It' not about you... (but always about you)

"Kita makan siang dulu" ucap Rein tiba - tiba dan menyuruh driver untuk mengarahkan mobil mereka ke sebuah restoran yang sangat sederhana bahkan jauh dari kata mewah, atau lebih tepatnya bisa disebut sebagai warteg.

Seorang Rein, artis tenar, terkenal dengan banyak penggemar makan di warteg sungguh sangat diluar nalar Luna yang mengira Rein menyukai makan di restoran fancy dan mahal yang kalau melihat buku menu sudah membuatnya insecure duluan karena satu menu harganya bisa lebih mahal dari biaya UKT kampusnya.

"Lo yakin makan disini?" tanya Luna tak percaya, dirinya mungkin sudah biasa dengan makanan warteg karena didekat kampusnya ada langganan warteg yang harganya murah dan enak.

Rein melirik, "Kenapa? Disini makanannya enak dan juga bersih kok" jawab Rein menyelidik.

Mendengar kalimat Rein yang kaku, Luna bisa menangkap jika Rein cukup sering makan disini, bahkan bisa dibilang Rein langganan tetap melihat ibu pemilik warteg yang sangat mengenalnya dengan baik bahkan tanpa memesan apapun ibu itu sudah menghidangkan seporsi nasi campur dengan lauk ayam goreng yang tampak lezat dan nikmat.

"Lo mau pesen apa?" tanya Rein cuek.

"Samain aja deh" jawab Luna kemudian. Ibu pemilik warteg dengan cekatan menyiapkan pesanan yang sama dengan milik Rein dan saat makanan itu terhidang diatas mejanya, Luna bergidik melihat rona merah meluber di makanannya, sambal salah satu makanan yang menjadi momok menakutkan bagi Luna.

Bukan Luna tidak suka pedas, Luna sangat suka makanan pedas tapi sayangnya perutnya tidak bisa diajak bekerja sama, sedikit saja dia makan pedas maka dia akan langsung sakit perut seharian dan Luna tidak ingin harinya hari ini dikacaukan dengan dia berkali - kali bongkar muatan ke toilet karena mules. Karena suara saat dia bongkar muatan sangat tidak senonoh buat didengar.

Rein menatap Luna yang tak segera menyantap makanannya dengan heran, lalu dia mneyadari jika Luna tidak bisa makan makanan pedas, "Lo nggak bisa makan pedes?" tanya Rein.

"Gue bisa, tapi kalau dirumah. Kalau diluar gue nggak bisa makan pedes kalau nggak pengen mules seharian" jawab Luna canggung.

Rein dengan santainya mengambil sambal di piring Luna dan menyantapnya dengan nikmat, "Lo nggak nikmatin hidup kalau nggak makan pedas" jawab Rein santai.

Luna sedikit heran dengan pola makan Rein, "Lo bukannya nggak boleh makan sembarangan? Kan lo punya...."

"Auto imun?" potong Rein. Rein meletakkan sendok dan garpunya yang sudah bersih diatas piringnya, "Gue tahu gue nggak bisa makan sembarangan dan gue juga tahu kalau punya penyakit itu. Tapi gue nggak mau anggap itu sebagai halangan buat makan apapun makanan yang gue mau dan gue pengen" jelas Rein.

"Seumur hidup gue nggak bisa ngelakuin apapun yang gue mau, jadi gue minta sama lo buat nggak ngelarang apapun yang gue pengen makan kecuali emang makanan itu bikin alergi gue kambuh. Karena cuma ini satu - satunya yang bisa gue lakuin sesuka hati gue" balas Rein lagi, entah kenapa Luna sedikit bersimpati dengan Rein dan sedikit banyak dia bersyukur karena hidupnya yang 'biasa' saja ini jauh lebih menyenangkan dari yang dia kira.

"Jadi lo sekarang cuti kuliah? Buat kerja sama gue? Kuliah lo molor dong" tanya Rein.

