Kami memulai perjalanan dengan kereta yang dibawa oleh Vi, aku tidak begitu mempersulit para bawahan Liona. Dengan hanya Vi kurasa itu sudah cukup.
Aku duduk di belakang selagi memandang pemandangan kota yang semakin menjauh.
"Ini adalah misi pertama kita yang membuat kita jauh dari kota, aku harap aku bisa banyak membantu kali ini."
"Seperti biasanya Nene sangat bersemangat, Tisa bagaimana denganmu?"
"Apapun pekerjaannya aku akan menyelesaikannya dengan baik."
"Kalian terlalu serius."
Yang benar, Lifa yang terlalu santai dan tidak peduli dengan apapun. Aku memandang pedang di tanganku dan suara Kaguya mencapaiku.
(Menyebalkan juga jika harus diam seharian tanpa mengatakan apapun, seperti ini jauh lebih baik)
(Lewat telepati?)
(Aku hanya bisa berbicara seperti ini hanya denganmu, jadi sebaiknya kau tidak berbicara denganku secara langsung, atau disangka sebagai orang gila)
(Aku juga sudah mengerti itu)
Aku dan Kaguya hanya melontarkan pembicaraan dan candaan ringan saja sampai beberapa monster bermunculan untuk menyerang kereta kami, mereka adalah segerombolan goblin.
"Terus jalan, kami akan mengalahkan mereka bagaimana pun caranya."
"Baik."
Vi mempercepat kereta dan kami mengatasi sisanya, beberapa berusaha untuk naik hingga kami secara kompak menjatuhkan mereka.
Nene dan Lifa dengan tongkatnya dan Tisa memilih menggunakan pisau dibandingkan pedang besarnya memungkinkan dia tidak merusak properti sekitar.
Seekor goblin muncul dari atas setelah melompat dari pohon, dengan tajam aku menusukan ujung pedangku menembus kepalanya.
Aku bisa mendengar Kaguya mengeluh karena rasa darahnya tidak enak. Sejauh ini apa benar pahlawan menggunakan pedang yang haus darah seperti ini.
Beberapa goblin muncul dari kejauhan selagi menunggangi serigala.
"Lifa aku serahkan padamu."
"Baik, terbakarlah api neraka, Hell Fire."
Api itu ditembakkan dari ujung tongkat Lifa dan itu memusnahkan seluruh goblin pengejar, meski tidak sekuat Fire Shooter itu sudah cukup untuk mengalahkan mereka. Tepat saat aku berfikir kami sudah lolos ancaman sesungguhnya ada di depan kami.
Berdiri di sana adalah monster yang selama ini kami ingin kalahkan Leaf of Tea. Ukurannya jauh lebih besar dari yang kami hadapi sebelumnya.
Setelah kematian pahlawan Mikado aktifitas monster kian semakin aktif, jika harus dikatakan dia adalah orang yang membuat dunia ini tetap stabil.
"Vi tetap di kereta, kita akan mengalahkannya."
"Baiklah."
"Akhirnya tiba juga saatnya kita membalasnya," kata Nene.
"Akan aku bakar sampai akar."
Walau mereka berkata itu dan ini, pada akhirnya mereka menangis saat kaki mereka diangkat ke udara.
"Lemah sekali."
"Apa yang kau lihat Noir, cepat bantu kami."
"Tidak, ini memalukan."
Aku menebas sulur Leaf of Tea untuk membebaskan mereka dari jeratan, setelahnya dengan susah payah kami menghabisi monster ini.
Ketiganya tersenyum puas dengan pencapaian yang telah kami dapat. Untuk sekarang aku akan menyimpan tubuh monsternya di tas penyimpanan untuk ditukar dengan uang nanti.
Vi memiringkan kepalanya.
"Bukannya kalian terlalu lemah."
"Aku tidak mau mendengar dari orang yang hanya menonton."
"Barusan aku hanya menggunakan sepertiga kekuatanku."
Vi sedikit khawatir dengan bagaimana kami akan mengerjakan pekerjaan ini, ketika dia menatapku aku menyakinkan dirinya bahwa kami akan baik-baik saja.
Malam telah tiba dan semua orang terlah tidur lelap.
Vi yang sejak tadi pura-pura tidur bangun lalu duduk di sebelahku untuk menghangatkan dirinya.
"Mereka sedikit unik bukan."
"Aku lebih kagum denganmu yang bisa bertahan dengan mereka."
Aku juga terkadang memikirkan hal sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments