Bab 13

Damon melepaskan pelukannya dan menatapku dengan tatapan kekhawatiran yang tulus. Aku berdiri kaku. Aku butuh waktu untuk bisa mencerna semuanya. Kali ini aku merasakan sakit seperti di tusuk belati perak di jantungku. Apakah Roland hanya ingin menjebak ku? Apakah dia sengaja mempermainkan aku? Aku menggelengkan kepalaku untuk mengusir pikiran buruk itu.

Semuanya seolah tampak kabur. Sudah terlambat untuk menghindari perasaan yang kini sedang tumbuh di hatiku. Aku telah jatuh cinta. Namun cintaku bersarang di tempat yang salah. Sejak dulu aku mendambakan cinta. Kini ketika aku merasa aku telah menemukannya, takdir berusaha untuk mempermainkan aku kembali. Aku mengusap air mataku. Tidak, aku tidak boleh terlihat lemah. Aku adalah Dewi. Aku tidak akan menampakkan kesedihanku pada dunia yang kejam ini.

Aku memilih untuk menyendiri di perpustakaan pribadiku. Aku menyukai buku dan literatur. Aku memiliki banyak koleksi buku-buku tua sampai literatur modern. Aku menghargai literatur sebagai karya seni yang paling berharga. Aku selalu kagum pada manusia yang menuangkan dunia ke dalam buku. Aku selalu menikmati momen saat berada di ruangan ini. Aroma dari buku tua seolah menenangkan diriku. Semua sejarah dari peradaban kuno hingga peradaban modern ada di dalam ruangan ini. Bagiku semua ini adalah hartaku yang begitu berharga.

Aku mengambil sebuah plakat batu kuno bertuliskan huruf paku yang berada di rak di atas perapian. Aku duduk di kursi yang berada di samping perapian. Aku membaca puisi terkenal yang berasal dari Mesopotamia 3.500 tahun lalu.

Dia yang telah melihat segalanya,

Yang telah mengalami semua emosi,

Dari kegembiraan hingga keputusasaan,

Telah menerima belas kasihan,

Melihat ke dalam misteri besar,

Tempat-tempat rahasia,

Dari hari-hari pertama

Sebelum Air Bah

-Epic of Gilgamesh-

Aku mengusap permukaan batu itu. Ingatanku kembali pada kejadian beberapa ribu tahun yang lalu. Gilgamesh, Raja Babilonia yang begitu dicintai oleh rakyatnya. Dia adalah sosok pemimpin yang begitu mencintai rakyatnya. Waktu itu semua wilayah yang berada di daerah kekuasaannya hidup begitu makmur. Namun suatu hari semuanya berubah ketika ia dikhianati oleh adiknya sendiri. Ia dibunuh oleh sang adik.

Semenjak kejadian itu, kerajaan Babilonia mengalami keterpurukan. Gilgamesh telah tiada. Ia meninggalkan putri semata wayangnya di tengah dunia yang kacau balau. Scarlett, nama yang diberikan ayahku untuk aku, putri tercintanya. Aku melihat ayahku dibunuh di depan mataku. Lebih parahnya lagi aku melihat ibuku diculik oleh pamanku yang terlah membunuh ayahku dan akhirnya ibuku memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan menusukkan belati ke dadanya.

Sejak kejadian itu, aku harus bertahan sendirian di tengah kekacauan dunia yang disebabkan oleh pamanku, adik lelaki ayahku. Ia adalah makhluk yang paling aku benci di dunia ini. Seandainya dia masih ada, aku bersumpah akan mencabik-cabik dirinya dan melemparkannya ke neraka. Aku hidup dengan dendam yang selalu aku bawa dalam hatiku selama ribuan tahun. Kenangan tentang ayah dan ibuku selalu membuat dadaku sesak.

Dahulu aku adalah seorang Putri yang hidup dengan nyaman serta memiliki masa depan untuk mewarisi kerajaan yang Ayahku pimpin. Namun semuanya hancur dalam satu malam. Malam itu ketika kota sedang terbakar, aku mencium bau darah yang tercampur aroma daging manusia yang terbakar hidup-hidup. Dadaku sesak seolah aku kehabisan nafas.

Aku kabur dari istana untuk menyelamatkan diri. Aku berlari melewati lorong-lorong gelap tanpa tujuan. Saat itu yang ada hanyalah naluri untuk menyelamatkan diri. Aku terus berlari sampai nyaris kehabisan nafas. Aku merasakan sebuah anak panah menembus bahu kiriku. Namun aku terus berlari. Aku mengabaikan setiap tusukan rasa sakit tiap kali lenganku bergerak dan kakiku melangkah. Aku merasakan darah menetes dari bahuku dan membasahi lenganku.

Entah sudah berapa lama aku berlari hingga aroma darah serta suara denting pedang yang beradu terasa semakin samar. Aku memelankan lariku. Aku nyaris kehabisan nafas. Tubuhku begitu lemah. Setidaknya aku selamat dari kejaran prajurit pamanku yang kejam. Aku berjalan terseok-seok di tengah jalan setapak berumput. Aku sudah berlari cukup jauh dari istana.

Aku tidak menyadari bahwa aku telah sampai di sebuah desa yang berada di perbatasan kerajaan ayahku. Aku melihat ada sungai yang mengalir jernih dan airnya memantulkan cahaya bulan purnama yang begitu terang. Aku melangkah mendekati tepi sungai itu untuk meneguk airnya. Tenggorokanku terasa terbakar. Aku merasakan tubuhku semakin lemah. Waktu itu aku mengira bahwa aku akan mati di sana. Aku sempat berpikir mungkin lebih baik aku mati agar aku bisa bertemu kembali dengan ayah dan ibuku.

Aku menyeret kakiku menuju tepi sungai. Aku duduk di tepi sungai dan mencoba meraih airnya dengan kedua tanganku. Aku meneguk air sejuk itu. Rasanya begitu menyenangkan ketika air itu membasahi tenggorokanku. Aku membasuh wajahku dan merasakan nyeri yang begitu tak tertahankan di bahuku. Aku melirik bahuku. Panah masih tertancap di sana. Panah itu pasti mengandung racun.

Aku menyadari waktuku tidak akan lama lagi. Aku menangisi takdirku. Aku menangisi ayah dan ibuku. Aku menangisi kerajaanku dan rakyatku. Kini negeri Babilonia yang begitu dibanggakan oleh ayahku telah runtuh. Bahkan kini putrinya yang selalu ia cintai telah nyaris mati di tepi sungai. Aku membiarkan air mataku mengalir deras membasahi pipiku. Aku jatuh tersungkur ke tanah. Kesadaranku mulai menghilang. Aku membiarkan malam memelukku di bawah sinar bulan purnama.

...****************...

Saat itu aku terbangun dengan kepala yang seperti ditusuk paku panas dari berbagai arah. Jantungku terasa seperti ditusuk-tusuk. Aku merasakan darahku mendidih di dalam tubuhku. Aku ingin meronta namun aku tak sanggup menggerakkan tubuhku. Aku ingin menjerit namun mulutku tidak mau membuka. Aku hanya bisa menjerit dari dalam jiwaku.

Kenapa semuanya terasa begitu sakit dan menyiksa? Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi di dalam tubuhku. Aku seperti dibakar hidup-hidup oleh api yang berasal dari dalam tubuhku! Aku ingin menjerit! Tapi aku tidak bisa. Semuanya berjalan begitu lambat. Aku tidak tahu apakah aku sudah melewati satu hari? Satu minggu? Ataukah ini akan terjadi selamanya? Aku lebih baik mati daripada mengalami kesakitan ini. Aku ingin mati!

Tiba-tiba rasa sakit itu berhenti. Aku masih menunggu. Aku takut rasa sakit itu akan datang kembali menyerangku. Satu detik. Dua. Tiga. Empat. Lima. Enam. Tujuh. Delapan. Sembilan. Sepuluh. Aku terus menghitung sampai angka seratus namun serangan itu tidak kunjung kembali. Apakah semuanya telah usai? Aku mencoba menggerakkan jariku. Aku berhasil. Kali ini aku mencoba membuka mataku. Aku terkejut. Semuanya tampak aneh di mataku.

Aku melihat semua benda-benda dengan jauh lebih jelas dan tajam. Aku bahkan mampu melihat partikel debu yang beterbangan di udara. Ada apa dengan mataku? Aku bahkan merasakan keanehan pada pendengaranku. Aku mampu mendengar suara-suara yang sebelumnya tidak pernah aku dengar. Aku mampu mendengar suara kecoak yang menggaruk lemari yang berada di ruangan lain. Bahkan aku mampu mendengar suara angin dari arah hutan yang letaknya tidak begitu dekat.

Aku merasakan tempat tidur keras di bawahku. Aku melihat ke sekeliling. Aku berada di sebuah gubuk. Aku mendengar suara percikan air sungai yang letaknya agak jauh dari tempatku kini berada.

"Kau sudah bangun, Tuan Putri." Suara itu mengagetkan aku. Aku melonjak kaget dan bergerak terlalu cepat. Seketika aku berdiri di hadapan seorang kakek tua yang sedang membawa kayu bakar di tangannya. Aku heran dengan kecepatan gerakku. Ada apa dengan tubuhku?

"Duduklah, akan ku jelaskan semuanya padamu." Kakek itu menyuruhku duduk di tempat tidurku yang tadi.

Aku menurutinya.

"Siapa kau?" tanyaku penasaran.

"Aku adalah Si Bijak Yang Terlupakan." Dia menjelaskan sambil meletakkan kayu bakar yang tadi di pegangnya di samping tungku.

Si Bijak Yang Terlupakan? Ah ya, aku ingat. Dia adalah seorang penyihir yang diusir dari istana setelah difitnah oleh pamanku.

"Jadi kau tinggal di sini selama bertahun-tahun?" tanyaku seraya melihat ke sekeliling.

"Ya, Tuan Putri."

"Apa yang terjadi padaku?" Aku bertanya dengan penasaran. Aku melihat luka di bahuku telah lenyap tanpa bekas.

"Aku menyelamatkanmu." Dia berkata dengan tatapan yang seolah menusukku. "Kini kau adalah makhluk immortal. Kau tidak akan mati. Kau bahkan tidak akan pernah menua. Kau bisa membalaskan dendam kerajaan pada bedebah itu!" Ia mengucapkan kalimat itu seperti mantra.

Apa? Aku tidak bisa menua dan mati? Apa artinya ini bagiku?

"Kini kau telah menjadi immortal. Kau memiliki kemampuan supranatural. Tapi dengan itu kau juga menjadi terkutuk!" ujarnya.

Terkutuk? Aku membuka mulutku tak percaya.

"Kau harus bertahan hidup dengan meminum darah. Kau bukan lagi manusia." Kalimatnya seolah menyambar ku bagaikan petir.

Tidak! Aku tidak mau menjadi monster!

......................

Ingatanku terburai ketika aku tersentak kaget oleh suara pintu perpustakaan yang terbuka. Aku menoleh ke arah pintu. Di sana, Roland berdiri sambil menatapku.

Terpopuler

Comments

Chandra Dollores

Chandra Dollores

aduh serunya....

2023-07-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!