Luna kembali memikirkan keputusannya untuk cutii kuliah, kalau dipikir - pikir memang Luna tidak bisa mendapatkan pekerjaan seperti ini dimanapun dengan gaji sebesar yang dia terima nanti. Kuliahnya memang akan molor selama satu semester, tapi dia melakukan ini juga bukan tanpa alasan. Ayahnya sudah cukup berumur dan Luna tahu sudah waktunya ayahnya untuk istirahat, mungkin memang keputusan PHK ini tepat, karena ayahnya bisa lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah daripada di kantor seperti sebelumnya dan lebih banyak menghabiskan waktunya dengan ibunya.

Luna juga bersyukur ditengah kondisi ekonomi mereka yang tidak baik - baik saja kedua orang tua mereka masih tetap saling mendukung satu sama lain dan tetap memprioritaskan dirinya dan Jeje diatas segalanya agar mereka masih bisa mengenyam pendidikan terbaik.

"Ya kuliah gue jadinya emang molor satu semester, tapi ya anggap aja ini pengorbanan kecil gue buat bokap sama nyokap gue yang selama ini udah berusaha banyak hal buat ngasih yang terbaik buat gue dan adik gue" jawab Luna.

"Jadi lo terpaksa? Karena lo udah nggak punya sokongan dana lagi dari ortu lo?"

Demi dewa bibir, seenaknya aja dia ngatain Luna terpaksa. Rein mungkin tidak mengerti kalau Luna berkorban demi keluarganya yang mungkin hal - hal sekecil ini tidak dipahami oleh Rein yang terbiasa mendapatkan uang dengan gampang.

Sebetulnya Luna ingin marah tapi mendadak rasa marahnya hilang saat dia melihat Rein dengan senyum merekah, senyuman itu terlihat sangat tulus saat dia menyapa seorang anak kecil yang sedang menjajakan tissu.

Rein membeli beberapa tissu dan memberikan sejumlah uang tunai berwarna merah kepada anak kecil dan juga ibu pemilik warteg sebelum mereka pergi. Satu hal lagi yang Luna ketahui dari Rein, bahwa dia menyimpan luka batin yang cukup besar dalam hatinya yang membuatnya seperti sekarang.

---

"Rein, sekarang apa yang mau lo lakuin?" tanya Luna.

Rein menoleh, melirik ke arah Luna menatap heran karena pertanyaan Luna yang tiba - tiba saja dia lontarkan.

Rein terdiam tidak mengira jika Luna akan menawarkan hal ini kepada dirinya, "Gue mau ke pemakaman" jawab Rein.

Really? Dari sekian banyak tempat yang bisa dikunjungi Rein malah pengen ke pemakaman?.

"Oke gue bakal antar lo kesana, kita punya banyak waktu sampai nanti sore buat acara di stasiun televisi. Jadi lo bisa pergi kemanapun yang lo mau selama nggak sampai keluar kota" kata Luna kemudian.

Luna lalu menyuruh driver untuk menunggu di stasiun TV sementara dirinya dan Rein menuju ke sebuah pemakaman umum di tengah kota, Rein membeli sebuket bunga lily dan menuju ke sebuah makam yang tampak cantik dan dipenuhi dengan bunga - bunga di makamnya.

Sejenak Luna bertanya - tanya makam siapa yang sedang mereka kunjungi, dari tanggal kematiannya yang tertera siapapun yang ada disana telah meninggal tiga tahun yang lalu, tapi Luna memilih untuk diam tidak bertanya apapun dan melihat Rein tampak mengelus pusara makam itu dengan penuh rasa sayang.

"Hey, kamu apa kabar? Udah tiga tahun aja ya. Maaf kalau  aku nggak pernah bikin kamu bahagia" ucap Rein dengan wajah sedih.

Cukup lama Rein duduk disamping pusara itu sementara Luna memilih menunggu di tempat lain, memperhatikan Rein dari kejauhan memendam rasa penasarannya, "Apa itu pacarnya ya? Bukannya Rein nggak pernah pacaran selain sama Vania?" tanya Luna.

Episodes
Episodes

Updated 63 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!