Sisi lain Rein

Luna menunggu di ruang tunggu seraya memainkan ipad yang berisi jadwal yang harus dilakukan Rein hari ini, setelah selesai dia menonton drakor favoritnya. Sementara itu di ruang rekaman Rein berkali - kali mengulang rekaman lagu baru miliknya karena tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan, hingga akhirnya dia menggebrak pintu sebelum keluar dari ruang rekaman dan membuat Luna kaget hingga hampir saja melemparkan ipad tersebut ke lantai, "Selamettttt, untung nggak jatoh. Bisa mati kalau gue harus ganti ini ipad, mana model terbaru lagi" batin Luna lega.

"Kenapa lagi sih nih orang, Tuhannn. Udah kayak bledek aja tau - tau jedar jeder, ngagetin orang" ucap Luna dalam hati.

"Kenapa lo ngeliatin gue kayak gitu? Gue haus beliin es durian cepet" ucap Rein sambil merebahkan dirinya di sofa ruang tunggu, Luna dapat melihat jika sang idola nampak lelah mungkin sudah berhari - hari dia tidak beristirahat dengan benar.

"Bentar mas, seingat saya mas..."

"Jangan panggil gue mas!! dan lo nggak usah terlalu formal gitu sama gue, aneh tau nggak" sewot Rein lagi.

"Gue sok akrab tar disalahin, eh berusaha formal masih salah juga. Demi ketoprak yang lewat didepan rumah gue tiap sore,  kalau ada cabe disini pengen gue sambelin juga mulutnya sih" Luna berusaha tetap sabar menghadapi permintaan Rein yang aneh, karena berdasarkan 'ensiklopedia Rein' dia tidak boleh makan durian karena akan sakit perut.

"Nyari es durian dimana Rein, lagian kan kamu nggak boleh makan durian. Yang lain aja deh, air putih aja gimana biar lebih sehat?" tawar Luna lagi.

Rein bangkit dari rebahannya dan menatap ke arah Luna, "Apa lo bilang?"

"Gue pengennya es duren, bukan air putih. Jadi lo cari deh tuh es duren gue nggak peduli lo dapat dimana yang penting tuh es ada depan muka gue sekarang" seru Rein.

Heh? Luna menatap Rein bingung, "Dia lupa apa gimana sih kalau nggak boleh makan duren? Nggak - nggak daripada gue dipecat dihari kedua gue gara - gara ngasih duren yang jelas - jelas nggak boleh. Mending gue gak kasih" pikir Luna.

"Maaf ya Rein, menurut aturan dari ibu Angeline dan mas Roy kamu nggak boleh makan es duren, aku bisa cari makanan lain yang boleh kamu makan dan minum" kata Luna sambil membungkukkan badannya.

Rein melirik, "Ya udah lo bawain apa yang lain buat gue minum gue haus, abis gitu kita cabut dari sini" kata Rein lagi.

"Oke, tunggu aku cariin" Luna pun berlari dan membeli sebotol juice yang dijual di kantin, setelah membayar dan kembali ke ruang rekaman dia tidak mendapati Rein dimanapun.

"Loh kemana dia?" Luna celingukan mencari keberadaan artisnya, mengira dia di toilet Luna pun sampai menunggu didepan toilet sampai seorang staff studio bertanya kenapa Luna masih berada disini sementara Rein sudah pergi sejak tadi.

Luna menggaruk kepalanya yang masih memegang botol juice ditangannya, "Aduhh bisa - bisanya gue ditinggal sih, kurang asem Rein. Gue gimana ke studio TV kalau barang - barang gue termasuk dompet ada di mobil semua?" ujar Luna frustasi, kalau saja ponselnya ada padanya dia tidak akan bingung karena bisa bayar pake QRIS tapi masalahnya ponsel yang dia bawa adalah ponsel yang diberikan oleh Roy untuk berkomunikasi, praktis dia tidak memiliki sepeser uang pun. Mau menelpon Dindra atau Amanda dia tidak menghapal nomor ponsel mereka.Benar - benar sial dirinya dikerjai oleh Rein seperti ini.

