Pagi hari di kediaman keluarga Wijaya tiba, malam kelam kini berganti seiring dengan pergerakan sang mentari. Cahayanya yang menebus ventilasi udara membuat mata Yudha terbuka perlahan. Silau, pria itu menutup matanya dengan lengan lantaran rasa kantuk masih begitu mendominasi.
Alarm yang kini berbunyi membuat telinganya merasa terusik, Yudha berdecak seraya menjulurkan tangannya ke atas nakas demi mencari benda yang menimbulkan suara itu. Entah sejak kapan ada alarm di kamarnya, suaranya terdengar aneh dan begitu asing di telinga Yudha.
"Bim, bisa kau matikan alarm konyolmu itu?" kesal Yudha dengan mata yang tetap terpejam, agaknya rasa kantuk pria itu mengalahkan segalanya.
Bagaimana tidak, dia baru tidur beberapa jam lalu. Matanya terasa amat berat untuk terbuka, Yudha sangat mengantuk bahkan hendak bergerak saja terasa sulit. Karena itulah dia sampai lupa diri dan tidak sadar bahwa saat ini dia tengah tertidur pulas di ranjang di istrinya.
Namun, hendak berapa lama dia bertahan. Suara alarm itu semakin menjadi hingga membuat pertahannya runtuh juga, ditambah lagi keram yang kini dia rasakan di tangan kiri membuat Yudha perlahan harus terjaga. Seolah tidak dialiri darah selama semalam suntuk, Yudha menggigit bibir seraya perlahan menatap Kalila yang masih tertidur pulas di sisinya.
"Kalila sebentar, tanganku ya, Tuhan ...." Yudha menggigit bibir sembari berusaha menarik tangannya perlahan tanpa berniat mengganggu tidur sang istri. Wajar saja pegal bukan main, posisi Kalila sama sekali tidak berubah dan menjadikan lengan Yudha sebagai bantalan hingga pagi hari.
Pagi yang sudah menjelang siang tepatnya, Yudha baru sadar akan hal itu. Sontak dia menatap jam dinding di depan sana, mulutnya menganga dan mengusap wajah kasar.
"Gila ... jam sembilan? Kenapa bisa aku bangun sesiang ini? Bisa-bisa dibuang mertua kau, Yudha!!" gumam Yudha beranjak dari tempat tidur segera.
Jika biasanya istri yang dibuat kalang-kabut karena bangun kesiangan di kediaman mertua, kali ini justru berbeda. Yudha bergerak cepat menuju kamar mandi, bisa-bisanya dia lupa bahwa jadwal sarapan di rumah ini tepat pukul tujuh pagi, sudah pasti terlewatkan.
"Astaga, lupa lagi ...." Baru saja selangkah masuk kamar mandi, dia mengurungkan niat lantaran masih ada Kalila yang harus dia selamatkan juga.
Akan lebih baik jika mereka kembali mandi bersama. Bukan karena ingin mencuri kesempatan, melainkan menghemat waktu saja. Beberapa kali Yudha membangunkan Kalila dengan menepuk pelan wajahnya, tapi sama sekali tidak memperlihatkan pergerakan hingga Yudha mengguncang tubuh sang istri.
"Kalila, ayo bangun ... kita kesiangan." Yudha sedikit meninggi, bukan bermaksud kasar, tapi dengan cara itu justru berhasil membuat sang istri terjaga lantaran mengira sedang terjadi gempa.
"Masih gempanya?" tanya Kalila panik, dia yang tadi begitu pulas kini terlihat persis korban pencurian.
"Tidak ada gempa," jawab Yudha yang membuat Kalila menghela napas pelan segera. Namun, beberapa saat kemudian kelegaan Kalila itu berganti kala Yudha panik lantaran bangun kesiangan.
"Kupikir apa ... kenapa panik sekali? Bukannya papa memintamu tetap di rumah beberapa hari ke depan? Jadi tidak masalah bangun kesiangan," ungkap Kalila yang justru menganggap bangun siang kali ini bukan masalah karena memang Yudha diberikan kebebasan oleh papanya.
"Bukan berarti boleh kesiangan, Kalila ... jam sembilan, kamu bayangkan aku di rumahmu dan bagaimana nanti pendapat orang tuamu?" Jujur saja Yudha khawatir, sejak dahulu dia masih sama. Ketakutan akan membuat siapapun kecewa masih melekat dalam diri Yudha dan awet hingga saat ini.
"Mama dan papa tidak secerewet itu, santai saja mereka tidak akan mempermasalahkan ini." Tidak mau kalah, Kalila justru menegaskan bahwa semua adalah hal yang biasa.
"Kamu yakin?" tanya Yudha tampak ragu, menurut pengalaman wanita yang terlihat tenang kerap kali menjerumuskan.
"Hm, aku biasa kok bangun jam 12 siang dan mama tidak per_ eh siapa itu?"
"Kalila!! Yudha!! Kalian sudah bangun, Nak?"
Belum kering bibir Yudha, kini ketukan pintu dari luar berhasil membuktikan bahwa keyakinan Kalila salah besar. Tidak hanya sebatas ketukan pintu, tapi suara melengking seorang wanita yang Yudha duga adalah mertuanya benar-benar berhasil membuatnya pucat pagi ini.
"Samperin, bilang sudah bangun nanti mama pergi sendiri."
Yudha yang tidak punya pilihan lain, terpaksa membuka pintu kamar dan menjelaskan jika keduanya sudah bangun. Namun, penampilan rambut Yudha yang acak-acakan dan mata sembab persis kurang tidur membuat mama mertuanya memerah.
"Baru bangun ternyata, cepat mandi ... sarapan sudah disiapkan, jangan dilewatkan walau terlambat," ujar mama mertuanya usai berdecak pelan, entah apa yang wanita itu pikirkan Yudha juga tidak tahu sebenarnya.
.
.
Begadang hingga pagi ternyata cukup merugikan. Sial, Yudha merasakannya di hari pertama menjalani peran sebagai suami Kalila.
Matanya yang memerah, dan mereka keluar dalam keadaan rambut basah membuat beberapa pasang mata di sana salah menduga. Kalila mungkin tidak begitu merasakannya, tapi Yudha tentu saja.
Tidak hanya mertua, tapi beberapa asisten yang menggeleng pelan setiap kali menatap mereka sudah menegaskan apa maksudnya. Mungkin tidak diledek secara langsung dengan lisan, tapi tetap saja bermakna sama.
"Hai!! Eh Kalila? Kamu mandi basah?" Sejak tadi posisi Yudha sudah terpojok, tiba-tiba Kama datang dan turut duduk di antara mereka.
"Namanya mandi ya basah, Kama," jawab Kalila terlihat biasa saja dan tetap fokus menikmati roti dengan selai kacang di sana, tidakkah Kalila sadari jika kini Yudha bak terjebak ratusan lebah yang mengelilinginya? Sungguh rasa malu ini terlalu menyiksa Yudha sendirian.
"Bu-bukan, dek ... maksud kakak beda basahnya," ujar Kama menatap sekilas Yudha yang mengalihkan pandangan segera.
"Oh aku tahu, mandi wajib, 'kan, maksudnya?!" tanya Kalila semakin mempertegas maksud Kama hingga Yudha tersedak ludah, agaknya dia perlu mengenali sang istri lebih dalam lagi setelahnya.
"Heum, gitu maksudnya."
Kalila tertawa pelan, seketika Kama tersenyum tipis seraya menghela napas lega. Sejak tadi dia penasaran, akan bagaimana adiknya setelah menghabiskan malam bersama pria yang benar-benar dia ragukan.
"Hihi tidak, kami belum melakukan apa-apa ... kalau cuma pelukan saja tidak wajib mandi, 'kan?" tanya Kalila berbisik seolah mendekatkan wajahnya pada Kama. Utuk kali ini tidak hanya Yudha, tapi saudaranya juga salah tingkah.
"Ah begitu, iya kali aku mana tahu," jawab Kama asal, tidak ingin kembali dibuat bingung sendiri pria itu berlalu pergi meninggalkan dua sejoli itu.
"Dasar aneh, padahal dia yang tanya-tanya." Kalila mengerucutkan bibir, meski dia tidak dapat menyaksikan bagaimana raut wajah Kama, tapi Kalila yakin jika pria itu menyebalkan seperti biasanya.
Sementara Yudha kini hanya berusaha meneruskan sarapan dan segera mengakhiri kegiatannya. Sudah tidak sabar dia mengajak Kalila berlalu pergi karena tatapan orang-orang di sini terlalu mengerikan bagi Yudha.
"Aku tidak salah, 'kan? Kalau pelukan tidak perlu mandi wajib."
"I-iya, setahuku begitu, Kalila," jawab Yudha sampai terputus karena masih dibuat kaget dengan pembahasan sang istri barusan.
"Tapi ... astaga aku lupa!! Semalam aku mimpi sesuatu, apa tidak masalah tidak mandi? Sumpah baru ingat detik ini!!" Kalila tampak panik kala mengutarakan hal itu pada Yudha.
"Mimpi apa?" tanya Yudha seraya meneguk salivanya susah payah.
"Entahlah, seingatku sebuah mimpi errotis, tapi bukan mimpi basah juga ... aku masih ingat rasanya, dan benar-benar nyata," papar Kalila menyentuh bibir yang semakin kini membuat mata Yudha membulat sempurna.
Yudha menegak air minum di gelasnya hingga tandas, agaknya mental Yudha benar-benar diuji ketika berdekatan dengan wanita ini "Apa aku terlalu brutal sampai dia bisa merasakannya?"
.
.
- To Be Continued -
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Edy Sulaiman
mau ketawa tapi gk lucu, senyumin aja...hemmm
2025-03-26
0
Puji Hartati Soetarno
jodohmu tak beda jauh sifatnya dari mantan pacarmu lengkara... wkkkwkkk 😂😂😂
2024-03-14
5
adning iza
sperty kalila 11 12 kya kara yud😁😁😁😁
2024-03-13
0