Tegang

Zavan yang diminta untuk segera pergi dari hadapan istrinya Naren, pun mengiyakan.

"Saya pamit pulang, Bu. Permisi," ucap Zavan kepada ibunya Neyla untuk berpamitan.

"Terima kasih, Nak Zavan, sudah mengantarkan putri saya sampai rumah. Juga, menerimanya bekerja di kantor Nak Zavan," jawab ibunya Neyla yang kini mendadak berubah menjadi baik, dan menghormati Zavan.

Tidak seperti dulu, Zavan sering sekali mendapat hinaan, cacian, dan selalu dibandingkan dengan Naren suami Neyla yang sekarang. Zavan sendiri tidak menanggapinya, berusaha acuh dan sengaja untuk memberi pelajaran kepada perempuan yang pernah menghinanya, pikir Zavan.

"Neyla, aku pulang. Ingat, jangan sampai terlambat berangkat ke kantornya. Tuan Naren, permisi," ucap Zavan pamit pulang kepada Neyla maupun Naren suaminya.

"Iya, makasih," jawab Neyla dengan anggukan.

Zavan sendiri segera pulang ke rumahnya. Setelah tidak ada lagi sosok mantan kekasihnya Neyla, ia segera menemui putranya yang berada didalam kamar. Namun, tiba-tiba tangannya diraih oleh suaminya, Neyla pun kaget pastinya.

"Ada apa, Mas?" tanya Neyla saat menoleh ke belakang.

"Jaga jarak antara kamu dengan lelaki yang tadi. Aku tahu, dia mantan kekasihmu. Bila perlu kamu tidak usah kerja di kantornya," jawab Naren yang sudah terbakar api cemburu.

"Mas, aku butuh uang banyak untuk pengobatan Viro, dan kebutuhan lainnya. Jadi, aku mohon sama kamu, jangan mengatur aku untuk bekerja dengan siapapun," ucap Neyla yang tidak terima jika dirinya mendapat larangan dari suaminya.

"Tapi tidak dengan mantan kekasihmu dulu," jawab Naren menekan.

"Oke! aku tidak akan bekerja dengannya. Tapi, penuhi kebutuhannya Viro sepenuhnya. Juga, kebutuhan ku, dan kebutuhan Mama. Bagaimana, apakah kamu sanggup?"

Kini Neyla juga memberi penekanan kepada suaminya, yakni dengan sebuah permintaan.

Naren terdiam. Dia menyadari akan sulitnya mencari pekerjaan, juga menyadari bahwa dirinya tidak mampu untuk memenuhi permintaan istrinya.

"Kenapa diam? gak bisa jawab, 'kan? ya udah kalau gitu, mendingan diam jauh lebih baik daripada melarang ku tapi gak bisa apa-apa. Jika kamu sudah siap untuk memenuhi syarat dariku, maka aku akan berhenti bekerja," ucap Neyla dengan tatapan yang begitu serius.

"Terserah kamu. Aku menyadari kalau aku memang gak bisa penuhi syarat darimu. Tapi suatu saat nanti, aku pasti bisa memberhentikan kamu bekerja," jawab Naren, dan bergegas masuk ke kamar.

Neyla yang baru saja memberi penekanan terhadap suaminya, pun tak bisa berkata apa-apa lagi. Neyla tertunduk sedih dengan sandiwara yang ia jalani tanpa sepengetahuan suami, ibu, dan anaknya sendiri.

Khawatir dengan kondisi putranya, Neyla segera menemui Viro yang ada didalam kamar. Dilihatnya sedang mendengarkan musik dengan headset, Neyla merasa lega karena putranya tidak mendengar perdebatan antara dirinya dengan sang suami.

"Viro, kamu lagi ngapain, sayang?" sapa Neyla kepada putra semata wayangnya.

Viro yang melihat ibunya masuk ke kamarnya, langsung melepas headset-nya.

"Mama sudah pulang?" tanya Viro.

"Iya, Nak. Mama baru aja pulang. Kamu lagi ngapain? kelihatannya asyik gitu," jawab ibunya dan balik bertanya.

"Ini, Viro lagi nonton film, tapi sedih. Soalnya filmnya sama kaya Viro, Ma." Kata Viro dengan lesu.

"Seharusnya kamu jangan nonton film yang seperti ini. Setidaknya yang kamu lihat itu, bisa membuat pikiranmu tenang. Kalau kamu nontonnya yang sedih-sedih, kamu akan kehilangan semangat. Jangan kamu ulangi lagi ya," ucap Neyla memberi nasehat kecil untuk putranya.

"Mama juga, jangan sering bertengkar dengan Papa. Viro jadi sedih kalau Papa sama Mama sering bertengkar." Pinta Viro memohon dengan raut wajah sedihnya.

Neyla mengangguk, dan memegangi tangannya Viro.

