Aku berkenalan dengan sepasang suami istri Pak Lik dan Bu lik nya Febi. Namanya Pak Jarwo atau Lik Wo dan Bu Sumini. Mereka sangat ramah dan jauh dari kesan mistis ataupun horor, kontras dengan pekarangan rumahnya yang penuh pohon beringin. Terus terang saja, saat awal sampai di rumah ini bulu kudukku terus merinding, hawanya sejuk, sejuk yang ganjil.
"Kesini tadi, ada perlu apa nduk, dolan atau ada apa?", tanya Lek Wo ke Febi.
"Ya dolan to Lik, udah lama nggak kesini kok", jawab Febi tersenyum dan melirikku.
"Nah, kalau nak Dani ini, kesini tadi ada perlu apa?", Tanya Lik Wo kepadaku dengan tersenyum.
Aku berdehem, aku yakin Febi sebelumnya sudah cerita sama Lik Wo, pertanyaan ini hanyalah basa basi saja. Namun, aku juga merasa perlu bercerita secara detail dan meminta saran aku harus bagaimana untuk selanjutnya. Aku mulai bercerita pada Lik Wo, kenyataan bahwa aku dan keluargaku tinggal di rumah yang selama sembilan belas tahun berasa sangat nyaman. Namun tiba-tiba saja terjadi kejadian beruntun yang di luar pemahamanku. Pertama, kejadian di kamar mandi yang dialami oleh Febi dan Erni. Kedua, perasaan seperti ada yang mengintip yang dirasakan Febi. Ketiga, suara Irul bercanda bersama seseorang padahal Irul sedang tidur. Keempat, penampakan sosok berbulu di sungai dekat rumah. Kelima, suara berbisik yang terdengar sangat nyata dengan hembusan nafas yang terasa di telinga. Dan yang paling membuat aku parno an adalah Lek Jo yang datang tengah malam, ketika siang hari mayatnya ditemukan tewas gantung diri.
Lik Wo menghela nafas. Kemudian beranjak dari duduknya. Menuju ke kamar yang berada di bagian paling depan dekat dengan tempat kami duduk. Aku menoleh ke Febi meminta penjelasan. Febi sadar, namun hanya memberi isyarat meletakkan telunjuk di bibirnya. Sejurus kemudian Lik Wo kembali membawa sebungkus rokok yang di letakkan di bungkusan berwarna emas. Lik Wo kembali ke tempat duduknya.
"Silahkan nak . .", Lik Wo menyodorkan salah satu batang rokok yang dia ambil dari bungkusan.
"Maaf Lik, saya nggak ngrokok", jawabku menolak. Aku memang nggak ngrokok, kena asap rokok aja ngrasa nggak nyaman.
"Ayo Dan, ini syarat lho", perintah Febi padaku. Aku menoleh, bingung, nggak ngerti.
"Satu hisapan saja cukup Nak, aku nrawang e dari kepulan asap yang kamu hembuskan nanti, monggo . .", ujar Lik Wo sambil sekali lagi menyodorkan satu batang rokoknya.
Dengan terpaksa aku mengambil rokok tersebut, kemudian menjejalkan ke mulutku. Lik Wo dengan segera mengambil korek api dan menyalakan ujung rokok di mulutku. Setelah menyala aku menghisap perlahan rokok tersebut. Terasa udara hangat memasuki rongga mulutku masuk ke tenggorokan dan tiba-tiba berasa panas di area perutku. Aku tersedak. Asap rokok keluar dari mulutku. Aku melotot, karena asap yang keluar berwarna hitam pekat dan luar biasa banyak. Aku terbatuk-batuk. Tenggorokanku terasa sakit, hidungku terasa pengar, sementara mataku perih berair. Sial, pikirku. Ini benar-benar menyakitkan. Mencoba mengaduh, namun suaraku tidak keluar.
"Tutup matamu Dan", sebuah suara, mungkin Febi menyuruhku.
Aku menutup mata, sesak di dada, panas di tenggorokan berangsur-angsur mereda. Dan akhirnya sembuh. Aku menarik nafas dan membuka mata. Lik Wo dihadapanku, terlihat kaget. Nampak dari gurat di wajahnya seperti orang yang sedang menahan marah. Pasti bukan berita baik, batinku. Mencoba untuk bertanya, suaraku belum keluar.
"Sudah, tenangno dirimu dulu Nak", ucap Lik Wo. Kulirik Febi, dari wajahnya terlihat juga ekspresi yang tidak jauh berbeda dari Lik Wo.
"Ibukk. . .coba buatin teh jahe agak panas bukk", teriak Lik Wo ke Bu Sumini yang ada di belakang.
"Nanti tak jelaskan, kamu diem aja dulu ya", Lik Wo membenarkan posisi duduknya. Aku masih memegangi leherku, sedikit perih dan panas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Yuli a
waduh...
2025-01-26
0
Zuhril Witanto
opo'o Yo Dani
2024-01-28
1
IG: _anipri
ada apa ya itu?
2023-01-14
1