“Tunggu dulu ayah… Apa mungkin, batu yang kau bilang itu adalah kristal berwarna hitam yang berasal dari daerah kita?” Tanya Zero, menduga mengenai hal yang dikatakan oleh ayahnya tersebut.
“Tentu saja yang ayah maksud memang kristal tersebut…”
Ayah dari anak laki-laki itu kemudian berdiri, masuk ke dalam sebuah tenda. Tak berapa lama kemudian, pria itu kembali menghampiri Zero, dan menunjukan sebongkah batu kristal berwarna hitam.
Dia lalu menjelaskan kepada putranya bahwa warna dari batu kristal itu diakibatkan karena di dalamnya kini telah tersimpan sejumlah besar energi alam, yang dengan sendirinya diserap oleh kristal tersebut ketika berada di dalam tanah. Awalnya batu kristal tersebut tidak memiliki warna, namun karena telah dipenuhi oleh sebuah energi, membuat batu kristal tersebut berubah menjadi menghitam, dan hal tersebutlah yang membuat ciri khas batu tersebut dinamakan sebagai kristal hitam.
Ayahnya Zero juga menjelaskan bahwa pada jaman dahulu, sang makhluk suci yang mendiami pegunungan salju tersebut selalu turun ke pertambangan yang berada hampir lereng rentang pegunungan tersebut untuk mengambil batu kristal hitam tersebut.
Hal itu dikarenakan kemampuan spesial dari batu tersebut yang mampu menggandakan jumlah energi yang diserapnya, hingga sang makhluk suci bisa mendapatkan energi alam dua kali lipat lebih banyak dari umumnya.
Karena tidak mau diganggu oleh makhluk suci tersebut, para Venerate yang berada di sekitar rentang pegunungan salju tersebut, sejak dulu selalu dan secara rutin membawakan batu tersebut kepada makhluk suci itu.
“Jadi hal itu sudah dilakukan oleh para pendahulu kita sejak dulu…” Respon Zero, merasa terkesima dengan penjelasan yang diberikan oleh ayahnya.
“Setidaknya itu sedikit sejarah yang belum kau ketahui mengenai negeri kita… Masih banyak yang bisa kau ketahui, setelah tumbuh menjadi besar nak,” ucap ayah Zero.
“Mendengar penjelasan ayah, aku jadi lebih bersemangat ingin mengetahui hal yang lain…“
“Apa kau ingin tahu apa yang akan kita lakukan setelah ini?” Tanya Ayahnya.
“Iya-iya… Apa itu ayah?” Jawab Zero, merasa antusias sambil bertanya balik.
“Yang harus kita lakukan sekarang adalah beristirahat… Karena ini sudah larut malam…”
“Haah…? Kupikir kita akan menemui makhluk suci itu?” Zero pun menjadi heran setelah mendengar jawaban dari ayahnya tersebut.
“Ayah tidak seru… Padahal aku sudah sangat bersemangat ingin mengetahui hal yang lain,” ucap Zero.
“Akan ayah beritahu lain kali… Sekarang ayo kita beristirahat dulu… Kita akan melanjutkan perjalanan besok hari.” Ayah Zero kemudian mengangkat mengajak anak laki-laki itu masuk ke dalam tenda untuk beristirahat, sembari besok hari mereka akan melanjutkan perjalanan menemui sang makhluk suci yang tinggal di pegunungan itu.
–18 Maret 3014–
Waktu pun berlalu, keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan menyusuri pegunungan salju tersebut, dimana Zero yang masih berumur sekitar sepuluh tahun itu, di naik ke atas punggung ayahnya, melewati medan yang cukup ekstrim.
“Ayah… Apakah perjalanannya masih jauh?” Tanya Zero, nampak penasaran karena sudah beberapa jam mereka berjalan, namun tempat yang sebenarnya mereka tuju masih belum sampai juga.
“Sedikit lagi nak… Kita akan menuju ke sebuah altar yang tepat berada di atas pegunungan ini,” jawab ayah anak laki-laki tersebut.
***
Akan tetapi, setelah beberapa jam kemudian menyusuri pegunungan tersebut hingga matahari telah terbenam, mereka tetap saja belum menemukan altar yang dibilang oleh ayahnya Zero, membuat anak laki-laki itu sontak merasa bosan dengan perjalanan mereka, walaupun sebenarnya dia tidak merasakan lelah akibat naik ke atas punggung ayahnya tersebut.
“Ayah… Kalau seperti ini, bukankah kau lebih baik terbang saja…” Ucap Zero.
“Tidak bisa semudah itu nak… Diantara semua orang yang ikut, hanya ayah yang memiliki kemampuan terbang… Ayah juga sebenarnya akan merasa kesusahan jika harus membawa kalian semua…” Balas ayahnya, menjelaskan kepada anak laki-laki tersebut.
***
Hingga beberapa saat kemudian, Zero, ayahnya, serta para pengikut mereka akhirnya sampai di sebuah altar pada pegunungan tersebut yang sebelumnya dibicarakan oleh ayahnya.
Mereka kemudian membuka beberapa kotak yang dibawah oleh mereka, mengeluarkan bongkahan-bongkahan kristal hitam, kemudian meletakkannya di atas altar tersebut.
Masih merasa bahwa kristal-kristal tersebut belum cukup, ayahnya Zero kemudian mengakses kemampuan spasial miliknya, memunculkan kristal-kristal hitam yang lain, dengan harapan agar makhluk suci yang akan mengambil benda-benda tersebut akan menerimanya.
“Kurasa ini sudah cukup…” Ucap ayah dari Zero.
“Tuan Guillemun… Apakah lebih baik kita kembali besok hari saja?” Tanya salah satu prajurit pada ayahnya Zero yang bernama Guillemun.
“Kurasa kau benar… Lagipula ini sudah larut malam… Kita akan bermalam di tempat ini dan kembali besok hari,” jawab Guillemun.
Setelah mendapatkan perintah tersebut, mereka kemudian pergi beberapa kilometer dari altar tersebut, kemudian membangun kembali tenda-tenda untuk digunakan oleh mereka bermalam.
***
Ketika malam sudah sangat larut, dan semua orang yang datang ke pegunungan tersebut telah terlelap, tiba-tiba Zero dengan sendirinya terbangun karena mendengar sebuah suara dari luar.
Karena merasa penasaran, anak laki-laki itu pun keluar dari tendanya untuk melihat suara apakah yang barusan di dengar olehnya.
Akan tetapi, karena di sekitar perkemahan mereka ditutupi oleh kabut yang tebal, Zero pun tidak bisa melihat apapun di sekitarnya.
Namun, suara tersebut tetap terdengar berada tidak jauh dari perkemahan mereka. Tanpa rasa takut, anak laki-laki itu pun perlahan-lahan berjalan ke sumber suara yang di dengar olehnya tersebut.
Ketika berjalan ke sumber suara, Zero pun menyadari bahwa arah suara tersebut berada pada altar tempat ayahnya serta para pengikutnya meletakan bongkahan-bongkahan kristal hitam untuk diberikan pada makhluk suci yang tinggal di atas pegunungan tersebut.
Hal terebut membuat Zero pun mengambil kesimpulan bahwa suara yang di dengar olehnya, tidak lain merupakan makhluk suci yang dibicarakan oleh mereka sebelumnya.
Karena masih merasa penasaran dengan makhluk suci yang dikatakan oleh ayahnya, Zero tetap saja berjalan menuju ke arah altar, sembari jalan di depannya tertutup oleh kabut yang sangat tebal.
Saat hampir sampai di depan altar tersebut, Zero tiba-tiba terkejut melihat sepasang mata menyala berada di balik kabut yang tebal.
“Maaf… Apa kau makhluk suci yang tinggal di pegunungan ini?” Walau merasa sedikit takut menatap sepasang mata yang menyala tersebut, namun Zero tetap memberanikan diri untuk bertanya pada makhluk yang berada di depannya tersebut.
Disaat yang bersamaan, sebuah suara gemuruh yang sangat keras berbunyi, membuat Zero pun lantas kaget.
“Uwaah…” Karena tidak sadar berada di pinggir jurang, anak laki-laki itu tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan jatuh terperosok ke dalam jurang.
Sialnya, sebelum jatuh ke dasar jurang tersebut, kepala anak laki-laki itu terbentur sebuah batu dengan kerasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments