Mendengar pernyataan tersebut, Zero pun lantas terkejut, tidak menyangka bahwa makhluk suci tersebut memberikan kekuatan kepadanya, untuk menyelamatkannya memiliki sebuah tujuan tertentu.
“Memangnya apa yang harus kulakukan dengan kekauatan yang kau berikan? Aku bahkan tidak mengetahui kekuatan macam apa itu?” Karena penasaran, Zero pun lantas bertanya kepada makhluk suci tersebut.
“Untuk kekuatan yang kuberikan, kau harus mencari tahu dengan sendiri… Setidaknya itu akan membantumu dalam mengubah kemungkinan masa depan ini…”
“Tapi aku juga ingin memperingatkan kepadamu dari sekarang, bahwa membuat kemungkinan masa depan yang akan kau ubah nantinya tidak akan mudah, dan jika kau melakukan kesalahan, maka kemungkinan yang terjadi akan lebih buruk dibandingkan dengan apa yang kau lihat sekarang,” jawab sang makhluk suci, menjelaskannya kepada Zero.
Zero pun hanya bisa terdiam mendengar penjelasan dari makhluk suci tersebut, anak laki-laki itu tidak menyangka harus mendapatkan hal tersebut disaat dirinya masih menginjak usia sepuluh tahun.
“Kalau begitu, waktunya kau kembali…” Ucap makhluk suci itu, kemudian perlahan-lahan keberadaannya mulai memudar.
“Tunggu… Bagaimana mungkin kau memberikan kekuatan kepadaku… Aku bahkan tidak mengetahui apa-apa mengenai masalah yang sebenarnya terjadi… Mengapa kau tidak memberikan kekuatanmu pada orang lain, yang lebih tua, berpengalaman, atau jauh lebih kuat.” Melihat makhluk suci itu hendak meninggalkannya, Zero pun langsung mengutarakan semua keluhannya yang sebenarnya tidak mau mendapatkan kekuatan dari makhluk suci tersebut.
“Kalau saja pada hari itu kau tidak terjatuh dan berada dalam keadaan yang parah, pasti aku tidak akan memberikan kekutanku kepadamu,” ucap makhluk suci tersebut, kemudian sepenuhnya menghilang dari hadapan Zero.
Entah harus menyesal atau tidak, Zero hanya bisa kembali terdiam ketika makhluk suci itu menghilang.
Tiba-tiba, Zero menengok ke arah saat merasakan sesuatu datang ke arahnya, yang sontak pada saat itu juga Zero pun terkejut melihat sebuah serangan proyeksi energi meluncur ke arahnya.
–21 Maret 3014–
“Uwaah…” Zero pun lantas berteriak karena terkejut melihat serangan tersebut mengarah padanya.
“Eh…” Namun, saat dirinya kembali menyadari, dirinya telah berada di dalam kamarnya.
“Itu ternyata hanyalah sebuah mimpi…” Ucap Zero, kemudian berdiri dari tempat tidurnya, dan melihat keluar jendela.
Saat melihat pemandangan pagi hari yang indah dan sejuk, pikiran Zero pun terbayang pada mimpinya semalam, dimana anak laki-laki tersebut melihat bahwa kotanya tersebut telah hancur porak-poranda.
“Entahlah… Itu hanya sebuah mimpi saja…” Gumam Zero sambil menunjukkan ekspresi lega.
Sebagai anak yang masih berumur sekitar sepuluh tahunan, pada umumnya akan merasa takut ketika mendapatkan mimpi seperti itu, namun setelah dipikir-pikir oleh anak laki-laki tersebut, dia sebenarnya tidak akan mengambil pusing mengenai mimpi yang dilihat olehnya tersebut.
Zero pun berjalan keluar dari dalam kamarnya sambil memasang senyuman di wajahnya. Dia tidak mau lagi memikirkan mengenai mimpi yang dilihatnya.
Disaat berjalan di dalam sebuah lorong, Zero berpapasan dengan Vingto, saudara sepupunya, namun anak laki-laki lantas memasang ekspresi tersenyum.
“Halo Vingto, pagi yang bagus… Ngomong-ngomong, maaf karena kejadian sebelumnya adik,” ucap Zero, sambil terus berjalan melewati saudara sepupunya tersebut.
“Apa-apaan dia itu?” Gumam Vingto, kebingungan melihat Zero entah kenapa nampak bertingkah aneh di pagi hari tersebut.
***
Beberapa saat kemudian, Zero yang nampak merasa bahagia, sampai di sebuah ruangan utama yang berada di dalam bangunan, pada kediaman clan Lancheur.
