“Sekarang jelaskan apa maksudmu dengan membuat perjanjian itu,” desak Areksa yang tidak mau berlama-lama satu ruangan dengan wanita yang mengaku sebagai istrinya sahnya itu.
“Mari kita buat sebuah perjanjian, dimana selama tiga bulan kau harus menerimaku sebagai istri sahmu. Selama perjanjian itu berlangsung, aku akan berusaha untuk membuatmu kembali mengingat dan mencintaiku seperti sebelumnya,” ujar Kiran yang mau tidak mau harus memantapkan keputusannya.
“Bagaimana kalau aku tidak bisa mengingatmu lagi ataupun mencintaimu selama perjanjian tiga bulan itu berlangsung? Apa yang akan kau lakukan?”
Areksa yang memang seorang pebisnis sukses tentunya harus mengetahui keuntungan yang bisa dia dapatkan dari perjanjian tersebut.
“Ji-jika kau tidak bisa mengingatku lagi atau aku tidak bisa membuatmu jatuh cinta lagi padaku, maka aku akan melepas mu! Kita akan bercerai dan kau bisa bersama dengan wanita bernama Anya itu.”
Kiran meremas erat ujung pakaiannya sebagai tempat pelampiasan rasa sesak di dadanya ketika mengatakan kata cerai dengan mulutnya sendiri. Namun, tidak dengan reaksi Areksa yang tampak biasa saja begitu mendengarnya.
“Baiklah, tapi dengan satu syarat dariku!” ujar Areksa setelah beberapa saat hanya diam dan menatap Kiran yang juga balik menatapnya.
“A-apa?” Firasat Kiran sebagai seorang istri mulai tidak tenang.
“Aku akan menerimamu sebagai istriku selama tiga bulan, jika kau bersedia menerima Anya sebagai kekasihku! Bagaimana apa kau menyetujuinya?”
Benar saja, Areksa meminta syarat yang jelas akan menyakiti Kiran selama perjanjian itu berlangsung. Kiran kembali mencengkram tangannya sendiri, hingga buku tangannya memutih dan terasa sedikit sakit tapi Kiran mengabaikannya.
“Jika kau tidak mau, maka kita bisa langsung bercerai saja! Aku juga tidak yakin kalau aku menikahimu atas dasar cinta.”
Kiran semakin mengeratkan genggaman tangannya sendiri, sebutir cairan bening meluncur dengan bebas membasahi wajahnya. Untuk pertama kalinya, Kiran mendapatkan sebuah perkataan yang begitu sangat menyakitkan dari mulut suaminya.
“Kenapa kau berpikir bahwa pernikahan kita bukan atas dasar cinta? Apakah kau sudah mengingat sesuatu tentangku? Tidak, bukan? Lalu bagaimana bisa kau menyimpulkannya semudah itu?” cecar Kiran dengan suara yang bergetar menahan suara isak tangisnya.
“Hanya melihatmu saja aku sudah merasa tidak nyaman, bagaimana bisa aku menyimpulkan bahwa kita pernah saing mencintai sebelumnya!” ujar Areksa dengan santainya, dia lagi-lagi mengabaikan air mata yang terus mengalir di wajah Kiran.
“Baiklah, ayo kita lakukan perjanjian itu! Aku akan membuatmu kembali jatuh cinta padaku lagi seperti sebelumnya. Aku akan membuatmu mengingat bagaimana kau begitu mencintaiku dulu!”
Kiran langsung saja menyetujui syarat yang Areksa berikan. Dia tidak menyadari bahwa syarat itu akan menjadi neraka baginya selama tiga bulan masa perjanjian yang dia buat dengan Areksa.
“Tentu, mari kita buktikan!” ujar Areksa yang tersenyum sinis mendengar kepercayaan diri Kiran.
“Jangan lupa dengan janjimu untuk bercerai dan pergi dari hidupku, setelah masa perjanjian ini selesai,” sambungnya menekankan pada Kiran.
Kiran hanya bisa meremas tangannya sendiri dengan kuat sebagai pelampiasan sakit hatinya. Areksa hanya meliriknya sekilas, lalu dia mengalihkan pandangan ke arah lain. Sebab lagi dan lagi, hatinya merasa tidak nyaman melihat tangisan Kiran.
Tak lama kemudian, pintu ruangan itu kembali terbuka menampilkan sosok Papah Ibnu dan Mamah Syifa. Dengan cepat Kiran pun menghapus sisa air matanya dan kembali menunjukan senyuman manisnya seolah tidak terjadi apapun.
Areksa kembali meliriknya sekilas dalam hatinya dia berkata, “Dia selalu berpura-pura tegar di hadapan keluargaku!”
“Papah! Mamah!” lirih Kiran.
“Apa kami mengganggu pembicaraan kalian berdua?” tanya Papah Ibnu yang merasa tidak enak karena masuk begitu saja.
“Tidak, Pah! Kami juga sudah selesai bicara dan kami sepakat untuk memulai semuanya dari awal lagi,” jawab Kiran dengan sebuah senyuman yang terlihat senatural mungkin, tapi Areksa bisa merasakan senyuman itu menyimpan sebuah kesedihan.
“Syukurlah, kalau kalian sudah bisa menemukan solusi permasalahan kehidupan rumah tangga kalian!” ucap Mamah Syifa sembari menangkup wajah Kiran yang terlihat begitu lelah.
“Mamah percaya kamu bisa membuat Areksa kembali mengingat dan mencintaimu seperti sebelumnya. Jangan menjadikan kemalangan ini sebagai jalan kehancuran pernikahanmu, Nak!” sambung Mamah Syifa yang tepat menusuk relung Kiran.
“Iya, Mah! Kiran akan berusaha untuk membuat Mas Areksa kembali jatuh cinta dan mengingat semua kenangan indah kami berdua dulu,” ujar Kiran menghamburkan tubuhnya dalam pelukan Mamah mertuanya itu.
“Kau juga Areksa! Meski saat ini kau sedang tidak bisa mengingat istrimu, tetap perlakukan dia dengan baik! Jangan sampai menyesal di kemudian hari saat kau kembali mengingatnya,” pesan Papah Ibnu pada putra sulungnya.
“Iya, Pah!” sahut Areksa dengan malas.
“Ouhya, … Kami membawa kabar gembira untuk kalian berdua!” seru Mamah Syifa dengan raut wajah yang terlihat sangat bahagia.
“Ada apa, Mah?” tanya Kiran yang menjadi penasaran.
“Hari ini juga Areksa sudah di perbolehkan pulang oleh Dokter! Namun, harus tetap rutin melakukan pemeriksaan setiap seminggu sekali.” Kali ini yang menjawab Papah Ibnu.
“Benarkah, Pah?” seru Kiran tak percaya, dia tersenyum bahagia mendengar kabar baik itu hingga sejenak dia melupakan tentang kesedihannya.
“Iya, Nak! Seno sedang mengurus administrasinya, sebaiknya kau membereskan barang-barang Areksa,” ujar Papah Ibnu membenarkan.
“Baik, Pah! Kiran akan membereskan barang-barang Mas Areksa dulu, _...”
“Tidak! Biar Mamah saja membereskan, kau bantu saja suamimu itu berganti pakaian,” potong Mamah Syifa ketika Kiran berniat untuk mengemasi barang-barang.
Sontak, Kiran dan Areksa pun langsung saling melempar pandangannya satu sama lain. Bagi Kiran memang sudah terbiasa melihat tubuh suaminya, tapi bagi Areksa yang melupakan kehidupan suami istri keduanya seolah itu untuk pertama kalinya.
“Kiran, apa yang kau tunggu! Cepat sana bantu suamimu ganti baju.” Perkataan Mamah Syifa menyadarkan keduanya.
“Mah, aku bisa sendiri!” ujar Areksa berharap dia bisa keluar dari situasi canggung itu.
Bagi Areksa yang hilang ingatan, ini pertama kali seorang wanita melepas pakaiannya. Padahal faktanya dia sudah sering menunjukan tubuh telanjangnya pada Kiran, bahkan hampir setiap malam.
“Tidak mungkin kau bisa sendiri! Apa kau lupa kalau saat ini tangan dan kakimu masih retak cukup parah,” tukas Mamah Syifa mengingatkan luka yang di alami Areksa.
“Baik, Mah! Kiran akan membantu Mas Areksa mengganti bajunya.”
Perkataan Kiran sontak membuat Areksa membulatkan kedua bola matanya. Kiran yang melihatnya hanya bisa menahan senyumannya akan reaksi gugup Areksa ketika Kiran berjalan mendekatinya.
“Apa kau sudah gila?” bisik Areksa ketika Kiran berniat membantunya untuk naik ke kursi roda.
“Kenapa? Aku bahkan sudah sering melihat tubuhmu tanpa sehelai benang pun,” goda Kiran sembari menaikkan salah satu alis matanya dengan senyuman penuh arti di sudut bibirnya.
Bersambung, ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Fahmi Ardiansyah
perjuangkan kiran areksa biar merasakan klu kau pernah di cintainya.
2024-12-11
0
Bundanya Pandu Pharamadina
sabar Kiran dirimu pasti bisa, biar nanti Arsan menyesal .
2023-11-08
0
Yunia Afida
kayaknya tar anya pas manfaatin areksa deh, terus kiran menderita dan disaat udah nyerah dan pergi areksa ingatanya pulih, semoga kiran bisa hamil
2023-07-13
0