Aku memutuskan untuk mengajak Roland dan Erick ke rumahku. Menurutku lebih baik kami menyusun rencana dan strategi di rumahku. Akan jauh lebih aman jika kami berkumpul di satu tempat. Dan bagiku rumahku adalah tempat yang paling aman karena aku memiliki sistem keamanan tingkat tinggi. Namun Roland meminta waktu sebentar untuk melihat tempat kejadian korban terakhir di pusat kota. Aku menyetujuinya.
Kami bertiga melaju ke arah pusat kota. Aku menghentikan mobil di belakang mobil Roland. Erick memarkir mobilnya di belakangku. Aku keluar dari mobil dan melihat ada banyak mobil polisi dengan sirine menyala yang memagari tempat kejadian penyerangan itu. Ada garis polisi yang dipasang di sekitar taman untuk memberikan ruang bagi polisi melakukan penyelidikan. Aku melihat Roland melangkah ke arah garis polisi dan dia disambut oleh polisi lainnya yang sepertinya teman Roland. Ah, berarti Roland adalah seorang polisi. Tak heran dia membawa pistol di pinggangnya.
Aku dan Erick bersandar di samping mobilku sambil mengamati situasi sekitar. Banyak orang yang berseliweran dengan panik di sana. Begitulah manusia. Seharusnya mereka bersembunyi di tempat yang aman, namun mereka memilih untuk berdesakan di sana ingin melihat korban. Untunglah pihak kepolisian bergerak cepat dan segera membawa para korban dan mengangkutnya dengan ambulan menuju ke rumah sakit untuk dilakukan autopsi. Aku melihat Erick menyalakan rokok dan mengisap nikotin itu. Ia biasanya akan merokok ketika dia sedang berpikir keras. Hal itu adalah kebiasaan yang dia bawa semenjak dia masih menjadi manusia.
"Menurutmu siapa yang melakukan ini?" Aku bertanya sambil menatapnya.
"Entahlah," ujarnya sambil mengangkat bahu.
Sudah ratusan tahun kami para vampir dilarang memburu manusia. Ada aturan yang keras mengenai hal itu. Namun haru ini sepertinya ada seorang vampir yang sengaja menantang secara terang-terangan hukum yang sudah dijalankan selama berabad-abad. Biasanya jika ada vampir yang melanggar batas, maka Sang Dewa Kegelapan akan memberikan sanksi dengan cara memenggal kepala vampir yang bersalah. Hal itu sudah cukup membuat kaum vampir mematuhi aturan selama berabad-abad. Namun kini rupanya ada seorang vampir yang sengaja ingin menantang Sang Dewa. Sepertinya genderang perang sudah ditabuh.
Aku teringat kembali dengan pria bertopeng yang menyerang ku dua malam yang lalu. Apa kaitannya kemunculannya dengan serangan vampir yang menewaskan banyak korban di kota? Ah, aku harus menguraikan teka-teki ini.
Aku melihat Roland berjalan ke arah kami. Aku dan Erick berdiri tegak dengan waspada. Aku menatap Roland dengan mata penuh tanya.
"Mereka mati kehabisan darah." Dia menjawab tatapan penasaran yang aku tujukan padanya.
"Hah, sepertinya kita harus segera menemukan si bedebah ini," ujarku sambil mengibaskan tangan ke udara dan berbalik untuk masuk ke dalam mobil. Roland dan Erick masuk ke mobil mereka masing-masing. Aku memacu Porche ku dengan kecepatan tinggi. Aku menyukai kecepatan. Mungkin ini memang naluri vampir. Aku melihat dari kaca spion, Roland dan Erick mengikuti ku. Aku mengurangi kecepatan mobilku ketika mendekati area rumahku.
Rumahku dikelilingi pagar berupa tembok yang tinggi dan dilengkapi dengan cctv yang aku letakkan di beberapa sudut penting serta beberapa laser untuk menghindari penyusup yang tidak ku inginkan menerobos area tempat tinggal ku. Aku berhenti sejenak di depan pagar dan menekan remote dari dalam mobilku untuk membukanya. Pintu pagar terbuka dan aku mengendarai mobilku memasuki halaman luas berumput dan mengarah ke garasi tempat aku menyimpan koleksi kendaraanku. Aku melirik ke arah spion dan melihat mobil Erick serta Roland mengikuti ku.
Aku keluar dari mobil dan mengajak mereka menuju ke rumahku. Roland terlihat takjub melihat betapa luas halamanku dan ia tidak bisa menyembunyikan tatapan melongo ketika ia melihat rumahku yang begitu megah seperti istana putih bergaya arsitektur Yunani dengan pilar-pilar kokoh menghiasi bagian depan rumah.
"Wow, diluar dugaanku." Ia berkata sambil menoleh ke arahku.
"Selamat datang di rumahku," ujarku dengan senyum menggoda.
Aku mendengar Erick mendengus di belakangku. Sepertinya dia belum menyukai si manusia sampai saat ini.
"Aku pikir aku akan melihat kastil tua yang gelap alih-alih istana putih megah." Roland mengucapkan itu dengan nada kekaguman.
"Aku vampir milenial yang menyukai kehidupan modern," ujarku sambil tertawa.
Aku melenggang menuju ke arah rumah. Mereka berdua mengikuti di belakangku. Ketika aku membuka pintu, aku dikagetkan oleh pelukan Leda yang nyaris membuatku terhuyung ke belakang.
"Kenapa kau tak henti-hentinya membuatku khawatir!" Dia melepaskan pelukannya dan menatapku dari atas ke bawah untuk mengecek kondisiku. Dia selalu seperti itu.
"Aku baik-baik saja," ujarku menenangkannya.
Tatapannya beralih ke Erick dan Roland. Ia mengangkat satu alisnya padaku dengan penasaran.
"Dia Roland," ujarku pada Leda. "Roland, ia Leda." Tambahku sambil menoleh ke arah Roland.
"Hai," ujar Roland sambil tersenyum. Namun Leda tida membalas senyumnya, alih-alih ia menatap Roland dari kepala sampai kaki seolah menilai apakah dia orang yang berbahaya atau tidak.
Aku mengajak mereka untuk masuk. Aku langsung berlari ke arah sofa empuk dan merebahkan tubuhku di sana. Aku melihat Erick melakukan hal yang sama di sofa di seberangku. Roland masih berdiri dan menatap ke sekeliling.
"Duduklah!" Aku menunjuk ke arah sofa kosong agar dia duduk di sana.
Ia menuruti perintahku dan duduk di sana. Sepertinya tingkahnya yang menjengkelkan sudah menghilang semenjak kami sepakat menjadi satu tim.
"Kau, ikutlah denganku sebentar!" Leda memberi isyarat padaku untuk mengikutinya ke ruangan lain.
Aku mengikutinya menuju ke dapur.
"Kenapa kau membawa manusia ke rumah?" tanyanya dengan wajah bercampur antara khawatir dan marah.
"Dia berada di pihak kita." Aku menenangkannya. "Percayalah padaku." tambahku.
Aku melihat Leda terdiam. Namun tatapannya menyiratkan keraguan. Aku mengerti bahwa dia selalu mengkhawatirkan keselamatanku.
"Jangan menatapku dengan cara seperi itu," ujarku sambil mengerucutkan bibirku dengan manja.
"Kau tahu, aku selalu mengkhawatirkan mu, Scarlett." Dia selalu menyebutkan namaku ketika dia berbicara serius. Saat ini aku seperti seorang anak yang sedang ketahuan melakukan kesalahan oleh ibunya.
"Ya , aku tahu." Aku mengucapkan itu sambil menyentuh bahunya. "Aku berjanji dia tidak akan melukaiku."
Dia menarik nafas panjang.
"Saat ini situasi sedang genting. Aku membutuhkan bantuannya untuk menguak kekacauan ini," ujarku. Aku berharap Leda mengerti alasanku mempercayai Roland dan aku juga ingin Leda mempercayainya.
Dia mengangguk lemah. Aku kembali ke ruang tamu untuk menemui Erick dan Roland. Di sana, kulihat Erick sedang berdiri tepat di hadapan Roland dengan tatapan yang fokus pada mata Roland.
"Berhentilah melakukan itu padaku, dasar makhluk sialan!" Aku melihat Roland hampir meninju Erick.
"Berhentilah bertingkah seperti bocah nakal!" Aku melenggang ke arah mereka berdua dan menarik Erick agar dia duduk di sampingku.
"Dia mencoba untuk menghipnotis ku!" Roland berkata sambil menunjuk ke arah Erick.
"Kau tak akan berhasil dengannya," ujarku pada Erick dengan nada kesal sambil memutar bola mataku. Aku tidak mengerti kenapa kompulsi tidak berpengaruh pada Roland.
Leda memasuki ruang tamu dengan membawa sebotol sampanye dan beberapa gelas. Ia meletakkan semuanya di atas meja. Aku menyuruhnya duduk di ruang tamu bersama kami agar dia mengetahui apa rencana kami.
"Apakah dia juga sama sepertimu?" Roland bertanya padaku.
"Nanti kau akan mengetahuinya," ujarku sambil mengerling ke arahnya.
Aku memulai diskusi itu. Aku menyusun strategi untuk menangkap siapa vampir yang telah membuat kekacauan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments