"Kalau cuma sebatas mimpi ciuman tidak masalah, jangan khawatir," tutur Yudha yang justru menatapnya berkepanjangan, tindakan Kalila seakan menghipnotis Yudha hingga pria itu benar-benar betah.
"Nah iya, gitu maksudnya ... dia datang, lalu menciumku begitu lembut." Kalila tersenyum usai mengucapkannya, seakan tengah berkhayal hal itu kembali terjadi dan membuat dirinya berhasil terbuai. "Eh, tapi kenapa kamu bisa tahu? Padahal aku tidak bilang?" tanya Kalila dengan senyum yang mendadak hilang, detik itu juga Yudha gelagapan dan bingung mencari jawaban.
"Kamu pegang bibir, apa lagi kalau bukan cium." Yudha berdalih, mana mungkin dia mengatakan jika tebakannya beralasan, bukan asal tebak biasa.
"Oh, aku tidak sadar."
Kali pertama Kalila terlihat bersemu merah dengan senyum yang tak pudar. Mungkin sembari berkhayal tentang pangeran yang datang padanya di taman bunga tadi malam, tanpa sedikitpun dia berpikir andai bercerita semacam itu akan membuat pasangannya cemburu atau tidak.
"Lama diciumnya?"
"Hm?" Kalila mengangkat wajah dan tersadar jika Yudha ada di sisinya, seketika Kalila berusaha meraih jemari Yudha.
"Aku tanya, lama diciumnya?" tanya Yudha lagi seraya menyibak rambut panjang sang istri, agaknya besok-besok lebih baik diikat saja.
"Ti-tidak, aku juga tidak ingat orangnya ... mungkin dulu terlalu banyak nonton film romantis, jadinya begini," ungkap Kalila kemudian, padahal Yudha belum bertanya terkait sosok di dalam mimpinya dan Kalila menjelaskan tanpa diminta.
"Oh, bukan mantan?" Yudha menghela napas lega, padahal andai benar juga tidak masalah.
"Bukan, sepertinya tidak mungkin dia masuk dalam mimpiku," jawab Kalila seyakin-yakinnya.
"Oh iya? Kenapa begitu?"
"Aneh saja kalau dia, karena kami belum pernah melakukannya. Tadi malam yang pertama bagiku, itu juga dalam mimpi," jelas Kalila tersenyum kecut.
Pengakuan Kalila seketika membuat dada Yudha berdebar, dia bahagia? Sangat. Namun, di sisi lain sedih juga karena tidak menjadi yang pertama bagi Kalila. "Sama jin lagi, maaf ya ... kamu sih lambat," lanjutnya kemudian, Yudha yang duduk di sebelahnya sontak terhenyak.
Yang benar saja, bisa-bisanya Kalila mengira jika sosok itu adalah jin. Antara suka dan tidak suka, di sisi lain dia merasa tenang karena Kalila tidak sadar jika dirinya yang berulah semalam. Namun, di lain sisi dia juga dibuat kesal juga lantaran sang istri menduganya sebagai jin.
"Tidak apa, nanti malam aku usir jinnya."
.
.
Interaksi Yudha dan Kalila terekam jelas di mata sang mertua yang sejak tadi memantaunya dari cctv di ruang kerja. Mereka yang terlihat manis membuat Papa Gian merasa lega dan tidak menyesali keputusannya. Sejak awal dia sudah yakin, Yudha adalah pria baik-baik bahkan jauh lebih baik dari Juan, pria modal tampang yang tidak bisa diandalkan dan semena-mena pada putrinya.
Sayang sekali kala itu Kalila dibutakan akan cinta, kini setelah dia buta Juan bahkan tidak sudi merengkuhnya. Padahal, perjuangan Kalila agar Juan diterima di keluarga Wijaya tidak main-main. Tidak peduli seberapa tegas mereka menolaknya, tetap saja Kalila melakukan segala cara agar hati keluarga besarnya terbuka.
"Papa sedang apa?"
"Lihat mereka, kau mau?" Papa Gian menawarkan tontonan itu pada sang putra yang kini masuk dengan dengan sebuah apel di tangannya.
"Tidak, aku sudah lihat secara langsung tadi ... Kalila masih oon," jawab Kama yang membuat Papa Gian mendelik seketika, baru juga sebulan lalu Kama menangis dan takut kehilangan Kalila, kini sikapnya kembali pada pengaturan awal.
"Kau mau papa pukul?"
"Bercanda, Pa."
Keduanya kembali terdiam sesaat, Kama lupa tujuan dia datang dan Papa Gian juga fokus memerhatikan putrinya. Sejak tadi dia pandangi dan beberapa kali terkekeh melihat Yudha yang terlihat gusar entah apa alasannya.
