Neyla yang tidak mempunyai cara lain, akhirnya pulangnya diantar oleh dua orang suruhan dari Zavan.
Selama perjalanan, Neyla terus kepikiran kondisi anaknya yang kapan saja bisa kambuh dalam sewaktu-waktu. Lebih lagi dengan biaya pengobatan yang harus dikeluarkan. Mengandalkan penghasilan dari suami yang hanya menjadi karyawan biasa, hanya mampu memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Bahkan, untuk membayar pengobatan saja tidak cukup.
Saat itu juga, Neyla baru menyadari jika ponselnya dimatikan sejak keluar dari rumah. Takut ada pesan masuk dari suaminya, ataupun ada panggilan masuk, cepat-cepat untuk menyalakan ponselnya.
Setelah layar kunci dibuka, Neyla mendapat pesan masuk dari suaminya perihal menanyakan kemana perginya. Juga, tengah mengabarkan bahwa anaknya sudah dilarikan ke rumah sakit.
Neyla yang khawatir dengan kondisi anaknya, pun langsung shock.
"Viro! Viro anakku. Viro."
"Nona, Nona kenapa? ada apa dengan Nona?" tanya anak buahnya Zavan saat melihat Neyla tengah panik.
"Tolong, tolong antar saya ke rumah sakit sekarang juga, cepetan."
"Tapi Non, kita sudah sampai di mini market,"
"Saya tidak butuh belanja. Saya hanya untuk pergi ke rumah sakit, keselamatan anak saya jauh lebih penting dari pada sekedar belanja. Cepat! antar saya ke rumah sakit." Neyla yang sudah panik memikirkan kondisi anaknya yang sudah berada di rumah sakit, tidak mau membuang-buang waktunya.
"Baik, Nona," ucapnya, dan segera menuju rumah sakit yang ditunjukkan oleh Neyla.
Dengan kecepatan tinggi sesuai yang diminta Neyla, akhirnya sampai juga di rumah sakit. Dengan larinya yang cukup kencang, Neyla sampai di ruang rawat putranya.
"Dimana Viro? dimana dia? Viro, dimana Viro?" tanya Neyla dengan khawatir.
"Viro sedang ditangani dokter, kita tunggu saja disini, Nak!" jawab ibunya menegaskan, sedangkan suaminya tengah duduk sambil memijat pelipisnya.
Neyla yang melihatnya, pun langsung mendekati suaminya.
"Kamu itu ya! bukannya cari uang kek, apa kek, sibuk kek, ini cuma duduk aja. Aku tuh udah gak punya uang, Mas. Viro butuh biaya, bukan hanya perhatian saja." Bentak Neyla yang sudah hilang kendali karena emosinya.
Naren sebagai suaminya, pun langsung bangkit dari posisi duduknya.
"Kamu bilang apa tadi? cuma duduk aja katamu, gak mau sibuk, ha! kamu pikir, aku itu gak kerja, cuma duduk dan gak berusaha, gitu. Nama baikku itu sudah hancur, sulit untukku mencari pekerjaan. Seharusnya kamu paham soal itu."
Naren yang sudah terpancing emosinya, dirinya tidak kalah kerasnya ketika menjawab ucapan dari Neyla istrinya.
"Sudah! hentikan marahnya. Kalian tidak perlu berdebat, Viro butuh kalian. Soal biaya, rumah bisa dijual. Sekarang yang terpenting kesembuhan Viro, bukan tempat tinggal." Bentak ibunya yang akhirnya ikut bicara.
Neyla maupun Naren, pun sama-sama diam. Keduanya tidak menjawab.
"Sekarang dokter udah keluar, cepat kalian temui." Perintah ibunya Neyla.
Naren dan Neyla segera menemui dokter yang baru saja keluar.
"Bagaimana keadaan anak kami, Dok?" tanya Naren.
"Keadaan pasien lumayan butuh penangan yang maksimal. Kondisinya lemah, sepertinya pasien minum obat kelebihan dosis, apakah orang tua tidak salah memberi resep minum obatnya? untung saja segera ditangani, pasien masih selamat."
"Saya kurang tahu, Dok. Tadi saya menemukan kondisi anak saya kejang, mulutnya berbusa. Mungkin saja iya, Dok. Tapi, perasaan saya sudah benar memberinya obat sesuai dengan resep dokter. Jangan-jangan-"
Naren langsung terhenti dari ucapannya.
"Jangan-jangan kenapa, Mas?" tanya Neyla penasaran.
"Tidak. Ini hanya firasat ku saja. Anak kecil berusia lima belas tahun, mana mungkin kepikiran untuk bunuh diri. Tidak, ini hanya pikiran burukku saja," jawab Naren sambil menunduk.
"Seharusnya kamu awasi anakmu saat aku gak ada di rumah, Mas. Kamu itu ya, selalu saja lalai kalau aku suruh jagain Viro," ucap Neyla dengan amarahnya.
"Sudahlah, kalian jangan bertengkar. Tidak baik kalian terus berdebat. Lebih baik kita pikirkan jalan keluarnya, yaitu biaya pengobatan untuk Viro. Surat tanah ada di kamar Mama, ada didalam lemari baju. Kamu bisa ambil, dan bisa dijadikan jaminan untuk pinjam uang di bank. Kalau masih kurang, kita jual. Kita bisa ngontrak untuk tinggal." Timpal ibunya ikut bicara, dan memberi saran kepada Neyla.
"Viro, aku mau lihat Viro. Aku ingin mengetahui keadaannya Viro," ucap Neyla dan bergegas masuk dan melihat kondisi anaknya yang tengah berbaring lemas di atas ranjang pasien.
Ditatapnya Viro yang dibantu oleh oksigen untuk bernapas, sungguh tersayat hatinya ketika melihat kondisi putranya yang sangat memprihatinkan kondisinya. Neyla menangis, dan mengusap pipinya, lalu mencium pipinya. Setelah itu, Neyla keluar untuk mencari cara agar mendapatkan uang.
"Aku pulang dulu ya, Ma. Aku mau cari uang. Jika aku tidak mendapatkan uang, aku akan jual rumah, atau gak, akan aku jadikan jaminan pinjam uang di bank," ucap Neyla pamit pergi.
Sedangkan Naren, dia menemani putranya di rumah sakit bersama ibu mertua. Karena takutnya si Viro kenapa-napa, Naren tetap berjaga di rumah sakit.
Neyla yang sudah berada di rumah, ia mengambil surat tanah didalam lemari. Namun, tiba-tiba ia teringat dengan tawaran yang diberikan oleh Zavan, yakni menjadi pelayannya.
"Daripada aku harus menjual rumah, lebih baik aku menerima tawaran dari Zavan. Kalau sampai rumah ini dijual, kasihan Mama. Takutnya nanti gak punya tempat tinggal. Baiklah, aku terpaksa menerima tawaran dari Zavan," gumamnya yang tiba-tiba teringat pada Zavan yang memberinya tawaran.
Tidak menunggu lama, Neyla segera menghubungi Zavan, dan melakukan pertemuan di rumahnya.
"Aku datang, dan aku akan menerima tawaran darimu, yaitu sesuai yang kamu inginkan terhadap diriku!" ucap Neyla yang sudah berada di hadapannya.
Zavan tersenyum mendengarnya.
"Apakah kamu yakin dengan keputusan kamu ini? nanti gak tahunya kamu hanya mengkhianati. Karena dulu saja, kamu mengkhianati hubungan kita. Apa lagi ini, hanya sebatas timbal balik."
"Silakan lakukan apa yang kamu suka, jika aku melanggar sesuatu yang kamu larang," ucapnya yang tidak ada lagi pilihan.
"Baiklah. Malam ini kamu layani aku dengan sebaik mungkin. Maka, aku akan melakukan apapun yang kamu mau," pinta Zavan sesuai yang diinginkannya.
Neyla yang tidak mempunyai pilihan lain, akhirnya mengiyakan. Saat itu juga, Neyla langsung mendapatkan uang tunai sesuai yang diinginkannya. Setelah mendapatkan uang, Neyla segera kembali ke rumah sakit untuk membayar tagihan biaya pengobatan anaknya.
Sampainya di rumah sakit, Neyla membuka tasnya, dan menyodorkan uang sekitar tiga puluh juta kepada suaminya.
"Ini, aku sudah mendapatkan pinjaman dari Bosku. Jika uangnya kurang, kamu bilang saja denganku. Nanti aku pinjam lagi," ucap Neyla saat menyodorkan uang sebesar tiga puluh juta kepada suaminya.
"Kenapa gak kamu pinjam saja di bank, Ney?" tanya ibunya.
"Enggak bisa, Ma. Nanti takutnya hutangnya membengkak, dan rumah kita di sita. Terus, kita mau tinggal dimana? Mama gak perlu khawatir, karena aku pinjam ke bos, gak ada bunganya, jadi aman. Setidaknya kita mempunyai tempat tinggal," jawab Neyla mencoba untuk meyakinkan ibunya, maupun suaminya sendiri.
"Syukur lah, kamu mempunyai bos baik. Kamu jangan mengecewakan bos kamu, harus kerja dengan baik."
Dengan terpaksa, Neyla harus berbohong di depan ibunya, dan juga suaminya.
"Ma, Mas, malam nanti aku tinggal dulu, ya. Jaga Viro. Aku ada kerjaan di rumah bos. Hitung hitung aku ada kerjaan tambahan. Ya aku tahu, malam ini libur kerja, tapi aku minta tidak ada libur. Supaya meringankan hutang ku pada bos, itu aja sih," ucap Neyla berbohong, dan penuh alasan.
"Kamu hati-hati ya, kalau kerja. Soal Viro, biar Mama sama Naren." Kata sang ibu, Neyla mengangguk.
"Aku akan berusaha mencari kerjaan tambahan untuk pengobatan Viro." Timpal Naren, sedangkan Neyla tidak menanggapinya, dan memilih duduk di dekat putranya yang belum sadarkan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments