yang tengah sibuk menyiapkan sesuatu untuk suaminya, tiba-tiba ia teringat dengan Viro putranya.

'Bagaimana keadaanmu, Nak? Mama sangat merindukanmu. Apakah kamu baik-baik saja? maafkan kesalahan Mama yang sudah menyakiti hatimu.' Batin Neyla yang tengah menatap ke cermin.

"Kamu kenapa, sayang? kelihatannya kamu sedang memikirkan sesuatu, katakan."

Zavan pun langsung memeluknya dari belakang.

Neyla yang dikagetkan oleh suaminya, pun memutarbalikkan badannya. Lalu, ia mendongak dan menatap suaminya.

"Aku merindukan Viro, juga ingin bertemu dengannya. Tapi, aku tidak yakin kalau Mama sama Mas Naren akan mengizinkan. Sudah lama aku tidak mendengar kabarnya, aku khawatir dengan kesehatannya. Mau kah kamu membantuku untuk bertemu dengan putraku?"

Tatapan Neyla terlihat memohon kepada suaminya, dan berharap keinginannya dapat disetujui.

Zavan mengangguk dan tersenyum.

"Kalau itu keinginan kamu, aku akan membantumu untuk bertemu dengan putramu si Viro. Tapi, aku hanya memberimu waktu sebentar, kamu bersedia?"

"Asalkan aku bisa bertemu dan ngobrol sebentar, itu sudah lebih dari cukup. Aku sangat merindukannya, dan aku ingin bicara empat mata dengan Viro," jawab Neyla yang begitu berharap dapat dipertemukan dengan putranya.

"Nanti malam, gimana? soalnya aku harus membuat rencana. Tidak mungkin juga jika harus dadakan gini. Gimana pendapat mu, gak apa-apa, 'kan? hari ini kerjaan aku padat. Jadi, aku harus menyelesaikan tugasku di kantor. Kamu tenang saja, aku akan pulang tepat waktu."

Neyla yang mendengarnya saja, pun terasa senang. Meski sering gagal untuk bertemu, Neyla sama sekali tidak pernah untuk menyerah, dan terus berusaha. Bahkan, sudah sering mendapat hinaan, hujatan, dan juga diusir, Neyla seolah muka tembok dan tidak mau menyerah begitu saja. Selagi ada waktu, tidak menyia-nyiakan kesempatannya.

"Terima kasih banyak ya, sayang. Aku lega, dan aku yakin untuk malam nanti pasti tidak akan gagal. Aku percaya sama kamu. Andai saja kita menikah dari dulu, mungkin tidak akan menemui masalah serumit ini. Tapi, akhirnya kita sudah menjadi suami istri. Aku tidak mau berpisah lagi denganmu," jawab Neyla yang langsung memeluk suaminya.

Zavan yang tengah dipeluk istrinya, pun membalas pelukannya.

"Tidak apa-apa baru bisa memiliki seutuhnya, yang terpenting kita sudah hidup bersama. Terima kasih atas kesetiaan mu selama ini yang masih menjaga cinta kita. Aku begitu beruntung memilikimu. Kamu lah wanitaku, istri tercintaku," ucap Zavan sambil mengusap punggungnya.

Neyla yang tidak ingin suaminya terlambat ke kantor, segera melepaskan pelukannya.

"Ya udah ya, sayang. Aku mau berangkat ke kantor. Jangan kemana-mana, tunggu aku sampai pulang. Aku gak lama kok, nanti sekitar jam tiga sore aku udah pulang. Jadi, kamu gak perlu khawatir untuk nanti malam. Semua akan berjalan dengan lancar," ucap Zavan kembali yang sekaligus berpamitan.

"Hati-hati ya, sayang," jawab Neyla.

Zavan yang tidak ingin datang terlambat, cepat-cepat untuk pergi ke kantor. Neyla sendiri yang tengah berada di rumah, mempersiapkan diri untuk bertemu dengan putranya.

Takut salah bicara dan ucapannya tidak mengenakan hati, di depan cermin, Neyla seperti tengah memperagakan ketika bertemu dengan putranya soal untuk menjelaskan semuanya, serta meminta maaf.

Cukup lama berada didalam kamar, tidak terada sudah waktunya makan siang. Karena perut harus diisi, Neyla sendirian ketika menikmati makan siangnya. Setelah merasa kenyang, Neyla memilih untuk duduk bersantai di taman belakang sambil menghibur diri agar tidak kesepian.

"Permisi, Nona, Tuan sudah kembali. Mari, Nona, Tuan sudah menunggu Nona." Ucap salah seorang asisten rumah yang tengah memanggil istri Tuannya.

"Iya, Bi," jawab Neyla dan bergegas untuk menemui suaminya yang sudah pulang dari kantor.

Karena sudah tidak sabar untuk mendapat kabar soal nanti malam yang akan diajak bertemu dengan putranya, cepat-cepat masuk ke kamar.

"Sayang, kamu sudah pulang. Maaf, tadi aku lagi di taman belakang. Soalnya akhir-akhir ini aku merasa jenuh," ucap Neyla yang baru saja masuk.

"Iya, aku capek banget. Oh iya, untuk nanti malam, aku sudah punya rencana. Jadi, kamu tinggal bersiap-siap saja. Aku mau istirahat dulu, nanti jam lima bangunin aku," jawab Zavan, Neyla mengiyakan dan tidak berani mengganggu waktu istirahat suaminya.

Di tempat lain, Viro yang tengah duduk ditemani neneknya, tidak dapat dipungkiri jika dirinya merindukan ibunya. Lebih lagi sering melihat ibunya diusir setiap datang, membuat Viro terus kepikiran. Apakah ibunya baik-baik saja? atau justru nasibnya tidak baik.

Meski mempunyai kesalahan besar, Viro sama sekali tidak mempunyai perasaan benci kepada ibunya. Kesal atas perbuatan ibunya, itu memang benar, tetapi tidak untuk membencinya. Mau bagaimanapun, seorang ibu tidak akan mungkin membiarkan anaknya sakit, meski harus mengorbankan diri. Meski jalan yang diambilnya itu salah, dan tidak juga untuk dibenarkan.

Tidak terasa, waktu pun sudah malam. Viro bersama neneknya yang tengah asik menonton televisi, tiba-tiba dikagetkan dengan suara ketukan pintu.

Neneknya Viro segera membukanya.

"Permisi, Nek. Nenek diminta untuk ke rumahnya Pak RT, katanya ada sesuatu yang penting," ucapnya.

"Sesuatu yang penting? apa itu, Pak?"

"Saya kurang tahu, Nek. Katanya sih penting, tapi gak tahu juga sih."

"Terus, Viro gimana, Pak Kerto? saya takut ada orang jahat datang ke rumah."

"Nenek gak usah takut, ada saya. Nanti saya yang akan nemani Viro."

"Ya udah, saya mau pamit dulu sama cucu saya." Kata neneknya Viro.

Setelah berpamitan, neneknya Viro pergi ke rumahnya Pak RT. Sedangkan ayahnya Viro sendiri tengah sibuk karena ada lembur di kantor.

Saat di rumah hanya ada Viro dan Pak Kerto, Neyla merasa lega karena dapat bertemu dengan putranya.

Dengan hati-hati, Neyla mengetuk pintunya. Berharap, semua sesuai rencananya yang dapat bertemu dengan Viro.

Pak Kerto yang sudah mendapat kode, pun membukakan pintu.

"Silakan masuk, Bapak ngerti permasalahan kamu dari suami kamu yang kedua. Bapak akan berjaga di depan rumah. Masuk lah," ucap Pak Kerto.

"Makasih ya, Pak," jawab Neyla dan bergegas masuk ke dalam rumah untuk menemui putranya.

Saat menuju ruang tengah, Neyla memandangi sosok Viro dari belakang. Air matanya pun membasahi kedua pipinya. Napasnya juga terasa sesak, lantaran sudah sekian lamanya tidak bertemu dengan putranya. Lebih lagi yang selalu diusir dan dipaksa untuk pergi, membuat Neyla seolah kehilangan harapannya untuk bertemu putranya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!