Aku melihat pria itu berbalik pergi meninggalkan aku sendirian di kamar ini. Dia menutup pintu dengan rapat. Aku berusaha bangkit dar tempat tidur meskipun membutuhkan tenaga ekstra dan harus berjuang menahan rasa sakit yang luar biasa. Aku mengernyitkan dahi dan memegangi bagian samping tubuhku yang terluka. Aku duduk dengan terengah. Brengsek. Untuk duduk saja aku harus berusaha sekuat ini. pasti pisau yang digunakan untuk menusuk tubuhku semalam adalah pisau yang terbuat dari perak dan diolesi racun yang terbuat dari serbuk pohon oak.
Bagi kami kalangan vampir, perak adalah hal yang akan menyakiti esensi kami, ditambah lagi dengan serbuk pohon oak yang mampu meracuni darah para vampir. Kombinasi dari keduanya akan efektif untuk melumpuhkan vampir bahkan vampir setua diriku. Untunglah pisau perak itu meleset dari jantungku. Seandainya pemburu itu mengenai jantungku, pastilah saat ini aku tidak akan terbaring di kasur empuk ini. Ah, rasanya aneh ketika hari ini aku mensyukuri bahwa diriku masih ada di dunia ini.
Aku menyingkap selimut yang menutupi tubuhku. Aku baru menyadari bahwa kini aku mengenakan kemeja berwarna putih kebesaran. Mungkin ini adalah kemeja milik pria tadi. Artinya pria itu yang mengganti pakaianku. Sialan. Aku pastilah tergolek mengenaskan hingga pingsan semalam. Membayangkan pria itu melepas pakaianku yang penuh lumpur dan memakaikan kemejanya pada tubuhku membuat diriku menggigil. Aku menyibak bagian samping kemeja putih itu untuk memeriksa lukaku. Kini luka itu telah menutup sempurna dan meninggalkan luka berwarna pink berukuran koin. Namun pinggiran luka itu masih berbentuk tidak beraturan. Sial. Luka yang diakibatkan oleh pisau perak yang dilapisi serbuk pohon oak akan meninggalkan bekas yang tidak bisa dihilangkan. Aku menghembuskan nafas jengkel.
Kesempurnaan tubuhku telah dirusak oleh bekas luka ini. Pikiran ini membuatku jengkel. Selama ini aku dikenal sebagai sosok yang paling sempurna. Jutaan pria sejak ribuan tahun lalu baik manusia maupun makhluk immortal rela bertekuk lutut hanya untuk mendapatkan ciuman dari ku. Aku menimbulkan kecemburuan di antara makhluk abadi lainnya di seluruh muka bumi ini. Aku memang pantas dipanggil Sang Dewi karena aku memang begitu sempurna. Bahkan Sang Penguasa Kegelapan pun pernah jatuh berlutut di hadapanku untuk memohon cinta ku. Tapi entah, selama ini aku tidak pernah jatuh cinta pada makhluk apapun di dunia ini. Aku menghabiskan keabadianku untuk berkelana mengelilingi dunia ini selama ribuan tahun. Aku menghabiskan keabadianku dalam kesepian.
Pernah aku sesekali tidur dengan pria hanya untuk memuaskan hasratku saja. Namun aku tidak pernah menemukan cinta sepanjang sejarah eksistensiku. Semua pria yang pernah merasakan sentuhanku akan memohon untuk diberikan kenikmatan lagi bahkan mereka rela menawarkan nyawanya padaku hanya demi kepuasan hasratnya. Pria akan merasakan mabuk kepayang ketika mereka bersamaku. Namun aku tidak pernah mau untuk melukai mereka. Aku tidak pernah mau merenggut nyawa mereka. Bagiku jiwa mereka begitu berharga. Jiwa yang di tubuhnya masih memiliki detak jantung yang berdetak semakin kencang seiring gairah yang semakin memuncak. Aku selalu kagum dengan detakan jantung manusia. Ironis sekali.
