Sambil menunggu kesadaran putranya pulih, Neyla memegangi tangannya dan mengusap pucuk kepalanya.
"Maafkan Mama, sayang. Mama belum bisa memberi perhatian yang penuh buat kamu. Mama janji, akan melakukan sesuatu yang terbaik demi kesembuhan kamu," ucapnya dengan lirih, namun masih bisa untuk didengar oleh ibunya maupun sang suami.
Tanpa disadari oleh Neyla, Viro menggerakkan jari-jemarinya. Neyla sontak kaget, juga bercampur senang, lantaran putranya telah sadarkan diri. Neyla langsung bangkit dari posisi duduknya. Sedangkan suaminya menekan tombol untuk memanggil dokter.
"Viro, Viro. Kamu sudah sadar, sayang?"
Neyla kaget saat putranya sadarkan diri. Tak lama kemudian, datanglah seorang Dokter untuk memeriksa kondisi Viro.
"Kamu tidak perlu panik, Viro pasti baik-baik saja," ucap ibunya untuk tidak membuat putrinya khawatir.
Neyla tidak bisa berkata apa-apa, bibirnya terasa kelu untuk menjawab ucapan dari ibunya sebelum dokter memberinya penjelasan.
Naren memeluk istrinya, berusaha untuk menenangkan pikirannya.
"Viro pasti bisa melewati masa sulitnya, dia anak yang kuat," ucap Naren agar istrinya sedikit tenang, dan tidak gelisah.
"Bagaimana keadaan putra kami, Dok?" tanya Neyla yang sudah tidak sabar untuk mendengar penjelasan dari Dokter.
"Kondisi pasien baik-baik saja. Satu hal yang harus diingat, awasi dengan baik, dan jangan mengabaikannya. Lengah sedikit saja, bisa fatal akibatnya. Kalau begitu, saya pamit, kerjaan saya masih banyak. Silakan jika ingin mengajak pasien mengobrol, tapi hanya sebentar saja. Sudah waktu saya melanjutkan tugas pekerjaan, permisi," jawab Dokter sekaligus berpamitan.
"Terima kasih banyak, Dok," ucapnya.
Sang Dokter, pun segera pergi. Setelah di lepas, dan tidak menggunakan alat bantu untuk bernapas, Viro benar-benar telah sadarkan diri dari pingsannya.
"Viro ada dimana, Ma?" tanya Viro sambil mengamati isi dalam ruangan tersebut.
"Viro ada di rumah sakit, sayang. Viro sedang di rawat sama Dokter. Semoga segera lekas sembuh, Nak. Mama sangat mencemaskan kamu, jangan menyerah untuk sembuh," ucap Neyla yang berusaha untuk menyemangati putranya.
"Maafkan Viro, Ma. Viro janji, Viro gak akan mengulangi lagi," jawabnya yang akhirnya mengakui, meski belum menjelaskan dengan jelas.
Namun, Neyla dapat memahami kalimat yang diucapkan oleh putranya. Neyla pun memegangi tangannya.
"Janji ya, Viro harus semangat untuk sembuh. Juga, Viro jangan menyerah. Mama akan melakukan sesuatu yang terbaik untuk kesembuhan kamu, sayang. Jangan memikirkan soal biaya, pasti nanti ada jalan keluarnya," ucap Neyla yang terus menyemangati putranya, meski harapan sembuh itu tipis.
"Ya, Ma. Viro janji, Viro gak akan lagi membuat Mama kecewa. Viro akan semangat untuk sembuh, Ma," jawab Viro, sedangkan ibunya Neyla dan suaminya menjadi pendengar.
Bagi Neyla untuk kesembuhan putranya, sama sekali tidak peduli jika harus menjual harga diri sekalipun, Neyla sudah siap menanggung segala akibatnya. Sekalipun harus ketahuan, dan juga diceraikan, Neyla masa bodoh akan hal itu. Karena di dalam hatinya, rasa cinta kepada suaminya pun tidak ada, semua hanya palsu.
Neyla yang teringat mempunyai janji dengan Zavan, ia harus segera datang untuk menemuinya. Soal apa lagi kalau bukan untuk melayani sesuai janji yang sudah disepakatinya.
"Ma. Mama kenapa diam?"
"Em- tidak kenapa-napa, sayang. Mama cuma teringat kalau malam ini Mama harus balik ke rumah Bos untuk kerja, gak apa-apa 'kan, kalau Mama tinggal? nanti Viro ditemani sama Papa, dan juga Oma," jawab Neyla kembali dan terus selalu beralasan jika dirinya harus pura-pura kerja.
"Mama yang hati-hati ya, kerjanya. Maafkan Viro, Ma, jika sudah membuat Mama kecapean," ucap Viro merasa sedih karena selalu membuat ibunya kelimpungan untuk mencari uang demi biaya pengobatannya.
Neyla tersenyum agar putranya tidak bersedih, dan sekaligus pamit pada suaminya, juga kepada ibunya.
"Kamu yakin mau berangkat sendiri, aku antar ya?"
"Gak usah, aku sudah pesan ojek. Lebih baik kamu dan Mama temani Viro, jaga anak kita. Ya udah ya, aku berangkat. Ma, aku berangkat kerja dulu," jawab Neyla dan pamit dengan ibunya.
"Hati-hati dijalan, jaga keselamatan kamu," ucap ibunya, Neyla mengangguk.
Setelah itu, Neyla pergi untuk menepati janjinya dengan Zavan sesuai kesepakatan mereka berdua.
Sampainya ditempat yang dibuatnya untuk ganti kendaraan, Neyla dijemput oleh orang kepercayaan dari Zavan, yaitu naik mobil agar tidak terlihat jejaknya.
Ketika sampai di hotel yang pernah ia datangi, Neyla ada rasa takut, dan juga was-was. Namun, sebisa mungkin untuk menepis pikiran buruknya itu.
'Tidak mungkin. Aku harus yakin kalau Zavan tidak ada niat buruk sama sekali padaku. Aku percaya kalau Zavan adalah lelaki yang aku kenal baik, bukan seperti prasangka buruk ku ini.' Batinnya untuk tidak berprasangka yang tidak tidak, pikirnya.
Tidak ingin membuat Zavan menunggu, Neyla segera masuk ke kamar yang sudah diberitahukan oleh Zavan lewat pesan masuk.
Saat mau membuka pintu, rupanya pintu lebih dulu dibuka dari dalam kamar hotel. Tentunya membuat Neyla kaget, dan detak jantungnya berdegup sangat kencang.
"Aku akan mengajakmu berpakaian dengan rapi, bukan seperti ini saat bersamaku." Ucap Zavan yang langsung menarik tangannya Neyla dan mengajaknya keluar.
"Astaga! maaf, aku lupa."
Ney sontak kaget ketika disindir oleh Zavan.
"Makanya, kalau bangun tidur itu cuci muka. Jadi, gak begini penampilan mu." Kata Zavan sambil menggandeng tangannya, Neyla hanya menggigit bibir bawahnya karena kelupaan.
'Ternyata dia gak pernah berubah, sikapnya masih seperti dulu, perhatian padaku.' Batin Neyla yang seperti kembali dimasa lalu, mendapatkan perhatian dari Zavan, lelaki yang pertama kali membuatnya jatuh cinta.
Zavan yang tidak ingin waktunya terbuang dengan sia-sia, langsung berangkat ke salon serta butik untuk merubah penampilan Neyla agar tidak terlihat seperti pekerja toko.
Neyla yang tidak pernah menyangka jika Zavan masih seperti dulu, hatinya kembali berbunga-bunga ketika mendapat perhatian darinya. Sampainya di butik, Neyla terlebih dulu diajak berbelanja pakaian. Selanjutnya pergi ke salon untuk merias wajahnya agar tidak terlalu kusam.
Saat penampilannya benar-benar berubah, Neyla tidak pernah menyangka jika dirinya masih terlihat muda dan cantik. Kemudian, Neyla menghadap pada Zavan, dan tersenyum manis padanya.
"Kamu sangat cantik malam ini. Jangan lupa untuk memberi pelayanan yang baik untukku," ucap Zavan memuji kecantikannya, Neyla terpaksa tersenyum, meski terasa hina dengan kalimat yang terakhir.
Dirinya bisa apa? Neyla tidak bisa membela diri, karena itu sudah menjadi pilihannya. Mau hina seperti apapun, Neyla berusaha kuat dan tidak peduli dengan akibatnya yang akan diterima. Bagi Neyla yaitu, demi biaya pengobatan dan kesembuhan putranya.
"Iya, aku akan menepati janjiku," jawab Neyla, Zavan tersenyum padanya. Lalu, Zavan mendekatinya, dan menggandeng tangannya.
"Aku akan mengajakmu ke restoran, kita makan malam dulu. Setelah itu, kita pulang ke hotel, sesuai janjimu padaku," ucap Zavan, Neyla hanya bisa mengangguk dan mengiyakan.
Sambil menikmati perjalanan, Neyla tidak tahu harus senang atau sedih. Di satu sisi, dirinya membutuhkan uang. Di sisi lain, ada kebohongan yang ia sembunyikan dari anak, suami, dan ibunya.
"Kita sudah sampai, ayo turun," ucap Zavan mengagetkannya.
Neyla mengangguk, terlihat lesu dan tidak bersemangat.
"Kamu kenapa, ada masalah?" tanya Zavan yang dapat melihat ekspresi dari Neyla terlihat lesu.
Neyla menggelengkan kepalanya, ia mencoba tersenyum kepada Zavan.
"Aku hanya kepikiran, ini mimpi atau bukan. Soalnya aku serasa mimpi, tapi juga terasa nyata," jawab Neyla beralasan.
"Ini nyata, kita dipertemukan lagi. Aku gak peduli dengan statusmu, bagiku gak penting. Asal bisa bertemu dan menikmati kebersamaan, itu sudah cukup bagiku," ucap Zavan, dan mengusap lembut pipinya, dan tersenyum pada Neyla.
"Iya, aku juga begitu," jawab Neyla yang tiba-tiba salah tingkah layaknya seperti masih muda dulu.
Zavan dengan lembut, ia mencium Neyla. Membuat Neyla seperti terbang melayang bersama asmaranya.
Namun, tiba-tiba Zavan menatap Neyla begitu intens. Sampai saat dirinya berubah menjadi gugup bercampur aduk rasanya, juga takut.
"Aku ada satu permintaan padamu," ucapnya yang masih menatap Neyla dengan serius.
"Permintaan apa itu?" tanya Neyla penasaran.
"Aku melarang mu berhubungan intim dengan suami kamu, bagaimana? karena aku tidak ingin wanita yang aku cintai pertama kalinya disentuh terlalu intim oleh lelaki lain, sekalipun lelaki itu suami kamu sendiri."
Neyla benar-benar kaget mendengarnya.
"Mana bisa aku menolak keinginan suamiku. Aku tidak mau mengambil resiko, yang ada nanti suamiku akan mencurigai ku," ucap Neyla menolak, tentunya takut jika kebohongan yang ia sembunyikan akan terbongkar.
"Oh. Jadi, kamu sudah benar-benar melupakan aku, begitu kah? oke. Jangan salahkan aku jika kedok mu akan aku bongkar di hadapan suami kamu."
Seketika, Neyla langsung melotot. Justru itu, Zavan memberi ancaman pada dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments