Bab 6

Roland mengajak kami untuk ikut ke rumahnya. Awalnya aku ragu untuk menurutinya. Tapi setelah aku pikir-pikir lagi untuk apa aku merasa khawatir hanya karena seorang manusia seperti dirinya. Aku melirik ke arah Erick. Ia memiringkan kepalanya sambil mengangkat sebelah alisnya padaku. Sepertinya dia menyerahkan keputusan saat itu kepadaku. Akhirnya aku menyetujui ajakan Roland untuk ikut bersamanya. Untuk berjaga-jaga, aku tidak mau berada dalam satu mobil dengannya. Jadi kami mengendarai mobil kami masing-masing. Aku dan Erick mengikutinya menuju ke arah rumahnya.

Saat itu sudah hampir jam 10 malam. Kami bertiga memasuki halaman sebuah rumah yang tidak terlalu besar. Roland memarkir mobilnya di samping rumahnya. Aku dan Erick memarkir mobil kami di depan rumah itu. Rumah itu bergaya klasik. Roland berjalan menuju teras rumahnya. Ia membuka pintu rumahnya dan mempersilahkan kami masuk. Aku dan Erick mengikutinya masuk ke dalam ruang tamunya.

Ruangan itu bergaya minimalis. Aku melihat beberapa senapan yang tergantung di dinding yang berada di dekat perapian. Di atas perapian tampak sebuah kepala rusa bertanduk yang telah diawetkan. Aku melihat sekeliling ruangan itu untuk mencari tanda bahaya ataupun sesuatu yang mencurigakan. Kulihat Erick pun juga melakukan hal yang sama. Ia melihat ke sekeliling mencari tanda bahaya. Namun kami merasa bahwa Roland tidak terlalu berbahaya. Di sebelah kanan ruangan itu terdapat sebuah sofa minimalis berwarna cokelat. Baru kali ini aku melihat ruang tamu Roland, sebab waktu itu aku kabur dengan cara melompat melalui jendela kamarnya. Roland mempersilahkan kami duduk di sofa.

"Kau suka berburu, heh?" Erick bertanya sambil menunjuk kepala rusa yang berada di atas perapian.

"Ya, hanya sekedar untuk mengusir kebosanan," jawab Roland sambil tersenyum kecil.

Aku melihat ke arah dinding tempat terdapat tiga senapan yang digantung dengan rapi di sana. Mungkin waktu itu dia sedang berburu di hutan kemudian menemukanku terkapar tak berdaya setelah aku mendapat serangan dari si pemburu bertopeng malam itu.

Roland berjalan ke arah ruangan lain. Aku dan Erick duduk di sofa dengan waspada. Sampai detik ini pun kami masih belum bisa benar-benar mempercayai Roland.

Lima menit kemudian aku melihat Roland kembali ke ruang tamu sambil membawa sebotol coke dan tiga buah gelas di tangannya. Ia meletakkan semuanya di meja di depan kami. Ia menuangkan coke itu ke dalam gelas. Aku masih memperhatikan semua gerak geriknya. Ia mengambil satu gelas coke dan memegangnya dengan satu tangan seraya duduk di kursi yang berada di seberang sofa. Ia mengangkat gelasnya ke arah kami seolah mempersilahkan kami untuk minum. Aku menoleh ke arah Erick. Dia membalas tatapanku tanpa bicara.

"Apakah kalian berdua tidak bisa meminum minuman yang biasa diminum oleh manusia?" tanyanya sambil tersenyum miring. "Apakah harus ku sediakan minuman lain yang cocok untuk makhluk seperti kalian?" ujarnya sambil menyindir. "Ataukah harus ku sediakan darah agar kalian mau minum?" Dia bertanya seraya mengangkat kedua alisnya dan memiringkan kepalanya sedikit.

Aku meraih gelas itu dan menoleh ke arah Erick agar ia melakukan hal yang sama denganku. Sebenarnya apa yang diinginkan Roland dariku. Sampai saat ini pun aku tidak tahu sebenarnya siapa Roland dan kekuatan apa yang dimilikinya. Aku yakin dia adalah manusia. Namun ia tidak seperti manusia pada umumnya.

Aku mengangkat gelasku ke arahnya lalu aku menyesap coke itu. Erick juga melakukan hal yang sama.

"Katakan apa yang sebenarnya kau inginkan!" ujarku pelan sambil menatap tajam ke arahnya.

"Kenapa kalian berdua begitu terburu-buru?" Ia bertanya dengan gerakan santai dan bangkit dari duduknya. Ia berjalan mendekat ke arah kami. Aku melihat posturnya yang begitu tegak. Seandainya dia tidak menjengkelkan, pastilah aku sudah meraihnya ke dalam pelukanku.

"Aku dan Scarlett tidak punya banyak waktu untuk bermain-main dengan makhluk sepertimu, Bedebah!" Ujar Erick setengah emosi.

"Ah, Scarlett." Ia mengulangi namaku dengan nada menggoda sambil tersenyum. "Nama yang begitu indah. Sama seperti bibirmu yang berwarna merah semerah darah," tambahnya masih tetap dengan senyum yang sama dan tatapan yang selalu tertuju padaku.

Mendengarnya menyebutkan namaku dengan nada seperti itu membuat bulu kudukku merinding.

"Jangan membuang waktuku hanya dengan omong kosong mu." Aku meletakkan gelasku dengan hentakan yang agak keras di meja dan aku berdiri di depannya sambil menantangnya.

"Jangan mudah marah begitu." Ia tertawa sambil menggoyangkan gelas yang dari tadi dipegangnya.

Aku mulai merasakan emosiku naik ke atas kepalaku. Pria ini benar-benar telah merusak malamku.

"Jangan bermain-main denganku!" Aku mendekat ke arahnya dengan mata menatap tajam.

Kenapa pria ini tidak merasa terintimidasi olehku. Sialnya lagi kenapa dia tidak merasa terpesona olehku. Biasanya semua pria akan langsung terpesona ketika pertama kali melihatku. Namun tidak begitu dengan Roland. Aku merasakan amarah yang memuncak.

"Jika kau hanya berniat untuk membuang waktu kami, aku dan Erick akan meninggalkan tempat ini sekarang." ancamku.

Ia membungkuk untuk meletakkan gelasnya dengan perlahan di atas meja. Sepertinya dia berlagak agak berlebihan. Ia kembali berdiri tegak dan menatapku lagi dengan tatapan matanya yang tajam seolah ia pandai sekali mengintrogasi penjahat.

"Seharusnya aku yang bertanya padamu untuk apa kau datang ke sini dan memangsa banyak korban yang tak bersalah?" Ia bertanya dengan tatapan mata yang membara.

Ia melangkah lebih dekat padaku dengan tatapan mengancam. Aku melihat Erick berdiri dengan cepat di sampingku untuk melindungi ku. Aku menahannya.

"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan." ujarku dengan tenang sambil membalas tatapannya yang membara.

"Jangan bersandiwara, Nona!" Ia mendengus sambil menoleh ke arah perapian. "Aku tahu kau bukanlah manusia. Kau adalah makhluk penghisap darah yang memangsa manusia tak bersalah di sekitar sini. Sudah ada lebih banyak korban yang kau habisi dalam beberapa hari terakhir. Dan aku tidak akan membiarkanmu mengambil korban lagi!" Kali ini ia benar-benar seolah akan menyerang ku.

Aku berniat menghalangi serangannya namun aku merasakan tubuhku tumbang ke lantai. Aku melirik ke arah Erick dan aku melihatnya tumbang di sampingku. Apa yang Roland lakukan terhadapku dan Erick. Minuman itu ... ah ya minuman itu. Pasti Roland memasukkan racun ke dalam minuman yang aku dan Erick minum. Kesadaranku menghilang. Semuanya gelap.

Terpopuler

Comments

Chandra Dollores

Chandra Dollores

siap siap menyesal Roland.. ko meracuni pujaan hati ko sendiri....

2023-07-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!