"Kalila bahagia, keputusan papa tidak salah ... dan kau jangan coba-coba membuat Yudha tidak nyaman jika tidak ingin papa coret dari KK," ancam Papa Gian yang seketika membuat Kama tercengang.
"Kenapa beg_"
"Yudha adalah suami Kalila, jangan disamakan dengan kekasihnya dan jangan pernah kau membatasi hubungan mereka!! Bisa dimengerti maksud papa, Kama?" Pria itu menekannya Kama agar lebih bijak dalam bertindak.
Bukan tanpa alasan Papa Gian menekankan hal semacam itu. Kama yang begitu menyayangi Kalila kerap khawatir berlebihan dan melakukan segala cara untuk melindungi adiknya. Jika dahulu mungkin didukung karena di mata mereka Juan adalah sesuatu yang perlu ditakuti, tapi kali ini Papa Gian menegaskan dari awal agar Kama tidak lagi mencampuri urusan Kalila.
"Iya, Pa, paham." Kama mengangguk pelan, dia tidak lagi melawan karena memang pada faktanya Kalila sudah jatuh pada lelaki yang tepat.
"Satu lagi!! Matamu itu tolong biasa saja, masih begitu juga papa congkel awas saja."
"Ya, Tuhan, iya!! Memang mataku kenapa?" Kama butuh penjelasan, dia tidak sadar diri jika caranya menatap orang baru persis musuh ngajak perang.
"Sering-sering berkaca, kau kurang senyum dan belajar ramah sedikit seperti Yudha."
"Malas," jawabnya santai sebelum kemudian Papa Gian berdiri dan melepaskan sandal yang siap melayang ke wajah Kama.
"Calmdown, Papa ... aku kesini juga untuk bertanya, ini berhubungan dengan Kalila." Meski panik, Kama tetap bersikap tenang dan meminta sang papa untuk kembali duduk dengan tenang.
"Tanya? Tanya apa memangnya?"
"Sepertinya Kalila bingung dan aku rasa Yudha juga tidak begitu paham," jelas Kama baik-baik, dia kembali duduk setelah sang papa terlihat lebih tenang.
"Cepat katakan, apa?" desak Papa Gian mengerutkan dahi, entah apa yang sebenarnya menjadi masalah karena tampak seserius itu.
"Kalau pelukan tidak perlu mandi wajib, 'kan, Pa?" Hanya demi memastikan pertanyaan Kalila, dia nekat mengganggu waktu papanya.
Uhuk
"Apa? Coba ulangi ... telinga papa mendadak tuli," pinta Papa Gian seraya mendekatkan wajahnya.
"Ck, kalau pasangan suami istri pelukan di malam pertama sampai pagi, tidak diperlu mandi wajib, 'kan, Papa?" tanya Kama lebih pelan, tanpa dia sadari jika papanya bertanya bukan karena serius bertanya, melainkankan tengah mencari kesempatan untuk menyerangnya.
"Dimana?" tanya Papa Gian yang membuat Kama menarik napas dalam-dalam.
"Apanya yang dimana? Mereka pelukannya?"
"Otakmu yang dimana?!" sentak Papa Gian meninggi dan membuat Kama mengambil langkah seribu.
.
.
"Hays!! Kenapa jadi aku yang salah!!"
Kama mempercepat larinya, sementara di depan sana Yudha yang tengah meggenggam tangan Kalila sontak menarik sang istri dalam pelukan. Semalam dibuat bingung dengan istri, dan kini mata Yudha dibuat terkejut dengan kelakuan mertua dan kakak iparnya.
"Kama berhenti kau!!"
Yudha masih tercengang, dia pernah mengenal keluarga yang hangatnya kurang lebih sama, dan dia dejavu. Seketika mengingat dan merasakan setitik rindu, tapi secepat mungkin Yudha menggeleng berkali-kali dan menyadari siapa yang kini dia peluk.
"Ada apa? Kama dikejar papa ya?" tanya Kalila lembut, wajah ayunya yang kini mendongak membuat Yudha teriris entah apa masalahnya.
"Iya, apa memang sudah biasa?"
"Tentu saja, mereka tidak pernah akur dan kamu harus terbiasa."
"Iya, Sayang ... aku akan terbiasa," jawab Yudha tidak pada makna yang sebenarnya, dia menatap lekat Kalila yang tersenyum simpul dalam pelukannya.
"Sayang?"
.
.
- To Be Continued -
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
emak gue
pasti terbayang sama papa Mikhail ya... dan tanpa sadar ngiranya meluk lengkara🥺
2024-11-24
0
Halimah
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2024-11-29
0
Halimah
😂😂😂😂😂😂
2024-11-29
0