Zero tiba-tiba menghentikan langkahnya, ketika melihat para pelayan di dalam kediamannya tersebut nampak mendekorasi ruangan tersebut, layaknya akan dilaksanakan sebuah pesta.
“Memangnya disini akan diadakan acara seperti apa?” Ucap Zero, bertanya-tanya melihat para pelayan mendekorasi ruangan utama di dalam kediaman clan Lancheur tersebut.
Ketika memperhatikan ke sekitaran, Zero pun melihat kedua orang tuanya, dan lantas berjalan untuk menghampiri mereka.
“Ayah… Ibu… Kenapa ruangan ini didekorasi? Apa mungkin akan ada sebuah acara?” Tanya Zero, penasaran.
“Kita tidak akan merayakan sebuah acara atau apapun itu… Sebenarnya kita mendekorasi ruangan ini untuk menyambut tamu yang akan mengunjungi kota ini,” jawab Guillemun, ayah dari anak laki-laki itu.
“Menyambut tamu… Lantas siapa tamu itu ayah?” Tanya Zero sekali lagi.
“Yang akan datang kemari adalah tamu dari ibukota, pangeran Clarenbald IV, pemimpin negeri kita, bersama dengan keluarganya.”
Setelah mendengar hal tersebut, Zero nampak menunjukkan reaksi yang biasa saja, namun sebenarnya merasa pensaran mengapa pemimpin dari negeri mereka hendak datang ke daerah mereka.
Akan tetapi, karena tidak terlalu tertarik dengan tujuan dari pemimpin negeri Calferland mendatangi daerah mereka, Zero pun tidak kembali bertanya kepada ayahnya.
“Guillemun… Karena Yang mulia Clarenbald hendak datang kemari bersama dengan keluarganya, kemungkinan putri dari sang pangeran juga pasti akan ikut dengannya… Ngomong-ngomong, yang kudengar bahwa tuan putri seumuran dengan Zero. Apa itu benar?” Tanya Jannette.
“Iya… Memangnya kenapa?” Jawab Guillemun, kemudian bertanya.
“Kau pasti mengetahui apa yang sedang aku pikirkan?”
“Heh… Tentu saja…” Melihat Jannette tersenyum tipis, Guillemun lantas langsung mengetahui tujuan dari ucapan istrinya tersebut.
“Kurasa kau tidak perlu memikirkan hal itu, karena Zero sekarang masih berumur sepuluh tahun…”
“Bukankah hal itu akan lebih baik jika kita menjodohkan Zero dengan tuan putri dari sekarang… Lagipula kau juga adalah World Venerate, yang memiliki derajat setidaknya setara atau berada dibawah pemimpin Calferland.”
“Jannette… Tak usah membicarakan hal itu. Aku tidak mau Zero mendengar hal seperti ini… Jika kau melakukan itu, entah apa yang akan dipikirkan oleh para clan yang berada di daerah lain… Mereka pasti akan berpikir bahwa kita akan mencari muka…”
Jannette pun sontak teringat sesuatu ketika mendengar penjelasan dari Guillemun yang tidak mau mengikuti apa yang diinginkan oleh istrinya tersebut.
“Benar juga… Aku juga tidak mengerti kenapa negeri ini selalu saja memiliki perbedaan pendapat… Jika yang satu melakukan suatu hal, pasti yang lain akan berusaha untuk tidak menyetujuinya atau merasa tidak senang,” gumam Jannette.
Tiba-tiba saja Zero merasa terkejut ketika mendengar ibunya mengatakan sesuatu mengenai perbedaan pendapat yang berada di negeri mereka tersebut. Pada saat itu juga Zero kembali mengingat mimpinya semalam, dimana kota yang tempat tinggalnya tersebut hancur akibat hal sama yang dibicarakan oleh Jannette.
***
Setelah mendengar bahwa hal tersebut memang benar adanya, pada malam harinya, ketika Zero hendak tidur, anak laki-laki itu sontak melamun memikirkan apakah benar hal yang diucapkan oleh ibunya berhubungan dengan mimpi yang dilihatnya kemarin malam.
“Argh… Entahlah… Aku tidak peduli,” gumam anak laki-laki itu merasa kesal karena penasaran.
Karena hal tersebut Zero pun membaringkan dirinya di tempat tidur, kemudian menutup kedua matanya, mencoba untuk tidur.
****
“Haah… Haah…”
Entah apa yang sebenarnya terjadi, tiba-tiba Zero kembali memimpikan kehancuran kotanya yang nampak sangat nyata dalam mimpi tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments