"Itu dia ...," ucap salah seorang pria pada temannya.
Pria tersebut tertawa saat melihat Dash yang keluar dari sebuah gedung apartemen sambil membawa sebuah box dan mendorong sebuah koper.
"Apa dia sudah beralih kerja menjadi kuli panggul?" tanya pria itu.
"Ia sendirian? Tumben sekali ia tak bersama asistennya itu."
"Lihatlah, dia bersama seorang wanita. Cantik ..."
"Dari gelagatnya, sepertinya ia menyukai wanita itu. Bagaimana menurutmu?"
"Ya, sepertinya kamu benar. Kita harus menyusun rencana terlebih dahulu dengan bos. Bukankah ia perlu tahu semua rencana kita?"
"Bukan hanya perlu tahu, tapi ia juga yang akan mengatur semuanya."
"Kalau begitu kita pergi sekarang," ucap pria itu.
Setelah mereka melihat Dash dan Xin yang keluar dari apartemen, mereka pun pergi menemui atasan mereka.
*****
"Kita makan malam dulu. Siang kamu menolak untuk makan, sekarang tidak boleh," ucap Dash.
"Aku tidak lapar, Dash," ucap Xin yang mulai terbiasa memanggil nama Dash.
"Makan sedikit saja, tidak apa. Aku tak mau kamu sakit," ujar Dash, "Kamu tak ingin membuat orang tuamu khawatir kan?"
Xin menghela nafasnya pelan dan menatap Dash, "Baiklah."
Akhirnya Dash mengajak Xin ke sebuah cafe yang tak jauh dari apartemen baru yang Xin tempati. Mereka duduk berhadapan, sehingga Dash semakin mudah memandangi wajah Xin.
"Mengapa kamu terus melihatku, makan lah punyamu," ujar Xin yang memalingkan wajahnya dan melihat ke arah jendela besar di mana tampak lalu lalang orang yang berjalan kaki di trotoar.
"Kamu cantik, Xin," ucap Dash.
"Aku tahu."
Ucapan Xin membuat Dash tertawa, apalagi melihat Xin yang begitu percaya diri.
"Jangan tertawa. Lihatlah, kamu dilihat pengunjung yang lain," ucap Xin.
"Biarkan saja mereka melihatku. Mereka pasti iri karena melihatku bersamamu, bersama seorang wanita cantik yang bahkan tak bisa mereka dekati."
"Hentikan gombalanmu, aku tidak tertarik sama sekali dan tak akan terjerat."
Sekali lagi Dash tertawa. Hal itu membuat Xin menatap ke arah Dash karena tak biasanya Dash tertawa seperti itu. Wajahnya pun terlihat berbeda dari Dash yang Xin tahu.
"Ayo kita makan dulu. Aku bisa bisa kenyang karena melihat kecantikanmu," ucap Dash.
Xin hanya terdiam saja dan kembali menatap ke arah luar jendela.
"Besok aku akan mengajakmu ke London."
"London?" tanya Xin. Kota itu memiliki kenangan tersendiri dalam diri Xin. Salah satunya adalah tempat ia berkuliah dan memiliki geng motor.
"Hmm ... Aku akan ada meeting penting para investor Dazzling Group. Setelah itu, kita akan ke Amsterdam, lalu ke Roma."
"Mengapa kamu tidak mengajak Haedar saja?" tanya Xin.
"Ia akan ikut, tapi ia akan menyusul karena masih banyak yang harus ia selesaikan di sini," jawab Dash.
Setelah selesai makan malam, mereka keluar dari cafe tersebut berdua dan masuk ke dalam mobil Dash. Dash kembali mengantarkan Xin ke apartemennya.
Mereka tak sadar bahwa mereka masih berada dalam pengawasan dua orang pria dengan pakaian berwarna hitam.
*****
"Dash!" Xin mengajukan protes ketika Dash membawanya ke Mansion Keluarga Ruiz.
"Untuk apa kamu menginap di hotel jika rumahku punya banyak kamar. Akan sayang sekali kan uangnya," ucap Dash.
"Aku akan membayar sendiri biaya hotelnya, Dash," ucap Xin.
Ia tak bisa tinggal bersama Dash di Mansion Keluarga Ruiz. Meskipun ia adalah sekretaris Dash, tapi ia tak mau tinggal dengan pria yang bukan keluarganya. Sementara itu, Dash justru terus tersenyum melihat tingkah Xin yang menurutnya lucu.
"Kamu bisa menggunakan kamar ini, Xin," Dash menunjuk kamar tidur yang berada persis di sebelah kamar tidur Dash.
"Apa tidak ada kamar di bawah saja?" tanya Xin.
"Tidak ada!" jawab Dash dengan cepat, membuat Xin mencebik kesal.
Akhirnya Xin masuk ke dalam kamar tidur yang ditunjuk oleh Dash. Ia masuk lalu langsung pergi membersihkan diri karena ia akan langsung beristirahat. Tubuhnya sangat lelah karena kemarin ia baru pindahan dan hari ini langsung terbang ke London.
Xin langsung naik ke atas tempat tidur setelah selesai membersihkan dirinya. Ia duduk bersandar di kepala tempat tidur, kemudian menghubungi kedua orang tuanya.
"Halo Dad, Mom," sapa Xin.
"Kamu di mana, sayang?" tanya Queen yang melihat latar belakang Xin berbeda.
"Aku sedang perjalanan dinas, Mom. Aku berada di London."
"London?"
"Iya, Mom."
"Bagaimana pekerjaan di sana? Kamu pasti sangat senang bisa masuk ke Perusahaan impianmu, bukan? Dad masih sedikit merajuk jika melihat fotomu," ujar Queen, membuat Xin tertawa.
Ia harus berpura pura tertawa, agar kedua orang tuanya tak mengetahui isi hatinya saat ini. Memang ia berusaha melupakan, tapi kenangan yang ditinggalkan tak akan semudah itu dihilangkan. Mungkinkah ia memerlukan kenangan baru untuk menghilangkan yang lama?
Xin yang merasa lelah, akhirnya membaringkan tubuhnya. Ia masih melihat layar ponselnya dan berita berita yang terpampang yang menjadi topik hangat.
Mata Xin mulai menutup dan ponsel yang ia pegang terlepas begitu saja di atas tempat tidur. Dash yang juga sudah selesai membersihkan diri, masuk ke dalam kamar Xin, melewati balkon kamar tiďur yang menyatu.
"Mengapa pintunya dikunci?" ujar Dash saat mencoba membuka pintu balkon kamar tidur Xin.
"Tapi aku punya kunci cadangannya," gumam Dash yang kembali melompat ke balkon kamar tidurnya lalu mengambil kunci cadangan tersebut.
Ia melihat layar ponsel Xin masih menampakkan sebuah portal berita yang mengangkat topik rencana pertunangan antara Avan dengan Moza. Dash berdecak kesal, lalu memindahkan ponsel Xin ke atas nakas.
"Kamu masih saja memikirkannya, padahal aku ada di sini," ucap Dash dan kembali membawa Xin ke dalam pelukannya, "Aku yang akan menjagamu dan selalu ada untukmu."
Dash mengecup pucuk kepala Xin, lalu mencium kening Xin dengan dalam dan lama. Ia menatap bibir Xin, ingin sekali ia mendaratkan bibirnya di sana, tapi ia tak mau Xin sampai terbangun.
Bagi Dash, Xin sudah seperti obat tidur baginya. Jika berada berdekatan dengan Xin, ia pasti bisa tidur dengan nyenyak. Namun jika hanya sendiri, ia lebih banyak berpikir dan akhirnya tak dapat tidur karena kegelisahan di dalam hatinya.
"Kamu benar benar obat untukku, Xin. Teruslah berada di dekatku," gumam Dash yang tak perlu waktu lama, langsung tertidur.
Sementara itu, Xin langsung membuka matanya. Ia menatap wajah Dash yang terlelap, terlihat begitu damai dan tenang. Ia menghela nafasnya pelan dan menatap Dash sesaat. Ia mendengar semua ucapan Dash tadi, tapi ia tak mengerti. Ia menggeser lengan Dash yang tadi melingkar di pinggangnya, dan menggantinya dengan sebuah bantal.
"Lebih baik aku tidur di sofa saja," gumam Xin, "Apa yang kamu inginkan sebenarnya, Dash?"
🧡 🧡 🧡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Ita rahmawati
bner² ya si avan,,hrus dimiskin kan itu si avan biar kapok moza nya 😏😏
2024-05-13
1