Luna segera menelpon supir yang membawa Rein tapi telepon itu segera dimatikan oleh Rein, melihat jam di tangannya waktu untuk acara syuting acara seharusnya sudah dimulai. Luna hanya berharap agar Rein pergi ke studio tv sesuai jadwal.

Tidak lama kemudian ponsel kerja Luna berbunyi, tertulis panggilan tersebut dari Roy, "Luna, Rein dimana?" tanya Roy dengan nada yang terdengar panik, dari situ Luna sudah bisa menebak jika Rein tidak mungkin berada ditempatnya saat ini, karena tidak mungkin Roy akan mencarinya jika Rein ada di studio tv.

Luna meremat jarinya dengan kesal, dia lalu menceritakan kejadiannya kepada Roy dan bisa ditebak Roy sangat marah, dan segera menyuruh Luna untuk mencari tahu keberadaan Rein sekarang.

Saat bingung untuk mencari tahu keberadaan Rein, dia kemudian teringat dengan ponsel dan airtag miliknya yang masih berada didalam tasnya. Luna segera melacak ponsel dan air tag miliknya itu melalui ipad yang dia bawa, untung saja Luna masih sempat mensinkronisasi ipad itu dengan ponsel miliknya, Luna melihat jika ponsel dan air tagnya rupanya berada di apartemen Rein, bergegas dia kesana setelah terlebih dahulu ke rumah Amanda yang tidak jauh dari tempatnya untuk meminjam uang demi membayar taxi online barulah dia pergi ke apartemen.

 

Penthouse milik Rein benar - benar gelap gulita, tidak ada satu cahaya pun ditambah lagi sekarang sudah sangat malam. Perlahan Luna memandang sekeliling mencari tahu keberadaan Rein, dan dia dapat melihat asap rokok melayang diatas balkon.

Luna melongok ke arah balkon dan melihat Rein sedang duduk dengan kaki terlipat, dihadapannya tampak sebotol bir dan juga asbak yang penuh dengan puntung rokok yang selesai dihisap. Entah sudah berapa lama dia disini.

"Rein...."

Rein menoleh dan mendapati Luna telah berada di hadapannya, tanpa mengatakan apapun Rein kembali melanjutkan aktivitasnya, Luna dapat merasakan jika Rein tampak sedikit tertekan dan sedang memikirkan sesuatu.

"Kenapa lo kesini bukannya pulang?" tanya Rein kemudian.

"Aku nggak bisa pulang, dompet sama barang - barang aku ketinggalan di mobil kamu" jawab Luna dan ikut mengambil duduk disamping Rein lalu mengambil sebatang rokok juga dari dalam tasnya.

"Lo ngerokok juga?" tanya Rein terpana, walaupun dia sering melihat teman - teman wanitanya merokok tapi melihat Luna menyalakan rokok dan menghisapnya begitu saja, semacam ada keanehan tersendiri untuk Rein dan dia tidak menyukainya.

"Iya, kadang - kadang kalau lagi stress aja aku baru ngerokok" ucap Luna santai.

Rein mengangkat alisnya, "Berarti sekarang lo lagi stress?" tanyanya.

Luna menghembuskan asap rokoknya sebelum menjawab Rein, dan mematikan rokoknya yang tinggal sedikit itu, "Ya gimana gue nggak stress, kalau lo bikin ulah mulu. Hari ini gue dimarahin sama mas Roy gegara lo nggak datang ke lokasi, pas gue tracking handphone sama airtag gue ternyata lo ada disini. Sorry kalau gue pake 'lo - gue' sama lo" balas Luna kemudian.

"Gue nggak suka lo ngerokok, dan lo nggak boleh pake 'lo - gue' sama gue" sergah Rein seraya meneguk sloki whiskey miliknya.

