Xin terkejut akan peraturan yang baru saja dibuat oleh Dash, bahkan nominal yang disebutkan oleh Dash terbilang cukup besar. Namun, Xin yang tak mau berurusan lagi dengan Dash pun mengambil tas miliknya dari tangan Aaron.
"Xin?"
"Kamu ingin keluar dari sini juga, Ar? Aku akan membantumu," kata Xin. Ia langsung menuliskan sejumlah uang dalam selembar cek kemudian memberikannya pada Dash, tepat di hadapan anggota geng motornya.
"Aku dan Aaron akan keluar dari sini," Xin pun kembali menaiki motornya, begitu pula dengan Aaron. Mereka segera pergi dari area balapan.
"Sialllannn!!" gumam Dash yang untuk kesekian kali merasa kesal karena tak bisa membuat Xin berada dalam kekuasaannya.
Sementara anggota geng motor yang awalnya mengikuti Xin, tanpa mempedulikan Xin mereka malah senang bisa masuk dalam lingkaran pertemanan Dash. Mereka menganggap Dash adalah pribadi yang berpengaruh, jadi mereka akan merasa nyaman. Mereka pun melanjutkan kemenangan lomba tersebut ke sebuah klub malam.
*****
Aaron mengikuti motor Xin hingga gadis itu tiba di apartemen miliknya.
"Xin!"
"Kamu mengikutiku ke sini, Ar? Pulanglah, adikmu pasti menunggumu," ucap Xin sambil membuka helm miliknya.
"Maafkan aku, Xin," ujar Aaron.
Xin tersenyum, "Sudahlah, jangan dipikirkan. Mungkin memang sudah saatnya aku melepaskan geng motor itu dan fokus pada semester terakhirku, pada skripsiku."
"Tapi geng motor itu kamu yang mendirikannya, Xin."
"Aku memang yang mendirikannya, tapi anggotanya bukan milikku. Mengapa aku tadi memilih membawamu pergi dari sana? Karena aku melihat mereka tak berniat keluar dari sana dan memilihku. Jika memang tadi mereka meminta bantuanku untuk keluar dari sana, aku pasti akan membantu mereka juga," ucap Xin.
"Aku sangat berterima kasih padamu, Xin," ucap Aaron.
"Pulanglah! Mulai besok kita fokuskan saja pikiran kita pada skripsi, hmm," Xin menepuk bahu Aaron kemudian melangkah ke dalam apartemen sambil membawa helm berwarna hitam miliknya.
"Kamu terlalu baik padaku, Xin. Ntah bagaimana aku bisa membalas semua kebaikanmu. Bahkan aku takut untuk mencintaimu karena kurasa aku tak pantas," batin Aaron.
*****
Bersama dengan Aaron, Xin menghabiskan waktunya di dalam perpustakaan. Ia fokus mengerjakan skripsinya karena ia pernah kehilangan waktu dua minggu akibat skorsing.
Selain itu, Xin juga membantu Aaron menyelesaikan beberapa tugas dari mata kuliah yang masih diambil oleh Aaron. Bagi Xin, Aaron sudah seperti saudara baginya, karena Ia berada di luar negeri seorang diri. Xin juga mengenal Amelia, adik perempuan Aaron, yang tahun depan akan masuk ke bangku kuliah.
"Thank you, Xin. Kamu banyak membantuku, hingga semua tugasku bisa selesai tepat waktu," ujar Aaron.
"Aku tak akan lulus sendiri dan meninggalkanmu di sini," ujar Xin menggoda Aaron sambil menepuk bahu sahabatnya itu.
"Aku akan lulus, Xin. Tenang saja. Aku harus secepatnya bekerja karena Amel perlu biaya untuk kuliah," ucap Aaron.
"Aku bisa membantumu, Ar."
"Tak perlu, Xin. Kamu sudah banyak membantuku. Aku tak ingin merepotkanmu lagi."
"Baiklah, terserah padamu saja. Tapi ingatlah bahwa kamu bisa meminta bantuan padaku. Jangan menganggapku orang lain," ucap Xin.
Aaron menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Mereka pun lanjut mengerjakan tugas mereka di dalam perpustakaan itu, hingga mereka menghabiskan waktu hampir tiga jam.
"Bagaimana kalau kita makan siang dulu, Xin?" tanya Aaron.
Xin melihat jam di pergelangan tangannya, "sudah jam dua belas. Hmm, kita makan siang dulu."
Keduanya membereskan buku buku yang mereka ambil dari rak dan menyusunnya dengan rapi di atas meja. Mereka membiarkannya di sana karena nanti akan ada petugas perpustakaan yang akan mengambilnya dan merapikannya kembali ke dalam rak.
Xin dan Aaron melangkah keluar dari perpustakaan. Tepat di depan pintu keluar perpustakaan adalah taman universitas yang sangat luas dan asri. Banyak mahasiswa dan mahasiswi yang duduk di sana sambil menikmati waktu istirahat mereka.
Mata Xin terhenti saat melihat Dash yang sedang berjalan ke arah mereka. Namun yang menarik perhatian Xin adalah sosok yang berdiri persis di sebelah Dash dan mendapat rangkulan Dash di bahunya.
"Giselle?" gumam Xin.
Hanya dalam semalam saja, Giselle sudah mendapat rangkulan dari Dash, seseorang yang semalam mengambil alih kepemimpinan geng motor milik Xin.
"Kamu tak apa apa, Xin?" tanya Aaron yang seakan tahu apa yang ada di dalam pikiran Xin.
"I'm okay, ayo kita pergi!" ajak Xin melangkah menjauhi Dash, Giselle, dan beberapa sahabat Dash yang selalu mengikuti kemana pun Dash pergi.
Dash yang melihat Xin tak peduli dengan keberadaannya dan bahkan tak melihat ke arahnya, mengepalkan tangannya. Ia tak suka jika tak dipedulikan, apalagi oleh seorang wanita.
Dash melihat kepergian Xin, kemudian langsung melepaskan rangkulan tangannya yang berada di bahu Giselle, membuat Giselle langsung menoleh pada Dash. Pria itu langsung berada dalam mode cool dan melangkah pergi meninggalkan Giselle begitu saja.
"Dash! Tunggu aku!" teriak Giselle dan kembali menghampiri Dash. Ia langsung merangkul lengan Dash dan bergelayut manja.
"Kamu mau ke mana?" tanya Giselle.
"Bukan urusanmu!" jawab Dash dengan ketus.
"Aku ikut denganmu."
"Jangan menggangguku lagi, pergilah!" Dash menghempaskan tangan Giselle yang melingkar di lengannya.
"Tapi aku kekasihmu, Dash. Bukankah kamu sudah berjanji bahwa aku akan menjadi kekasihmu kalau aku membantumu menyetel ulang motor Xin? Aku membantumu menang," ucap Giselle.
Dash menghentikan langkahnya kemudian memutar tubuhnya dan menatap tajam Giselle, "Bukankah kamu sudah menjadi kekasihku sejak semalam hingga siang ini. Itu sudah cukup, bahkan terlalu berlebihan untukmu. Kita putus!"
Dash memutuskan hubungannya dengan Giselle begitu saja, bahkan bisa dikatakan belum dua puluh empat jam ia menjadi kekasih Dash. Giselle mengepalkan tangannya dan menatap geram ke arah Dash yang pergi meninggalkannya, diikuti dengan sahabat sahabatnya, yang sama sekali tak mempedulikan Giselle.
"Lihat saja nanti, Dash. Aku pasti bisa membuatmu jatuh ke dalam pelukanku dan menjadi milikku," gumam Giselle.
*****
"la mengkhianatiku, Ar. Aku yakin itu," ucap Xin saat menyeruput jus strawberry miliknya.
"Giselle?"
"Hmm ... Dia pasti mengutak atik setelan motorku, hingga tak bisa melaju kencang semalam."
"Tak hanya Giselle yang melakukannya, Xin. Ia juga dibantu oleh beberapa anggota yang lain. Maaf karena aku tak memberitahumu, aku kira mereka mendukungmu dan ingin melakukan yang terbaik untukmu," ucap Aaron.
Xin tertawa kecil dan menatap Aaron, "Hei, jangan seperti itu, aku justru berterima kasih padamu karena tak memberitahuku. Dengan begitu, aku tahu siapa teman yang sebenarnya."
"Aku juga pernah mengkhianatimu, Xin."
"Aku tahu alasanmu melakukannya dan aku mengerti akan hal itu. Sementara Giselle, ia melakukannya hanya karena ingin menjadi kekasih seorang Dash Marvel Ruiz. Aku hanya tak habis pikir, apa hebatnya pria itu. Ia hanya seorang pria sombong yang berlindung di balik nama besar Ayahnya," ucap Xin.
"Kamu membencinya, Xin?" tanya Aaron.
"Tidak. Aku tak ingin membenci siapa pun. Aku hanya tak suka berada dekat dengannya. Sudahlah, sebaiknya kita tak membicarakannya lagi. Kita fokus dengan tujuan kita."
"Baiklah."
"Oya, Ar. Daddyku memintaku bertanya padamu, apakah kamu mau bekerja di Perusahaan Frederick di Munich? Bawalah Amel bersamamu dan biarlah dia kuliah di Munich."
"Uncle menawariku pekerjaan? Aku bahkan belum lulus, Xin."
"Aku pernah menceritakan tentang dirimu pada Daddy dan Daddy ingin kamu bekerja di sana."
"Thank you, Xin. Aku tak akan menyia nyiakan kesempatan ini."
🧡 🧡 🧡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Patrish
hmmmm.... urusan hati... tega mematikan teman
2025-01-10
0
s
ternyata Rafael menggunakan taktik kakak iparnya
2024-11-14
1
s
rasain, malah senjata makan tuan /Tongue//Tongue//Tongue/
2024-11-14
0