Bab 14

Aku bangkit berdiri dan meletakkan plakat batu itu kembali pada tempatnya di atas perapian. Aku menatap Roland dengan tatapan tajam.

"Hai," sapanya dengan senyum manis yang tersungging di bibir indahnya yang mempesona.

Aku mengabaikan senyumnya. Aku masih tetap berdiri kaku di tempatku.

"Ada apa?" Roland sepertinya menyadari ada yang salah denganku.

"Kau!" Aku menunjuknya. "Cepat pergi dari rumahku!" Aku berteriak ke arahnya.

"Apa?" Dia mengernyitkan dahi seolah tidak memahami ucapan ku.

"Pergi dari rumahku!" Kali ini aku berteriak ke arahnya.

"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan." Dia melangkah maju ke arahku.

Aku melangkah mundur semakin mendekat ke perapian. Aku melihat Erick dan Damon menghambur ke dalam ruangan itu. Mungkin mereka mendengar suara teriakanku.

"Aku tidak mau ada seorang pemburu vampir yang menginap di rumahku!" Kali ini nada suaraku mengandung kemarahan yang memuncak.

Aku menatap Roland dengan tatapan terluka. Bagaimana mungkin ia menipuku. Kenapa tadi ia sengaja mencium ku hanya demi mempermainkan aku?

"Scarlett ... " tatapannya tampak terluka.

Aku memalingkan wajah untuk menghindari tatapannya. Aku tidak boleh lemah. Aku tidak boleh dimanfaatkan oleh manusia seperti dia. Meskipun saat ini hatiku begitu sakit, namun aku harus terlihat kuat. Aku adalah putri Gilgamesh. Aku tidak boleh menangis di hadapan manusia lemah seperti dirinya.

"Aku tidak bermaksud ... " kalimatnya terpotong oleh tinju Erick yang dilayangkan ke perutnya.

"Berani-beraninya kau memanfaatkannya!" Suara Erick penuh dengan amarah.

"Aku tidak bermaksud untuk memanfaatkan mu." Kali ini tatapannya syarat dengan rasa bersalah. Ia menatapku sambil memegangi perutnya di tempat Erick meninjunya.

"Pergilah sebelum aku mencabik-cabik mu!" Damon memperingatkan Roland dengan nada datar namun dengan wajah yang mengancam.

Aku masih diam tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku hanya menatap Roland dengan tatapan mengancam berharap ia tidak melihat rasa sakit yang dalam di mataku. Roland memandangku dengan tatapan terluka.

"Scarlett, aku tidak pernah bermaksud untuk melukai mu." Roland berkata dengan lirih.

"Pergilah," ujarku lirih.

Aku melihat tatapan bersalah di matanya. Ia berbalik dan berjalan meninggalkan ruangan itu. Aku melihatnya pergi. Ingin sekali aku menjerit untuk memanggilnya kembali padaku. Aku ingin kembali menciumnya dan memeluknya. Aku ingin kembali merasakan detak jantungnya yang berubah menjadi cepat ketika aku menciumnya. Aku ingin merasakan hangat tubuhnya.

Aku mengedipkan mata untuk mengusir air mata yang nyaris jatuh di pelupuk mataku. Aku masih berdiri diam seperti patung di depan perapian. Kali ini aku merasa hampa. Kosong. Damon bergerak ke arahku. Ia mengusap lenganku. Aku berjalan pergi meninggalkan Erick dan Damon. Aku berlari menuju kamarku.

Aku mengunci pintu kamarku. Aku melihat ke sekeliling ruangan. Roland sudah pergi. Aku masih mencium aroma tubuhnya di kamarku. Aku berjalan ke arah balkon kamarku. Aku melihat ke bawah berharap menemukan Roland di sana. Tidak ada. Dia sudah pergi. Aku mengingatkan diriku.

Aku kembali ke dalam kamar dan aku melompat ke atas kasur. Aku menghirup aroma Roland yang masih begitu menempel di bantal dan kasurku. Aku menghirup aromanya. Air mataku menetes. Kali ini aku tidak menahannya, aku membiarkan air mataku jatuh membanjiri pipiku. Aku menangis tersedu-sedu sambil bergelung di kasur.

Sudah lama sekali aku tidak pernah menangis. Dulu aku menangis di hari kematian ayah ibuku. Setelah itu aku berkelana tanpa pernah mengizinkan hatiku menjadi lemah. Kali ini aku menangis. Ironisnya aku menangis karena seorang manusia. Aku menggigit bibirku menahan sakit yang begitu menggerogoti jiwaku. Kenapa cinta terasa begitu menyakitkan?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!