"Not again" batin Luna sambil mencebik kesal dengan tanda - tanda kenyinyiran Rein.

"Baiklah, aku gak pake 'lo - gue' lagi. Lalu sekarang apa yang akan kamu bilang sama mas Roy? Sekedar informasi sekarang dia sedang menuju kemari" kata Luna memberitahu.

Rein mematikan puntung rokoknya dan meminum sat sloki whiskey lagi dan bangkit dari duduknya masih dengan raut wajahnya yang datar tanpa ekspresi. "Gue capek Aichi" kata Rein pada akhirnya.

Luna menatap wajah Rein yang tampak memerah, "Kalau capek istirahat bukan malah kabur - kaburan. Kamu bisa istirahat buat ngilangin rasa capek kamu"

Rein tersenyum kecut, "Lo kira gampang buat gue istirahat, lo liat sendiri nyokap gue pas interview, dia tipikal orang yang gak suka ditentang"

"Kayak kamu kan" balas Luna sekenanya dan membuat Rein menatap kesal pada Luna karena memotong ucapannya.

"Diem dulu deh, untuk sekarang gue bener - bener pengen istirahat, gue udah nekuni bidang ini sejak gue umur 4 tahun dan sekarang gue umur 28 tahun sekalipun gue belum pernah ngerasain yang bener - bener istirahat"

"Kadang gue iri sama orang - orang normal kayak lo, yang bisa libur kapanpun, bergaul sama temen - temen sebaya lo, maen, hangout tanpa takut bakal diikutin wartawan atau paparazzi. Paling nggak hidup lo lempeng - lempeng aja gitu nggak ada tuntutan aneh - aneh"

Mulut Luna membulat, dan mengangguk - angguk tanpa mengatakan apapun untuk membalas curahan hati Rein sekarang ini. Sementara Rein terlihat sedang menerima teleponnya yang berbunyi sejak tadi, dari raut wajahnya terlihat Rein sangat kesal.

"Tapi untungnya gue tajir dan banyak duit, jadi meskipun gue capek duit gue banyak dan gak perlu capek - capek kerja kayak lo" ujar Rein sembari melemparkan ponselnya ke sembarang arah dan kembali keruang tamu diikuti oleh Luna dibelakangnya.

Luna membayangkan jika Rein ikut kursus untuk kepribadiannya mungkin dalam sehari Rein sudah akan kabur karena tidak bisa tahan dengan pelajaran yang diberikan, atau mungkin justru pengajarnya yang menyerah menghadapi mulut Rein yang setajam silet.

"Rein!!!!! Dimana lo?" suara Roy dari depan pintu masuk terdengar di telinga mereka berdua, Rein yang mendengar itu segera merebahkan dirinya ke sofa dan menutup wajahnya.

"Bilangin gue demam" kata Rein sebelum dia mulai bersikap lemah tak berdaya seolah sakit.

"Disitu rupanya. Lo kenapa nggak datang, lo tahu nyokap lo marah banget" ucap Roy dengan nada marah.

"Mas Roy, dia lagi demam" kata Luna.

Roy memandang Rein tidak percaya, "Demam? Lo tahu gue nggak bisa percaya kan. Ini bukan pertama kalinya lo akting kayak gini"

"Luna, apa sekarang lo ngikutin kemauan Rein buat bohong dan bolos syuting biar semua schedulenyanya berantakan?" Roy pun ikut memarahi Luna yang dianggap tidak becus dengan pekerjaannya.

Luna pun berpura - pura memeriksa dahi Rein dan dia terpaku, "Mas Roy, Rein beneran demam. Coba pegang deh dahinya" kata Luna sedikit khawatir pasalnya tadi siang Rein masih baik - baik saja.

Roy memgang dahinya dan mengernyit saat dia merasakan dahi dan tubuh Rein cukup panas, "Luna panggil dokter cepet" perintah Roy dengan nada yang sangat panik.

Episodes
Episodes

Updated 63 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!