Bukannya menjawab, Yudha justru dibuat bungkam. Sama sekali tidak dia duga jika Kalila akan melontarkan pertanyaan semacam itu. Padahal, dia sebenarnya sengaja lebih lama di ruang tamu dan berharap istrinya tidur lebih dahulu.
Bukan karena tidak mau, bukan pula karena tidak tertarik. Namun, kembali lagi Yudha merasa tidak tega melakukannya. Terlalu banyak yang menjadi alasan pria itu berpikir dua kali, salah-satunya perasaan bersalah.
"Kenapa diam? Kamu tidur ya jangan-jangan?" tanya Kalila menghela napas panjang, sejak tadi dia menunggu, tapi sang suami tak jua memberikan jawaban.
"Belum, aku belum tidur, Kalila."
"Mana? Kenapa jauh sekali ... kamu tidur di sofa ya?" Tidak puas hanya dengan bertanya, Kalila meraba ke sisi tempat tidur dan memang tidak bisa menggapai tubuh sang suami.
"Hah? Ti-tidak, aku di ranjang," jawab Yudha menahan napas usai menghindari gerakan tangan Kalila.
Entah apa yang Yudha pikirkan sehingga menjauh tiba-tiba. Raut wajah Kalila tampak berubah, dia kecewa dan kembali merasa Yudha tidak menginginkan dia sepenuhnya. Perlahan wanita itu menarik kembali tangannya, padahal sudah suami, tapi Yudha seolah tak tertarik sama sekali.
"Te-terus kenapa diam saja? Apa tidak sebaiknya dimulai sekarang?" Meski rasa malu sudah luar biasa, Kalila masih nekat bertanya seolah berharap Yudha benar-benar menyentuhnya malam ini.
"Ja-jangan malam ini, lain kali saja," tolak Yudha setelah cukup lama terdiam, suara itu terdengar pelan bahkan setengah berbisik.
"Lain kali?" tanya Kalila lagi, dadanya sudah panas mendengar jawaban Yudha.
"Iya, lain kali saja ... tidurlah, sudah malam, Kalila."
Seketika jiwanya sebagai wanita yang pernah terbuang kembali menyeruak dalam diri Kalila. Hatinya sensitif dan selalu berpikir buruk terhadap perlakuan orang lain padanya. Hanya karena kebutaan, dia seolah kehilangan dunia.
Tanpa mengucapkan apa-apa, Kalila berbalik dan memilih membelakangi Yudha. Sakit, dalam diam wanita itu kembali meratapi lukanya. Tanpa sadar, butiran kristal bening membasah di pelupuk matanya.
Semudah itu takdir mematahkan dirinya, sekejab dunia Kalila benar-benar berbeda. Dia tersenyum miris dengan tangis yang dia tahan susah payah. Tidak lagi ada istilah primadona, fakta yang terjadi sekarang pria yang sudah seranjang saja tidak tertarik.
Seketika Kalila berpikir keras, apa mungkin sebenarnya yang dia alami bukan hanya kebutaan? Melainkan cacat seumur hidup di wajah atau sekujur tubuhnya. Kalila meraba wajahnya pelan-pelan, dia memastikan mungkin ada bekas luka yang bisa dia rasakan.
"Kata mama aku masih cantik, kata papa juga begitu ... cuma Kama saja yang bilang aku jelek, itu juga karena mata dia yang salah." Kalila berusaha menenangkan diri, berusaha meyakinkan hatinya bahwa dugaan kali ini salah.
Sayang, keyakinan itu hanya bertahan sesaat karena setelahnya hati Kalila kembali goyah mengingat sikap Yudha barusan "Tapi kenapa suamiku bahkan menghindar, papa tidak menikahkanku dengan pengasuh, 'kan?" tanya Kalila kembali dalam benaknya.
Pikiran Kalila semakin kacau, jika benar iya maka perasaannya selama ini sangat salah. Pria yang ada di sisinya hanya melakukan tugas, bukan menempatkan diri sebagai suami dan itu membuatnya benar-benar sakit hingga isak tangis yang tadi pecah begitu saja.
Detik itu tangisnya pecah, detik itu pula Yudha merengkuhnya dari belakang hingga membuat Kalila buru-buru menggigit bibirnya. Dia belum bisa menyimpulkan bagaimana suaminya, Kalila juga seakan sama sekali tidak mengenal pria ini bagaimana.
"Kamu lelah dan aku tidak tega ... jangan berpikir macam-macam, Kalila," ucap Yudha begitu lembut seraya memintanya berbalik perlahan.
Jelas saja Kalila tidak serta merta menurut, malu dan kekesalan dalam dirinya seolah menyatu menjadi sebuah kemarahan yang menjalar di sekujur tubuhnya. Namun, kelembutan Yudha lagi-lagi membuatnya kalah.
Berkali-kali Yudha meminta maaf sembari menyeka air mata sang istri. Pria itu menggigit bibir lantaran sadar jika malam ini sudah menyakiti wanitanya. Jahat sekali dirinya, sedikitpun tidak dia duga jika Kalila sebenarnya menangis sejak tadi.
"Benar karena itu?" tanya Kalila masih sesenggukan, matanya yang kini memerah tetap menatap kosonh ke depan.
"Benar, aku tahu kamu lelah walau bilang tidak," jawab Yudha seraya mengusap puncak kepala sang istri, untuk masalah ini memang tidak berbohong dan lelahnya Kalila terlalu kentara di mata Yudha.
"Bukan karena yang lain?"
"Yang lain gimana?" Yudha tahu belum saatnya tersenyum, tapi pertanyaan Kalila membuat sudut bibirnya tertarik begitu tipis.
"Wajahku cacat atau hal lain yang membuatmu tidak tertarik malam ini, katakan saja aku tidak masalah," pinta Kalila seketika membuat senyum Yudha pudar seketika.
Yudha salah menduga, sama sekali Kalila bukan berpikir tentang sosok wanita lain di hidup Yudha, melainkan sesuatu yang membuat dada Yudha terasa sesak bak dihantam bongkahan batu besar.
"Tidak, kamu sangat cantik ... semua yang ada padamu sangat-sangat cantik, mata, hidung, alis, dagu dan bibirmu tidak ada yang salah." Yudha bicara lembut tapi penuh penekanan, jemarinya yang menelurusi wajah sang istri begitu lembut sesuai dengan ucapannya.
"Benarkah?" tanya Kalila berbinar, senyum itu mulai terbit dan kesedihan beberapa saat lalu seolah menghilang begitu Yudha melakukan hal itu.
"Tentu saja, karena itu aku tidak tega andai nanti kamu kelelahan, bisa habis aku dihajar papa," bisik Yudha dengan jarak yang begitu dekat, bahkan deru napas yang begitu hangat dapat Kalila rasakan hingga dia benar-benar merasa lebih tenang.
.
.
Jika pria lain akan membuat istrinya menangis dengan kenikmatan, di sisi lain Yudha justru sebaliknya. Kalila memang menangis, tapi karena dia yang enggan menyentuh dengan alasan tidak tega.
Tidak tega berkepanjangan yang bertahan hingga menjelang pagi. Setelah sempat menenangkannya beberapa jam lalu, kini Yudha masih terjaga dan terus memandangi sang istri yang tidur di sampingnya.
"Dia semakin cantik jika diam begini," gumam Yudha tersenyum tipis.
Sejak tadi, Yudha sama sekali tidak melepaskannya dari pandangan. Pria itu meringis kala merasakan keram di lengan yang kini Kalila gunakan sebagai bantalnya. Satu bulan pendekatan ternyata benar-benar berhasil membuat Kalila ketergantungan sosok Yudha dalam hidupnya. Hingga, setelah menikah dia tidak banyak drama, seketika Yudha tersenyum miris mengingat bagaimana dirinya saat ini.
"Maaf, aku merasa belum pantas memilikimu seutuhnya, Kalila," ucap Yudha menatapnya begitu dalam, perlahan mengikis jarak dengan jantung yang kini berdegub tak karu-karuan.
Napas pria itu mulai tidak aman, semakin dekat Yudha semakin berusaha menahan napas lantaran takut istrinya terbangun. Begitu pelan Yudha lakukan, setelah berperang dengan ketakutan dia berhasil mengecup bibir ranum Kalila yang sejak satu bulan terakhir hanya bisa dia pandangi.
Tidak ada kata lain, hanya manis yang Yudha rasakan. Niat awal hanya mengecup pelan, Yudha Justru memperdalam ciumannya. Telanjur basah, Yudha ternyata sedikit mengingkari janjinya pada diri sendiri yang mengatakan hanya ingin mengecup pelan.
"Hmmpp."
Yudha buru-buru menjauhkan wajah dan mengatupkan bibirnya kuat-kuat. Panik sekali, darah Yudha seakan tumpah kala merasakan reaksi Kalila yang terdengar tidak nyaman akibat ulah Yudha. "Memalukan, kalau ketahuan bagaimana!!"
.
.
- To Be Continued -
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Edy Sulaiman
kalau di Dunia nyata sudah belah Duren tuh si Yudha...hhh, tapi ini hanya dunianya othor...
2025-03-26
0
emak gue
Yudha kan sudah terlatih dari dulu menghadapi lengkara yang ngebet banget😄
2024-11-24
0
Towiyah Aqif
kisahnya zavia judulnya apa kak
2024-11-22
0