Xin telah siap dengan sebuah gaun berwarna biru navy. Ia telah siap di lobby apartemen sambil menatap jam di pergelangan tangannya. Xin tak ingin membuat Avan menunggu, karena itulah ia sudah ada di lobby menunggu pria yang akan mengajaknya bertemu dengan keluarganya.
"Sudah hampir tiga puluh menit ia terlambat, apa ia lupa? Atau jalanan sedang macet?" gumam Xin yang kemudian mengeluarkan ponsel dari dalam tas tangan miliknya.
"Tak diangkat," beberapa kali Xin mencoba menghubungi, tapi tetap tak ada jawaban.
Xin menghela nafasnya pelan, "Kalau begitu aku naik saja. Aku tak ingin membuang buang waktu seperti ini."
Xin akhirnya kembali naik ke lantai di mana unit apartemennya berada. Ia menghempaskan tubuhnya ke atas sofa lalu menopang kepalanya dengan sebelah tangan. Ia mulai berpikir apa yang terjadi pada Avan hingga tak datang dan bahkan tidak menghubunginya sama sekali.
Ia menyalakan televisi untuk mengusir keheningan dan kesepian yang sepertinya mendominasi dirinya saat ini. Xin menautkan kedua alisnya ketika melihat berita yang muncul di televisi.
"Avan?" gumam Xin.
Pada layar televisi nampak Avan berdiri di depan para karyawannya, menjelaskan bahwa Perusahaan sedang berada dalam masalah. Namun, ia menjamin akan menyelesaikan semuanya.
"Siapa dia sebenarnya?" gumam Xin yang memang tak pernah mencari tahu siapa Avan.
Ada sesuatu yang berkecamuk di dalam hati Xin. Ia berusaha untuk mengerti bahwa Avan sedang menghadapi masalah saat ini dan tak dapat menghubunginya.
Waktu sudah terlewat sekitar tiga jam sejak waktu janjian di mana Avan akan menjemput Xin. Xin yang ingin pergi tidur, menghentikan langkahnya ketika mendengar suara bel di pintu apartemennya.
"Siapa yang datang malam malam begini?" gumam Xin sambil melihat ke arah jam di dinding.
"Avan?" batin Xin yang mengintip dari lubang kecil yang ada di pintu.
Ia akhirnya membukakan pintu. Xin melihat kondisi Avan yang lelah dan sepertinya tidak baik baik saja.
"Masuklah," ucap Xin membukakan pintu dan mempersilakan Avan untuk masuk.
Avan pun duduk di sofa dan menghela nafasnya pelan. Ia menatap ke arah Xin dan menautkan kedua alisnya karena Xin tak bertanya apapun padanya.
"Kamu tak ingin menanyakan apapun padaku?" tanya Avan.
"Apa yang harus kutanyakan? Aku tak perlu tahu jika kamu tak ingin menceritakannya," jawab Xin.
Avan menatap Xin dengan intens, "Maafkan aku. Maaf karena tidak datang sesuai janjiku. Ada sedikit masalah di Speed-O Car. Apa kamu tak melihat televisi atau membuka grup chat di ponselmu?"
"Aku tak mengikuti grup apapun di ponselku, kecuali grup keluargaku," jawab Xin.
Avan meraih tangan Xin lalu menggenggamnya, "Aku ingin menceritakan sesuatu padamu."
Xin mengikuti Avan untuk duduk di sofa. Beberapa kali Avan meremas tangan Xin, tapi tak satupun kata keluar dari bibirnya.
"Speed-O Car sedang mengalami kesulitan keuangan."
"Kesulitan keuangan? Bukankah penjualan kita setengah tahun ini cukup baik?" tanya Xin. Di sini, Xin berpikir bahwa Avan adalah seorang manager atau mungkin direktur keuangan di Speed-O Car.
"Ya, tapi kesulitan keuangan bukan dimulai saat ini, tapi sudah dimulai sekitar setahun lalu. Hanya saja dulu kami masih bisa meredam berita itu, sekarang sepertinya akan sulit," jawab Avan.
"Maaf karena tidak jadi membawamu menemui kedua orang tuaku. Saat ini mereka juga sedang pusing memikirkan tentang Speed-O Car karena perusahaan tersebut telah mereka bangun sejak lama," ucap Avan.
"Siapa kamu sebenarnya?"
"Aku ... Aku adalah putra pemilik Speed-O Car. Maaf karena tak pernah menceritakan siapa diriku sebenarnya. Aku hanya ingin kamu melihatku apa adanya dan aku juga menyukaimu karena kamu tak pernah melihat jabatanku," ucap Avan.
Xin hanya diam, tak menjawab apapun. Xin mulai berpikir, apakah Avan ingin menguji dirinya? Ingin sekali ia tertawa, tapi rasanya aneh.
"Aku mengerti tentang masalahmu. Sebaiknya selesaikanlah, aku tak akan pernah menghambat atau melarangmu. Dan tentang siapa dirimu, aku hanya tak menyangka bahwa kamu menyembunyikannya. Apa kamu ingin menguji perasaanku?" tanya Xin.
