Bab 15

Entah sudah berapa lama aku mengurung diriku di dalam kamar. Aku mendengar ketukan di pintu kamarku.

"Buka pintunya!" Leda mengetuk pintu kamarku sambil memaksaku untuk membukanya.

Aku mengabaikannya.

Ketukan kembali terdengar dari luar pintu. Aku masih mengabaikannya.

"Buka pintunya!" Kali ini suara Erick yang terdengar begitu mendesak.

"Aku ingin sendiri!" Teriakku pada mereka. Aku berharap mereka berhenti menggangguku.

Terjadi keheningan selama beberapa detik. Aku mengira mereka telah turun dan meninggalkan diriku untuk menyepi di sini. Tiba-tiba pintu kamarku terbanting ke dalam dengan suara hentakan yang sangat keras. Damon melangkah ke dalam kamarku sambil mengibaskan lengannya. Ah, dia pasti menerjang pintu kamarku.

"Berhentilah bersikap seperti remaja yang sedang patah hati." Damon berjalan ke arahku dengan senyum mengejek di wajahnya.

Aku melotot ke arahnya. Dia menyerahkan sekantong darah padaku. Aku diam dan menolak untuk minum.

"Minumlah." Kali ini dia berbicara dengan lembut sambil duduk di tepi ranjang. Aku tidak melihat Leda dan Erick. Mungkin mereka berdua sudah turun ke lantai bawah.

Aku meraih kantong darah itu dan meminum isinya sedikit. Ternyata sakit hati bisa membuatku tidak nafsu untuk minum. Aku memegang kantong yang masih berisi banyak darah itu di tanganku. Aku merasakan tangan Damon melingkari bahuku. Dia mengusap bahuku berharap untuk menenangkan aku. Dia meraih daguku dan menariknya untuk menatapnya.

"Kau tidak pantas menangisi manusia." ujarnya pelan. Ia mencium keningku.

Ia pastilah melihat mataku sembab hingga ia tahu bahwa aku habis menangis. Aku masih terdiam. Damon meraih kantong darah yang aku pegang dan mendekatkannya ke mulutku.

"Minumlah," ujarnya pelan, "kau perlu energi agar bisa bersenang-senang denganku." Damon tertawa untuk menggodaku.

Begitulah Damon. Dia selalu berusaha untuk menghiburku. Dari dulu, dia selalu berusaha untuk merebut hatiku. Dia akan menjadi begitu periang ketika hatiku sedang gundah. Dia akan selalu melindungi ku di saat dunia terasa kacau. Tapi entah kenapa, aku tidak bisa mencintainya. Bagiku Damon seperti sosok sahabat yang akan selalu ada.

"Aku sedang tidak ingin bersenang-senang." Aku menyeruput darah dan menghabiskannya.

Dia tertawa sambil mendekap ku. Aku bersandar di dadanya. Aku merasa nyaman bersandar padanya. Namun semuanya terasa berbeda. Tidak seperti ketika aku bersandar di dada Roland. Bukan karena Damon tidak memiliki detak jantung seperti aku, melainkan karena Damon bukan Roland. Semuanya tak sama. Tak akan ada yang bisa menggantikan Roland di hatiku. Aku kini menyadari bahwa cinta dapat tumbuh begitu cepat dan dapat menyakiti dengan begitu dalam di waktu yang amat singkat.

"Scarlet ... " Damon mengucapkan namaku dengan pelan.

Aku menengadah menatapnya. Aku melihat tatapan Damon yang berpusat padaku. Sorot matanya memancarkan hasrat. Aku segera bangkit dari kasur untuk menghindari dirinya. Aku berdiri kikuk di lantai. Damon terlihat terluka karena sikapku.

"Aku harus menemui Erick dan Leda di bawah." Aku melenggang ke luar kamar.

Aku tidak merasakan Damon mengikuti ku. Mungkin dia masih terluka atas penolakan ku.

Aku menuju ke ruang tamu untuk menemui Erick dan Leda.

Sesampainya di ruang tamu, aku melihat mereka sedang membahas sesuatu yang berkaitan dengan kejadian di pusat kota. Aku berjalan ke arah mereka dan duduk di samping Erick.

"Kau sudah berhenti menangisi si manusia rupanya." Erick mengejekku.

"Diam!" Aku melotot ke arahnya.

"Aku mendapat kabar buruk dari salah seorang teman werewolf." Leda menatapku.

Kabar buruk apalagi yang harus aku dengar sekarang. Masih adakah hal yang lebih buruk setelah aku kehilangan Roland?

"Kawanan serigala di kota merasa terancam dengan keberadaan vampir yang mulai membuat kerusuhan di kota. Sepertinya situasi di sini akan semakin genting," ujar Leda.

Apa artinya ini?

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***