Xin mengerjapkan matanya ketika cahaya matahari memasuki celah celah gorden. Ia merasakan angin dingin menerpa kulit tubuhnya. Hal itu membuatnya teringat kembali apa yang telah terjadi semalam.
"Aku gila! Mengapa aku melakukan itu?" gumam Xin pelan.
Ia menoleh ke samping dan melihat Dash yang masih terlelap. Xin mencoba bangun dari tempat tidur, ingin pergi membersihkan dirinya. Namun, sebuah tangan kembali melingkar di pinggangnya.
"Kamu mau ke mana?" tanya Dash yang ternyata juga sudah terbangun.
"Aku mau mandi, Dash. Lepaskan aku," pinta Xin yang saat ini merasa malu karena tubuhnya masih polos.
"Tetaplah di sini bersamaku. Aku masih ingin dekat denganmu."
"Dash, lepaskan aku."
"Sepuluh menit saja," pinta Dash. Ia memeluk Xin kembali dan kulit mereka kembali bersentuhan. Ia kembali terbayang apa yang semalam mereka lewati. Saat ini Xin juga bisa merasakan ada yang menggeliat di bawah sana.
"Dash ..."
Dash tersenyum sambil menatap Xin, "Kamu luar biasa semalam, Xin. Kamu benar benar nikmat."
Dash kembali menautkan bibirnya pada bibir Xin, kemudian memberikan sentuhan tangannya di tubuh Xin.
"Ahhh ...," Xin kembali mendes sah, membuat Dash kembali tersenyum dan melanjutkan apa yang ia inginkan.
"Aku suka suaramu, terutama saat kamu mendes sah di bawah tubuhku," tak perlu waktu lama untuk Dash membuat Xin kembali terbuai. Ia kembali menyatukan tubuhnya dengan tubuh Xin.
Pagi ini, ia bisa melihat tubuh Xin terpampang begitu nyata di hadapannya. Ia mengagumi keindahannya dan tatapannya tak lepas dari semua itu. Sambil menyatukan tubuhnya, Dash kembali memberi lum matan di bibir Xin.
"I love you," ucap Dash sekali lagi. Ntah sudah berapa kali ia mengucapkan kalimat itu pada Xin sejak semalam.
*****
Setelah pertempuran keduanya, Xin terlihat sangat lelah. Bahkan ia yang awalnya ingin membersihkan diri pun rasanya malas untuk bangun. Ia benar benar merasa telah gila karena begitu mudah terbuai dengan sentuhan Dash.
"Aku mandi dulu. Haedar ingin bertemu denganku," ucap Dash, "Aku tak akan lama."
"Beristirahatlah dulu, kamu pasti sangat lelah," ucap Dash yang mendekat pada Xin lagi, kemudian mencium keningnya.
Tubuh Xin bergetar saat Dash melakukan itu. Perhatian yang Dash berikan terasa begitu berbeda dari sebelumnya. Xin hanya menganggukkan kepala dan tersenyum tipis.
"Aku pergi dulu ya. Aku tak akan lama," ucap Dash kemudian pergi meninggalkan hotel.
Xin yang tak ingin berdiam diri saja di dalam hotel pun berencana keluar. Meskipun inti tubuhnya masih terasa sakit, ia ingin pergi menikmati hari liburnya. Ia pun bangkit dan segera membersihkan diri.
*****
Keluar dari hotel, Xin menyeberangi jalan. Dari kejauhan ia bisa melihat Dash yang tengah duduk berhadapan dengan Haedar. Ia pun masuk ke dalam, memesan secangkir teh dan cemilan.
"Mereka bertemu di sana?" gumam Xin.
Langkah Xin terhenti tepat persis di belakang sofa yang diduduki oleh Dash. Sofa yang ada di sana memiliki sandaran yang tinggi, sehingga kehadiran Xin di sana tak diketahui oleh Dash maupun Haedar.
"Lalu bagaimana dengan taruhan kita?" tanya Haedar.
"Taruhan?" Tanya Dash seakan lupa dengan rencana mereka berdua.
"Ya, taruhan kita untuk mendapatkan Xin. Aku ingin segera mendapatkan hadiahku," ujar Haedar.
Dash tertawa dengan kencang, "Kamu kalah, Hae! Aku adalah pemenangnya. Aku sudah berhasil menciumnya."
Haedar sedikit berdecak dan menatap Dash dengan tak percaya, "Hanya cium? Payah sekali dirimu."
"Hei, hei, hei ... Aku belum selesai berbicara. Aku sudah berhasil menciumnya dan melihat tubuhnya, bahkan menjadikan dirinya milikku. Aku yang membuka segel miliknya. Aku menang kan?!" ucap Dash dengan penuh rasa bangga.
"Woww!!! Kamu melakukan semuanya dengan cepat. Aku tak menyangka ia akan luluh padamu dengan mudah."
Dash memukul daddanya penuh rasa bangga akan dirinya sendiri. Sifat tak mau kalahnya seketika muncul kembali.
"Rencanamu menjadikannya sekretarismu, benar benar langkah yang brilian. Jangan jangan secara diam diam, kamu juga yang merusak Perusahaan Andreas," ucap Haedar menebak, karena ia tak tahu tentang hal itu sama sekali.
"Bukankah aku sudah pernah mengatakan padamu, bahwa Xin sama dengan wanita lain. Mereka hanya akan menjadi sebuah permainan dalam hidupku. Aku tak akan pernah serius pada mereka."
"Kamu tak mencintainya meskipun kamu sudah berhasil tidur dengannya?" tanya Haedar lagi, "Xin adalah wanita yang baik menurutku."
"Cinta? Tak akan pernah ada cinta di dalam hidupku. Aku hanya mencintai diriku sendiri. Mereka semua tak pernah mencintai ataupun menyayangiku, jadi bukankah aku harus mencintai diriku sendiri?"
Di balik sofa tinggi itu, Xin masih berdiri mendengarkan setiap pembicaraan antara Dash dan Haedar. Tangannya mengepal mendengar semua yang keluar dari bibir Dash dan Haedar. Ia merutuki dirinya sendiri yang luluh begitu saja pada Dash, bahkan dalam waktu yang sangat singkat.
Meskipun Xin belum menjawab permintaan Dash untuk menjadi kekasihnya, tapi hubungan mereka sudah terlampau jauh. Ia merasa sedikit bersyukur bisa mengetahui hal ini sekarang, hingga Dash tak semakin mempermainkannya.
"Jadi setelah ini kamu akan membuangnya begitu saja?" tanya Haedar.
"Menurutmu?" Dash malah bertanya balik.
Kini giliran Haedar yang tertawa. Ia tak percaya bahwa Dash benar benar akan mempermainkan Xin. Sejak Xin bekerja di Dazzling Group, Haedar merasa Xin sebenarnya adalah wanita yang baik. Ia juga bekerja dengan sangat profesional.
"Kalau kamu tidak mau dengannya lagi, bagaimana kalau Xin untukku saja? Aku akan mengatakan iya jika kedua orang tuaku menjodohkanku dengan Xin, tidak seperti Moza."
Dash tampak menyeruput kopinya yang tersisa setengah cangkir. Ia menatap Haedar dan menghela nafasnya pelan.
"Apa kamu masih mau meskipun ia sudah menjadi bekasku?" ucap Dash.
"Tak masalah bagiku," ucap Haedar.
"Kamu yakin, Hae?" tanya Dash tapi dengan tatapan yang begitu tajam pada sahabatnya itu.
Haedar kembali tertawa, "Kalau begitu, hubungi dia sekarang. Buang dia di depan mataku, baru aku akan percaya bahwa kamu tidak menggunakan perasaan dalam taruhan ini. Aku yang akan memungutnya nanti."
Xin semakin mengepalkan tangannya erat dan menghela nafasnya dalam. Ia bahkan enggan untuk duduk dan menikmati sarapan paginya lagi.
Dash yang tak ingin kalah dan dianggap hanya besar mulut, mengeluarkan ponselnya. Ia menekan nama Xin dan menghubungi wanita itu. Dash berharap Xin masih tidur dan tak menjawab panggilannya.
Namun, Dash mendengar suara dering ponsel yang tak jauh darinya. Ia mengenali dering ponsel tersebut, membuatnya menoleh dari balik sofa tinggi itu.
"Xin?"
"Terima kasih sudah mengatakan semuanya. Aku memang wanita paling bodoh karena bisa diperdaya oleh pria sepertimu," ucap Xin.
"Xin, dengarkan aku," pinta Dash.
"Stop! Sekarang giliranku yang berbicara, karena sedari tadi aku sudah mendengarmu berbicara. Kamu tak perlu membuangku karena aku sendiri yang akan pergi. Aku mengaku sekali lagi kemenanganmu, kamu hebat dan luar biasa. Aku berhenti, Tuan Ruiz!"
Xin memutar tubuhnya untuk keluar dari cafe tersebut, tapi Dash kembali memanggilnya.
"Xin!"
"Jangan pernah memanggil atau mengucapkan namaku lagi. Jika kita bertemu lagi, anggap saja kita tak pernah saling mengenal. Selamat tinggal, Tuan Ruiz!"
🧡 🧡 🧡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
s
bodoh karena bisa di percaya oleh banyak pria
2024-11-14
0
Ita rahmawati
ya ampun dash,,kamh akan menyesal,cuma gegara gengsimu yg setinggi langit 🙄🙄
xin 😭😭
2024-05-13
1
Bilal Muammar
rasain kamu dash....kamu akan kehilangan xin orang yg sebenarnya kamu cintai tanpa sadar....
2024-02-23
2