"Bukan begitu maksudku, Xin. Hanya saja Dad belum memberikan kepemimpinan ataupun kepemilikan Speed-O Car padaku. Jadi aku menganggap bahwa diriku adalah pegawai biasa, sama sepertimu."
"Jangan terlalu serius, aku hanya bercanda. Pulang dan istirahatlah, kita bisa makan malam lain waktu. Sekarang yang terpenting adalah perusahaanmu. Bukankah kedua orang tuamu membutuhkanmu untuk membantu mereka menyelesaikannya," ucap Xin.
"Terima kasih banyak, Xin. Aku tak salah memilihmu, kamu sangat mengerti diriku."
Avan akhirnya beranjak pergi dari apartemen Xin. Setelah kepergian Avan, Xin pun masuk ke dalam kamar tidurnya dan membaringkan diri di sana.
"Aku mulai meragukan keseriusannya," gumam Xin.
**
"Ternyata takdir sepertinya berpihak padaku," ujar Dash saat mengetahui bahwa Perusahaan Speed-O Car, perusahaan di mana Xin bekerja, sedang mengalami masalah yang cukup pelik.
"Apa yang akan kamu lakukan, Dash?" tanya Haedar.
"Tentu saja bermain main dengan perusahaan itu," jawab Dash.
Haedar menggelengkan kepalanya karena sedikit mengerti apa maksud dari ucapan Dash. Saat ini mereka sedang berada di dalam pesawat pribadi Keluarga Ruiz, dengan tujuan ke Kota Paris.
"Hubungi dia dan atur pertemuanku," ucap Dash.
"Baiklah, Dash. Hanya saja aku ingin menasehatimu. Jangan bermain api jika kamu tak ingin terbakar," ujar Haedar.
"Aku tak akan terbakar, Hae. Aku bisa melindungi diriku sendiri."
Sesampainya di Kota Paris, keduanya langsung menuju ke Mansion yang baru saja dibeli oleh Dash. Ia merasa akan sedikit lama di sana dan akan lebih nyaman jika tinggal di Mansion, daripada di apartemen.
"Aku sudah mengirimkan e-mail pada Perusahaan Speed-O Car, Dash," ucap Haedar.
"Lalu."
"Mereka cepat sekali menanggapinya. Bahkan mereka menginginkan pertemuan denganmu besok," ujar Haedar.
Dash tersenyum penuh arti, "Kalau begitu segera siapkan semua keperluan untuk pertemuan besok."
Dash masuk ke dalam kamar tidurnya sambil bersiul riang. Ia sepertinya telah menyiapkan umpan untuk mendapat tangkapan yang besar.
*****
"Xin, cepat siapkan semuanya. Kita akan bertemu dengan klien besar hari ini."
"Baik, Tuan."
Xin menyiapkan semuanya sesuai perintah Tuan Dominic, sang manager pemasaran. Ia bahkan mempersiapkan hal hal lain yang mungkin saja dibutuhkan. Ia mempelajari kembali semua hal tentang produk produk mereka, agar saat presentasi nanti tak ada kesalahan yang membuat kegagalan.
"Kita berangkat sekarang, Xin," ajak Tuan Dominic.
"Baik, Tuan."
Dominic sengaja mengajak Xin, karena Xin dianggap sebagai pegawai yang paling menguasai produk produk mereka, dibanding marketing yang lain. Selain itu, Avan juga akan ikut serta karena ia ingin memberikan kesan terbaik bagi klien mereka itu.
Pertemuan mereka diadakan di sebuah showroom Speed-O Car yang paling lengkap di Kota Paris. Di sana, Xin mendapat tugas untuk menjelaskan semua produk mereka karena klien mereka berencana untuk mengambil dalam jumlah sangat besar.
"Kamu sudah menyiapkan semuanya, Xin?" tanya Avan.
"Sudah. Tuan Dominic juga sudah memeriksanya tadi," jawab Xin.
"Baiklah, kita harus berhasil kali ini. Kerja sama ini sangat besar artinya bagi Perusahaan Speed-O Car dan akan membawa pengaruh besar pada kerja sama berikutnya dengan perusahaan perusahaan lain," ujar Avan yang tak ingin gagal.
Langkah kaki terdengar memasuki ruang meeting yang ada di dalam showroom itu. Xin yang kembali mempelanari beberapa berkas pun mengangkat kepalanya. Matanya sedikit membola saat melihat siapa yang ada di hadapannya.
"Dash?" batin Xin.
🧡 🧡 🧡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
s
sama, terlalu terburu buru
2024-11-14
0
Ita rahmawati
dash mgkin sebenernya gk jahat hanya krn kurang perhatian dn kasih syg aja makanya jd brandal 🤣
tp ttep gk rela klo xin sm dash 😔
walaupun nama mereka juga cocok sm² singkat panggilannya 🤭
2024-05-13
2
StAr 1086
kurang suka dengan sifat dhas yang sombong dan .....
2023-10-27
0