Neyla yang masih menyimpan rasa kekesalan dan kekecewaan karena sikap suaminya yang begitu kasar dan sudah berani menampar dirinya, pun terasa sulit untuk memaafkan kesalahannya.
Namun, tiba-tiba Neyla teringat akan kebohongannya sendiri yang juga melakukan kesalahan besar kepada suaminya. Kesalahan apa lagi kalau bukan menjadi wanita penghibur, yakni kupu-kupu malam di sebuah club miliknya Mami Vira untuk menjajakan tubuhnya ke lelaki hidung belang.
Masih di rumah sakit, Neyla yang tengah memikirkan banyak hal, termasuk kesembuhan putranya, ia menitikkan air matanya. Naren yang merasa bersalah karena sudah berbuat kasar kepada istrinya, meraih tangannya.
Baru saja hendak meraih tangan istrinya, Viro tersadar dari tidurnya.
"Viro, sudah bangun kamu, Nak?"
Neyla yang menyadari jika Viro sudah sadarkan diri, senyumnya pun lebar.
"Viro. Kamu baik-baik saja 'kan, sayang?"
Viro mengangguk, dan mengamati isi dalam ruangan tersebut. Masih sama, pikirnya. Sedangkan Neyla buru-buru menghapus air matanya karena takut ketahuan putranya jika dirinya tengah menangis.
"Mama habis nangis ya? Mama kenapa? gara-gara Viro ya, Ma? apa Mama sama Papa bertengkar lagi? pasti gara-gara Viro, iya 'kan, Ma, Pa?" tanya Viro yang tengah memberondong banyak pertanyaan.
Neyla berusaha tersenyum demi putranya tidak menaruh curiga. Naren sendiri langsung merangkul istrinya, yang pastinya agar terlihat rukun dan tidak ada masalah apapun jika keduanya tengah marahan.
"Enggak, sayang. Mama sama Papa gak berantem kok, kita berdua baik-baik saja. Iya kan, Mas?" jawab Neyla dan mengajak suaminya untuk memberi kode.
"Benar, Vir. Mama itu cuma khawatir sama kamu, soalnya dari tadi kamu gak bangun-bangun. Jadi, Mama kamu itu khawatir." Timpal Naren ikut memberi alasan, yakni demi tidak ketahuan jika dirinya memang tengah membuat istrinya menangis karena sudah menamparnya.
"Maafkan Viro ya, Ma, Pa. Jika Viro udah membuat kalian khawatir, dan juga udah menyusahkan Mama dan Papa, juga sama Nenek. Kalau memang gak ada biaya, Viro udah siap kok, Ma, jika Viro memang tidak diberi umur panjang. Soalnya penyakit lupus itu tidak ada obatnya. Bisa bertahan hidup pun dari obat-obatan," ucap Viro yang udah hilang semangat hidupnya.
Neyla langsung menangis saat mendengar ucapan dari putranya, ia langsung menciumi tangannya Viro.
"Kamu jangan ngomong begitu, sayang. Kamu pasti sembuh, omong kosong kalau Dokter mengatakan kalau kamu tidak bisa sembuh. Mama akan melakukan apapun demi kesembuhan kamu, sayang. Mama gak peduli jika harus kerja siang dan malam, asalkan kamu bisa sembuh. Percayalah sama Mama, kamu pasti sembuh," jawab Neyla sambil menangis sesenggukan saat putranya hilang semangat hidupnya.
Naren yang melihat kondisi putranya yang begitu memprihatinkan, ikutan menitikkan air mata. Betapa tidak bergunanya menjadi seorang ayah yang tidak bisa membiayai pengobatan anaknya.
"Viro pasti sembuh, percayalah sama Papa. Apapun akan Papa lakukan demi kamu, yang penting kamu bisa sembuh," ucap Naren yang merasa tiada gunanya menjadi seorang ayah, pikirnya sambil menahan sesaknya didada.
'Maafkan Papa, Nak. Papa gagal menjadi seorang ayah yang bertanggung jawab atas sakit yang kamu derita. Maafkan Papa yang gak ada gunanya ini menjadi seorang ayah.' Batin Naren merasa bersalah besar.
"Sudah cukup nangisnya. Kasihan Viro jika kalian menunjukkan kesedihan kalian di hadapan anak kalian. Dan kamu Viro, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Nak. Yang terpenting pikiran kamu tenang, dan jangan banyak prasangka buruk soal penyakitmu. Percayalah sama Nenek, kamu akan sembuh, dan bisa menikmati hari-harimu bersama keluarga, dan juga teman-teman kamu di sekolah." Ucap Neneknya Viro berusaha meyakinkan cucunya agar tidak bertambah penat memikirkan penyakit yang dideritanya.
"Iya, Nek. Selain bersemangat untuk hidup, Viro udah pasrah dengan penyakit yang ada pada diri Viro. Juga, Viro tidak ingin membebani Mama sama Papa," jawab Viro dengan lesu.
"Ya udah, sekarang kita lupakan yang tadi. Kita ngobrol yang lainnya saja, biar suasana gak tegang begini. Dan kamu Neyla, kamu baru pulang kerja, mendingan kamu istirahat saja dulu, kalau kamu lapar, biar suami kamu yang beliin makanan," ucap ibunya.
"Aku udah kenyang, Ma. Tadi udah makan waktu mau lembur. Mama kalau mau istirahat, istirahat saja," jawab Neyla sambil mengusap air matanya.
"Besok kamu kerja, istirahat saja yang cukup. Biar Mama yang menemani Viro. Naren juga, kamu istirahat juga. Kalian berdua besok bekerja, jangan mengabaikan jam istirahat. Soal Viro, biar Mama yang jagain."
"Iya, Ma, Pa. Mendingan Mama sama Papa istirahat saja, Viro sama Nenek." Timpal Viro ikut menyahut.
"Iya, Ma. Makasih ya, Ma. Maafkan kami berdua yang udah merepotkan Mama," jawab Neyla tidak bersemangat.
"Mama tidak merasa direpotkan, sana kalau mau istirahat. Jangan sampai bangunnya kesiangan," ucap ibunya, Neyla maupun Naren segera beristirahat meski didalam ruangan yang cukup sempit.
Badan yang terasa capek, juga pikirannya yang begitu penat, Naren maupun Neyla tidur dengan pulas hingga pagi menyambutnya. Bangun tidur, Neyla dan juga suaminya segera pulang ke rumah untuk bersiap-siap berangkat ke kantor. Sedangkan ibunya tengah menemani Viro.
Selama perjalanan, mereka berdua tidak ada yang bersuara, bahkan sampai turun di depan kantor miliknya Zavan.
Neyla yang buru-buru segera masuk karena takut terlambat, sama sekali tidak berucap sepatah katapun kepada suaminya. Benar saja, ternyata semua karyawan sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
"Mbak Neyla, ya."
"Iya, kenapa?"
"Tadi Bos Zavan bilang, Mbak Neyla di suruh menemui Bos di ruang kerjanya. Silakan," jawabnya dan langsung pergi.
Neyla yang menyadari jika dirinya terlambat, pun sudah siap jika harus menerima hukuman, pikirnya. Karena tidak ingin bertambah masalah, Neyla segera menemuinya. Saat sudah berada di depan pintu, rupanya pintunya terbuka dengan sendirinya tanpa menekan tombol.
Pelan-pelan, Neyla masuk ke ruang kerja Bosnya. Kemudian, Neyla memilih untuk diam, karena itu adalah cara yang jauh lebih baik daripada harus berucap, pikir Neyla bersamaan detak jantung yang berdegup kencang.
"Kamu niat kerja atau gak? lihat, jam berapa ini? ha."
"Maaf, tadi kesiangan," jawab Neyla sambil menggigit bibir bawahnya.
Detak jantungnya tidak karuan saat Zavan bangkit dari posisinya dan mendekatinya.
"Hari ini kamu masih aman, tapi kalau kamu ulangi lagi, aku bakal menghukum mu pulang larut malam," ucap Zavan memberi ancaman, sekalian menakutinya.
Neyla sendiri langsung melotot. Tentu saja, otaknya travelling ke hotel untuk melayaninya. Tidak ingin pikirannya semakin kotor, Neyla memilih untuk segera keluar dan kembali ke ruang kerjanya.
Nahas, baru saja mau melangkah, Zavan lebih cepat menyambar lengannya dan menarik tubuhnya hingga membentur dada bidangnya Zavan, keduanya saling menatap satu sama lain. Saat itu juga, Zavan langsung mencium bibirnya Neyla dan menyesap dengan sepuasnya.
"Aw! sakit, bodoh." Pekik Zavan saat bibirnya mendapat gigitan dari Neyla.
"Salah sendiri, aku 'kan gak bisa bernapas. Maaf, aku harus kembali ke tempat kerjaku, permisi," ucap Neyla yang langsung bergegas keluar karena takut masalah bertambah runyam.
Zavan yang bibirnya terluka karena ulah Neyla, justru tersenyum senang.
'Aku pastikan bahwa kamu bakal jatuh cinta lagi denganku, Neyla.' Batin Zavan sambil mengusap bibirnya yang keluar darah segar karena gigitan darinya.
Cukup lama disibukkan dengan pekerjaannya masing-masing, tidak terasa sudah jam makan siang. Neyla yang masih mempunyai pekerjaan untuk diselesaikan tepat waktu, ia membeli makanan dan dibawa ke ruang kerjanya sambil bekerja, juga sambil makan. Tidak terasa selesai juga hingga diakhir jam pulang.
Sesuai kesepakatan sebelumnya, setelah pulang jam kantor, Neyla harus melayani segala keinginan Zavan, termasuk mengikuti kemana perginya. Juga, tidak melulu melayaninya didalam kamar hotel. Tetapi, melayani kemana perginya, dan dijadikan teman, asisten, bisa saja seperti kekasihnya sendiri.
Di sebuah taman yang begitu luas, dan banyak pemandangan yang begitu bagus, Neyla tengah bersama Zavan. Mereka berdua duduk bersebelahan, dan terlihat begitu romantis dengan posisi Zavan yang terlihat tangan kirinya tengah merangkul Neyla.
Sontak saja, Naren yang kebetulan ada di taman yang hendak menenangkan diri karena penatnya pikiran dan juga pekerjaannya, ternyata melihat istrinya yang rupanya sedang duduk bersama Zavan dengan jarak yang cukup dekat.
Saat itu juga, Naren langsung bangkit dari posisinya.
"Neyla! kamu!" bentak Naren saat memergoki istrinya sedang bersama Zavan.
Saat itu juga, keduanya kaget bukan main saat tertangkap basah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments