Aku menggendong Roland dan membawanya terbang menuju ke rumahku. Aku meninggalkan Leda, Erick serta Damon. Hal terpenting yang ada di pikiranku saat ini adalah aku harus segera sampai di rumah untuk menyelamatkan Roland.
Malam itu bulan sedang bersinar begitu terang. Aku melintasi cahaya bulan sambil mendekap Roland dalam pelukanku. Aku lebih memilih terbang malam ini. Bagiku terbang jauh lebih efisien dan lebih cepat daripada mengendarai mobil di momen yang mendesak seperti saat ini.
Sesekali aku menatap wajah Roland di bawah sinar rembulan. Mungkin jika jantungku bisa berdetak, kali ini detak nya akan menjadi lebih kencang. Meskipun jantungku tidak berdetak, aku merasakan getaran yang mendalam di hatiku ketika aku menatap wajah Roland. Kenapa aku seperti ini? Apakah aku sudah gila?
Aku tidak pernah terlalu menyukai manusia sebelumnya. Walaupun aku tidak membunuh manusia karena bagiku jiwa mereka berharga, namun aku tidak pernah merasakan perasaan seperti yang kini aku rasakan ketika aku memeluk Roland. Aku tidak boleh jatuh cinta pada manusia! Aku mengingatkan diriku. Kami berasal dari dunia yang berbeda. Takdir kami berbeda. Akan terlalu berbahaya untuk Roland jika dia terus berada pada duniaku.
Aku mendarat di balkon di depan kamarku di lantai dua. Pintu kamarku tidak pernah terkunci karena rumahku dikelilingi pagar dengan keamanan tingkat tinggi. Aku segera membuka pintu dan masuk ke kamar. Aku meletakkan Roland di atas kasurku dengan begitu hati-hati seolah ia begitu berharga bagiku. Ya, dia memang berharga.
Aku mengambil kain bersih dan air hangat untuk membersihkan lukanya. Aku menyeka lukanya dengan begitu hati-hati. Darah dari lehernya menetes hingga ke dadanya. Aku membuka kancing kemeja Roland untuk membersihkan darah dadanya. Dadanya begitu bidang dan berotot. Dadanya naik turun ketika ia bernafas. Aku menyeka dadanya. Tanganku terasa bergetar ketika aku menyentuh otot di dadanya yang bidang. Aku menggerakkan jariku menelusuri dadanya. Aku berhenti tepat di tempat jantungnya. Aku meletakkan telapak tanganku di sana. Aku mendengarkan degup jantungnya yang perlahan. Aku menelan ludah. Tatapanku beralih kembali pada wajahnya. Ia begitu tampan dan sempurna bak dewa Yunani. Aku melihat bagian lain tubuh Roland. Lengannya tampak kuat. Perutnya rata dan liat. Tanganku turun perlahan menuju perutnya. Aku berhenti tepat di atas celananya. Aku merasakan nafasku memburu. Ada apa dengan diriku? Kenapa aku yang selama ini tidak pernah jatuh cinta, kini malah terjerat cinta pada seorang manusia? Apakah takdir sengaja mempermainkan aku? Aku mengecup bibir Roland. Dia begitu manis. Aku merasakan detak jantung Roland semakin cepat ketika aku menciumnya. Aku melepaskan ciumanku dan menatapnya. Apakah dia menyadarinya? Bagaimana jika dia tidak menyukaiku? Ah, sudahlah. Aku kembali menciumnya. Kali ini aku benar-benar mendengar debaran jantungnya yang berpacu cepat. Aku kembali menghentikan ciumanku. Lalu tiba-tiba aku merasakan tangan Roland memegangi bagian belakang leherku untuk menahan ku. Kali ini dia yang mencium bibirku. Aku memejamkan mata menikmati perasaanku yang seolah melayang saat bibir Roland mencium bibirku. Mungkin jika jantungku bisa berdetak, pastilah detak nya mampu menyaingi kecepatan detak jantung Roland saat ini. Kami berciuman begitu lama sampai akhirnya aku dikagetkan oleh suara dari arah pintu kamarku yang terbuka.
"Ah, rupanya si manusia sudah sadar." Damon berjalan masuk ke dalam kamar diikuti Leda dan Erick.
Aku pastilah begitu mabuk kepayang karena ciuman Roland hingga aku tidak mendengar suara kedatangan mereka. Aku segera bangkit dan berdiri di sisi ranjang. Mungkin saat ini aku terlihat kikuk. Aku menatap ke arah mereka bertiga.
"Kalian sudah datang," ujarku gugup.
"Ya begitulah, kau asik berciuman dengan si manusia hingga kau meninggalkan kami bertiga." Damon berkata dengan nada cemburu yang tidak disembunyikan.
Aku mengabaikan kalimatnya. Aku menatap Roland yang saat ini sedang meringis kesakitan. Dia cepat siuman. Aku memeriksa luka di lehernya. Untunglah lukanya tidak begitu dalam. Mungkin tadi Roland sempat melawan penyerangnya. Aku menoleh pada Leda.
"Bawakan obat untuknya," ujarku padanya.
Leda menuruti permintaanku dan segera meninggalkan kamar. Aku merasakan tatapan tajam Damon yang diarahkan padaku.
Tidak sampai lima menit Leda telah kembali ke kamar membawa dua butir aspirin, segelas air dan salep serta perban yang ia letakkan di atas nampan. Ia menyuruh Roland untuk meminum obat itu. Setelahnya ia mengoleskan salep antibiotik pada luka di leher Roland untuk menghindari infeksi dan memperban lukanya. Untunglah Leda selalu menyediakan obat-obatan di rumah.
Meskipun aku seorang vampir, namun aku terkadang mendapatkan luka kecil karena kecerobohanku. Selama ini Leda merawat ku seperti merawat bayi manusia. Aku seringkali menertawakan dirinya saat dia menyimpan obat-obatan di dalam lemari dapur. Namun kali ini aku bersyukur aku memilikinya.
Roland berusaha untuk bangkit namun aku menahannya. Aku duduk di sampingnya untuk menjaganya. Aku melihat tatapan Erick dan Damon yang diarahkan pada kami. Tidak ada yang boleh menyakiti Roland. Aku berjanji dalam hati.
"Bagaimana dengan korban yang lain?" Aku bertanya pada Damon dan Erick yang sama-sama terlihat murung.
"Ada beberapa orang yang sengaja dirubah untuk menjadi vampir oleh bedebah yang tidak kita ketahui siapa pelakunya." Damon berkata dengan alis bertaut. "Seolah ada yang sedang membentuk tentara."
"Tentara?" Aku membisikkan kata itu.
Untuk apa seorang vampir membentuk tentara? Ataukah ini adalah sinyal peperangan bagi Sang Dewa Keabadian? Lalu kenapa vampir itu sampai menyerang Roland? Aku harus segera menemukan dalang di balik kekacauan ini!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Vivin Febry
😁😁😁😁😁
2023-07-17
0
Chandra Dollores
auw auw auw....... Scarlett yg ditahan tengkuknya oleh Roland napa aq yg berdebar
hahahaahah
indahnya ciuman kalian
hahahaah
2023-07-17
1