"Iya, Mama akan mengurangi perdebatan dengan Papa. Tapi Viro janji, jangan sedih terus, ya. Kalau Viro sayang sama Mama dan Papa, Viro harus semangat. Jangan menyerah, oke!" ucap Neyla menyemangati putranya, Viro mengangguk.

Neyla langsung memeluk Viro dengan perasaan khawatir jika suatu saat kebohongannya akan terbongkar. Kemudian, Neyla melepaskan pelukannya.

"Ya udah kalau gitu, Mama mau mandi dulu. Kalau kamu butuh sesuatu, bilang saja sama Mama," sambungnya lagi.

Karena badan sudah gerah, dan terasa tidak nyaman, Neyla cepat-cepat masuk ke kamar dan membersihkan diri. Saat berada didalam kamar, Neyla bercermin sambil melepaskan aksesoris yang ia pakai, termasuk jam tangan. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh suaminya yang memeluknya dari belakang.

"Maafkan aku ya, Ney. Kalau aku sudah bicara keras sama kamu. Aku hanya tidak ingin kalau kamu jatuh cinta lagi dengan mantan kekasihmu," ucap Naren sambil memeluk istrinya.

Neyla berusaha melepaskannya, ia teringat jika dirinya mendapat ancaman dari Zavan. Lebih lagi ada perekam suara yang bisa menangkap pembicaraannya dengan siapapun.

'Sial! aku harus bagaimana? gak mungkin juga jika aku menolak suamiku sendiri. Meski aku tidak begitu mencintainya, tapi dia ini suamiku.' Batin Neyla yang begitu gusar, dan juga salah tingkah.

"Kamu kenapa, Ney?" tanya Naren penasaran.

"Em- itu, a-aku- aku gerah, aku mau mandi dulu. Gak apa-apa 'kan, Mas?"

"Oh, kirain. Ya udah kalau mau mandi, aku mau ke kamar Viro dulu," ucap Naren, Neyla mengiyakan, dan cepat-cepat pergi ke kamar mandi agar bisa menghindari suaminya.

Selesai mandi, Neyla bersama anak dan suami, juga ibunya, mereka tengah menikmati makan malam bersama. Setelah itu, kembali ke kamarnya masing-masing setelah memberi obat kepada Viro sebelum tidur.

Kamar yang tadinya tempat ternyaman untuk istirahat, kini bagai ruangan yang begitu menegangkan, sekaligus menakutkan bagi Neyla. Naren yang menginginkan istrinya dapat melayaninya, tiba-tiba Neyla mengatupkan kedua tangannya.

"Aku capek banget, Mas. Maafin aku ya, aku pingin segera tidur, soalnya besok aku sudah mulai bekerja. Aku takut terlambat, maaf ya, Mas," ucap Neyla dengan tatapan memohon.

Naren mengangguk.

"Iya, gak apa-apa. Kalau mau tidur, tidur aja," jawab Naren yang langsung merubah posisinya untuk istirahat dengan posisi membelakangi istrinya.

Neyla yang tidak mendapat amukan dari suaminya, akhirnya dapat bernapas lega. Tidak ingin ketahuan jika dirinya berbohong, Neyla juga segera tidur agar tidak ketahuan jika semua itu hanyalah alasannya semata.

Paginya Neyla bersiap-siap untuk berangkat kerja di kantornya Zavan. Kemudian, menikmati sarapan pagi bersama.

Neyla yang sudah diketahui jika dirinya bekerja di kantornya Zavan, kini Naren yang mengantar istrinya sampai ke tempat tujuan, lantaran satu arah.

Sampainya di kantor, Neyla sudah disiapkan dimana posisinya untuk memulai bekerja.

"Ini ada berkas untuk dipelajari, jangan sampai ada banyak kesalahan. Silakan untuk memulai mengerjakan tugasmu," ucap salah seorang yang diperintahkan Zavan.

Neyla mengangguk.

"Terima kasih, saya akan belajar dengan baik. Eh maksudnya mengerjakan tugas dengan baik," jawab Neyla dengan gugup.

Dengan kesulitan karena belum mahir dalam memahami kerjaan di dalam kantor, Neyla berusaha untuk memahami tugas yang ia terima, meski kepalanya terasa ingin meledak. Bahkan, tanpa disadari jika sudah waktunya untuk istirahat.

"Permisi. Yang bernama Neyla, dipanggil Bos untuk menghadap di ruang kerjanya, mari ikut kami," ucap salah seorang karyawan yang mendapat perintah dari bosnya.

Neyla yang namanya disebutkan, segera menghadap Zavan yang ada di ruang kerjanya.

Saat pintunya baru saja dibuka dari dalam, Neyla segera masuk. Secara otomatis, pintunya menutup sendiri. Kini, Neyla bersama Zavan yang berada di dalam ruangan tersebut.

"Mana rekamannya? berikan padaku," ucap Zavan sambil menengadahkan tangannya.

Dengan detak jantungnya yang berdegup kencang, Neyla benar-benar gugup. Antara takut dan mendapat marah, pikirnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!