Selama ini aku tidak memiliki detak jantung. Itulah sebabnya aku merasakan keindahan dalam detak jantung manusia. Ingatanku kembali berfokus pada bekas lukaku. Aku mengerutkan kedua alisku. Bagaimana jika pria itu melihat lukaku? Tidak ada manusia yang akan bertahan dari luka seperti tusukan yang menimpaku semalam. Tak ada manusia yang tubuhnya menyembuhkan diri secepat tubuhku. Bagaimana jika pria itu menyadari bahwa aku tidak seperti manusia lainnya?
Selama ini eksistensi kami kaum vampir tertutup dengan sempurna dari pandangan manusia. Kami sebisa mungkin merahasiakan keberadaan kami pada makhluk yang bernama manusia. Bahkan di kalangan vampir, ada Penguasa Kegelapan yang selalu mengawasi kami para Vampir agar kami tidak bersinggungan dengan manusia. Penguasa Kegelapan melarang para vampir untuk memangsa manusia secara terang-terangan demi keberlangsungan eksistensi kami. Kami meminum darah dari bank darah atau dari hewan, tapi aku lebih menyukai darah manusia dari bank darah.
Beberapa abad yang lalu terjadi pembantaian vampir yang dilakukan oleh manusia. Mereka menangkap semua vampir yang berkeliaran di sebuah desa dengan bantuan para Pemburu vampir. Bahkan meskipun vampir itu tidak pernah menyerang manusia, mereka tetap ditangkap dan semuanya dibakar hidup-hidup. Ingatan itu membuatku merinding. Dulu aku pernah nyaris tertangkap. Namun ada seorang vampir pria yang umurnya tak berbeda jauh dariku datang menyelamatkanku. Seandainya hari itu aku tertangkap.
Aku menelan ludah dan menepis ingatan itu dari pikiranku. Saat ini aku kembali fokus pada kamar tempatku kini berada. Apa yang ku katakan nanti ketika pria yang menyelamatkan aku kembali ke kamar ini dan menanyakan hal-hal yang aku takutan? Ah, tenang saja. Aku akan memanipulasi ingatannya. Kami, makhluk immortal memiliki kemampuan kompulsi untuk menghapus dan memanipulasi ingatan manusia. Aku tinggal menatap matanya, dan voila! dia akan melupakan bahwa dia pernah bertemu denganku.
Selama ini kemampuan itu menjadi kemampuan paling berguna untuk menyembunyikan keberadaan kami dari manusia. Aku mendesah lega. Aku turun dari tempat tidur dan mencoba berjalan. Tidak terlalu sakit seperti tadi. Aku berjalan mengelilingi kamar itu. Semua dinding di ruangan ini berwarna putih. Tidak banyak barang yang ada di kamar ini. Jendela kamar ini tertutup gorden berwarna violet. Pria ini menyukai warna yang sama denganku. Aku melangkah ke arah pintu yang mengarah ke kamar mandi di sana.
Aku memasuki kamar mandi untuk mencuci muka. Meskipun wajahku selalu cantik dan memukau, namun aku adalah vampir yang rajin membersihkan muka. Hanya saja aku tidak pernah memerlukan lipstik untuk memoles bibirku karena bibirku memang berwarna merah cocok dengan namaku, Scarlett. Aku menoleh ke samping, di sana terdapat cermin kecil yang terpasang di dinding kamar mandi. Aku melangkah ke depan cermin. Aku tidak melihat pantulan di cermin itu karena vampir tidak memiliki bayangan di dalam cermin. Aku mengangkat sebelah alis dan melihat alat cukur di sana. Pasti pria itu rajin bercukur. Setelah selesai mencuci wajah, aku melangkah keluar dari kamar mandi dan aku terkejut ketika pria itu berdiri menatapku dari samping tempat tidur.
"Ehh, kau sudah kembali rupanya." Ujarku menyembunyikan rasa terkejut ku.
Pria itu tidak menjawab, ia menatapku tajam. Aku melihat ke bawah. Sial. Aku tidak memakai bawahan apapun. Untunglah kemeja itu kebesaran dan menutupi bagian atas pahaku. Mungkin pipiku merona karena malu, namun seketika aku sadar bahwa vampir tidak memiliki rona wajah yang sama dengan manusia. Biasanya setiap hari aku menggunakan perona pipi untuk menunjukkan rona alami pipiku agar aku terlihat seperti manusia. Namun kai ini aku telah kehilangan tasku dan perona wajahku ada di dalamnya. Pastilah saat ini kulitku terlihat sangat pucat. Aku menelan ludah ketika tatapan pria itu turun mengarah ke bagian bawah tubuhku. Aku segera melangkah ke tempat tidur dan naik ke atasnya. Aku menutupi diriku dengan selimut.
"Bagaimana mungkin kau sudah bisa berjalan setelah mengalami luka yang begitu parah?" Tanyanya dengan wajah tak percaya.
"Aku memiliki metabolisme yang sempurna." Jawabku sambil memalingkan wajah.
"Tidak mungkin." Ujar pria itu.
"Dengar," Ujarku, "Sebaiknya kau tidak mencari tahu terlalu jauh tentang diriku." Tambahku mengingatkan.
Ia mendekat padaku dan berusaha memeriksa lukaku. Namun aku mengelak dan menangkap tangannya. Aku tidak mau dia melihat bahwa lukaku kini hanya tinggal bekasnya saja. Ia menghadapkan wajahnya di depanku dengan alis bertaut. Sial. Kenapa dia terlihat begitu tampan. Aku mengedipkan mata untuk menyadarkan diriku bahwa dia adalah manusia yang sebentar lagi harus segera ku tinggalkan. Aku tidak boleh terlalu lama berada di sini. Dunia kami berbeda. Hidupnya tidak akan aman jika dia berada di dekatku.
"Jangan lihat." Ujarku.
"Aku hanya ingin mengecek lukanya." Jawabnya.
"Tidak perlu." Ujarku ketus.
"Seharusnya kau bersikap sopan pada orang yang telah menolong mu." Ujarnya sambil bangkit berdiri.
"Dengar, menjauh lah dariku." Ujarku kasar.
"Hah, dasar tidak tahu berterima kasih." Ujarnya dengan wajah yang menunjukkan kejengkelan.
Terserahlah kau mau menyebutku apa. Tapi akan lebih baik jika aku meninggalkan tempat ini secepatnya.
"Kemari lah!" Pintaku.
Dia mendekatkan wajahnya padaku. Aku menatap matanya dan dia menatap mataku. Ah, waktu yang tepat untuk menghapus ingatannya.
"Dengar baik-baik. Sebentar lagi kau akan keluar dari kamar ini dan kau akan melupakan bahwa kau pernah bertemu denganku." Ujarku fokus pada matanya.
Aku mendorongnya menjauh dariku dan aku melihat matanya kembali berkedip. Selesai. Aku sudah memanipulasi dan menghapus ingatannya tentangku. Aku melihatnya berbalik dan berjalan keluar dari kamar. Ini kesempatan yang bagus bagiku untuk segera pergi. Aku membuka lemarinya dan mengambil satu celana jeans kedodoran. Tak apalah untuk sementara aku mengenakan kemeja dan celana kedodoran. Nanti setelah keluar dari rumah ini aku akan mencari toko pakaian. Aku meninggalkan rumah itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Chandra Dollores
wihhhh
baru duduk, komeng q langsung ditaro halaman depan
minta hadiah apa kaka otor, sbg terima kasih q hehe
5 gelas kopi cukup???
hahah... ok meluncur...heheh
2023-07-16
0
Amegatari
Ceritanya bagus thor, tapi kalau boleh saran tolong dikasih jeda paragraf nya... bacanya kepanjangan 🙏
2023-07-09
0