"Aku antar pulang, Xin," ujar Avan yang baru keluar dari lift dan menyusul langkah Xin yang tengah berjalan di lobby menuju pintu keluar.
"Aku naik taksi saja," balas Xin.
"Hei, kamu bekerja bersamaku di sini. Aku tak akan membiarkanmu pulang sendiri. Ini sudah malam, tak baik untuk seorang wanita pulang sendirian. Ayo!"
Xin akhirnya mengikuti langkah Avan menuju mobil yang terparkir tak jauh dari pintu keluar. Avan membukakan pintu untuk Xin.
"Terima kasih," ucap Xin.
Avan menutup pintu kemudian berjalan memutar dan kini sudah siap berada di balik kemudi. Xin sempat menautkan kedua alisnya karena tak melihat supir yang tadi pagi mengemudikan mobil tersebut, namun ia tak ingin banyak bertanya karena tak ingin mencampuri urusan Avan yang merupakan atasannya.
"Kita makan malam dulu, bagaimana?" tanya Avan.
"Apa kamu tidak makan malam bersama keluargamu?" Xin justru bertanya balik.
"Tidak, ini sudah terlalu malam. Mereka pasti sudah menyelesaikan makan malam. Temani aku makan malam, okay?"
"Baiklah," jawab Xin pada akhirnya. Selain sebagai ucapan terima kasih karena Avan mengantarnya pulang, perut Xin pun memang sudah berteriak minta diisi sejak tadi. Ia melewatkan jam makan malamnya tadi karena ada sesuatu yang harus diselesaikan.
Mobil Avan berhenti di sebuah restoran mewah. Tampak dari luar, restoran tersebut diisi oleh pria dan wanita yang menggunakan setelan jas dan juga gaun, sementara Xin hanya menggunakan pakaian kerjanya.
"Apa kita akan makan di sini?" tanya Xin.
"Hmm ... Apa kamu tidak suka tempatnya?" tanya Avan.
"Bukan begitu, aku suka kok. Hanya saja pakaianku seperti tak cocok dengan tempatnya," ujar Xin tertawa kecil.
Avan tertawa mendengar penuturan Xin, "Kamu tak perlu menggunakan gaun ataupun pakaian mahal, Xin. Kamu sangat cantik dan akan tetap cantik memakai pakaian apapun."
"Terima kasih, Tuan. Aku sangat tersanjung," ucap Xin. Pujian Avan membuat Xin sedikit melayang, namun ia tetap membatasi dirinya dengan pria mana pun. Bukan karena ia tak ingin membuka diri, tapi ia masih ingin mengejar karirnya dan membuktikan diri, serta membanggakan kedua orang tuanya.
"Ayo kita masuk."
Keduanya masuk ke dalam restoran mewah tersebut, kemudian duduk di sebuah meja yang dekat dengan taman. Suasana yang sedikit remang membuat kesan romantis, apalagi ditemani dengan iringan lagu instrumental dari pemusik yang ada di sana.
"Kamu suka bekerja di kantor pusat, Xin?" tanya Avan.
Xin menatap Avan lalu tersenyum, "Aku sangat senang sekali, apalagi mendapat suatu kepercayaan yang begitu besar. Oleh karena itulah aku akan berusaha dengan baik dan tak akan menyia nyiakan kesempatan ini."
"Aku juga yakin kamu akan melakukan yang terbaik untuk kemajuan perusahaan," ucap Avan.
Mereka pun mulai memesan makanan dan berbincang kembali sambil menunggu makanan mereka datang. Di saat itulah, dari salah satu meja ada yang memperhatikan interaksi keduanya.
"Apa yang sedang kamu perhatikan, Dash?" tanya Haedar yang saat ini diangkat oleh Dash untuk menjadi asisten pribadinya. Dash tak memakai asisten pribadi yang dipilihkam oleh Ayahnya karena ia tak ingin setiap gerak geriknya dipantau dan dilaporkan.
"Menurutmu?"
Haedar memgikuti arah tatapan Dash dan membulatkan matanya ketika melihat sosok wanita yang merupakan sosok paling diidamkan di kampus dulu untuk menjadi kekasih. Siapa yang tak mengenal Xin, mungkin hanya Dash saja.
"Xin?" gumam Haedar dengan tatapan penuh damba.
"Berhenti melihat ke arahnya, Hae!" ucap Dash.
"Memangnya dirimu siapa yang melarangku memperhatikannya? Aku tak akan menyia nyiakan pemandangan ini, Dash. Sudah lama rasanya aku tak melihatnya dan aku sangat merindukannya," ucap Haedar.
"Berhenti memperhatikannya atau aku akan memecatmu!" ancam Dash.
"Hei kamu mengancamku, Dash? Sebenarnya aku tidak takut dengan ancamanmu. Aku bisa kembali ke perusahaan orang tuaku dan bekerja di sana. Tak apa jika aku hanya menjadi asisten kakakku," ucap Haedar.
"Ia milikku, Hae! Aku pasti akan mendapatkannya."
"Apa kamu mau balapan denganku untuk merebut cintanya?" tanya Haedar.
"Apa hadiahnya?" tanya Dash yang seakan mulai tertantang. Ia yang berjiwa ambisius dan tak mau kalah, akan dengan senang hati menerima tantangan Haedar.
"Apapun yang kamu minta, akan kuberikan," jawab Haedar.
"Aku ingin mobil balap milikmu."
"Whatt?! Kamu menginginkan Bumblebee ku?"
"Hmm ... Bagaimana?" tanya Dash dengan sebelah alis sedikit terangkat.
"Baiklah, aku terima. Aku yakin kamu tak akan bisa menaklukan hatinya. Ia bukan wanita sembarangan, Dash. Ia wanita yang smart dan punya prinsip," ujar Haedar.
"Kita buktikan saja karena aku yakin aku akan menang!"
Dash kembali melihat ke arah Xin dengan ujung bibir yang sedikit terangkat, tapi tangannya terus mengepal melihat kedekatan antara Xin dengan Avan.
*****
"Arghhhh!!!" Veronica menggeram kesal ketika ia terbangun di tengah malam dan mengingat bahwa Fernando telah memberikan semua harta kekayaannya pada Dash, sementara ia tak mendapatkan apa apa.
Veronica melihat Fernando terlelap di sampingnya dengan sangat nyenyak, seakan tanpa beban di dalam hidupnya.
"Dasar pria siallannn!! Aku sudah mau menikah denganmu, malah tak mendapatkan apa apa," gumamnya geram.
Dulu, saat masih menjadi kekasih Dash, ia sering mendengar keluhan Dash di mana Ayahnya selalu mementingkan dirinya sendiri. Dash selalu mendapatkan apa yang ia inginkan dari Ibunya. Oleh karena itulah Veronica beranggapan jika Ayah Dash pasti memberikan uang yang cukup banyak pada Ibu Dash, membuatnya ingin mengambil alih Ayah Dash menjadi miliknya, agar kekayaan Keluarga Ruiz menjadi miliknya.
Veronica keluar dari kamar tidurnya. Ia pergi ke dapur berencana minum untuk mendinginkan kepalanya yang terasa panas dan penat.
"Aku harus melakukan sesuatu. Tak mungkin aku hanya diam seperti seorang pelayan dan wanita penghhibur untuk pria tua itu," gumam Veronica.
Suasana Kediaman Keluarga Ruiz terasa begitu sepi. Veronica melangkahkan kakinya menuju kamar tidur Dash. Saat masih menjadi kekasih Dash, tak pernah sekalipun Dash membawanya ke Kediaman Keluarga Ruiz.
Ia membukanya perlahan dan masuk ke dalam. Veronica tahu bahwa Dash sedang pergi ke Paris untuk bertemu dengan salah satu rekan bisnis Dazzling Group. Kalau saja ia masih menjadi kekasih Dash, tentu ia saat ini sedang berada di Paris dan bersenang senang di sana, bukan terjebak bersama seorang pria tua bangka, demikian pikirnya.
"Aku tak bisa terus diam seperti ini dan menerima semua keputusan Fernando. Kekayaan Keluarga Ruiz harus menjadi milikku. Jika memang sekarang sudah menjadi milik Dash, maka aku harus kembali memiliki Dash," ucap Veronica sambil berbaring di atas tempat tidur Dash dan menyesap wangi sprei yang menurut Veronica adalah wangi tubuh Dash.
Setelah berpikir matang, Veronica kembali melangkah keluar dari kamar tidur Dash. Ia mengambil sebotol air mineral di dalam kulkas, kemudian kembali masuk ke dalam kamarnya.
Berbelok ke arah wardrobe, ia mencari T-shirt, kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Ia membasahi T-shirt tersebut dengan air, lalu melangkah mendekati Fernando yang sedang terlelap.
Veronica membuka tutup botol air mineral itu dan meletakkannya di atas nakas. Lalu dengan cepat ia menutup wajah Fernando dengan T-shirt basah itu dan kembali menuangkan air dalam botol, kemudian dengan cepat meraih bantal dan menutup wajah Fernando, serta menahannya.
🧡 🧡 🧡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Ita rahmawati
aih mau dibunuhkah lakinya 🤦♀️🤦♀️
2024-05-13
1
Bilal Muammar
ya ampun...apa yg wanita gila itu mo lakuin...membunuh ayah nya dash....
2024-02-22
0
StAr 1086
dasar vero gelo....
2023-10-27
1